19. Mahasiswi Terpilih

1120 Words
Ini sudah terhitung satu bulan berlalu sejak Bianca dicutikan dari kampus. Dan sekarang, ketika sibuk dengan pekerjaannya sendiri, Kirana dipanggil oleh Pak Damar untuk maju menghadapnya di depan kelas. Semua teman-temannya biasa saja melihat Kirana dipanggil, juga tidak berniat untuk membicarakannya. Karena bagi mereka, apapun yang ada pada Kirana tampak tak berharga dan tidak penting sama sekali. Jadi untuk apa juga mereka lelah-lelah memperhatikan dan mendadak ingin tahu saja? Jadi ya sudah. Terserah Pak Damar mau melakukan apapun pada Kirana juga. Dengan kepala tertunduk, Kirana maju ke depan, lebih tepatnya di samping Pak Damar yang tengah menatap laptopnya. "Permisi, Pak?" kata Kirana pelan ketika sudah berada di sisi wali dosennya ini. Tanpa memandang Kirana karena tatapannya Pak Damar lurus ke arah layar laptop, beliau berujar pelan sehingga tidak akan ada yang mendengar meski pada murid yang duduknya di depan mejanya sekalipun karena jaraknya cukup jauh untuk gelombang suara tersebut sampai. Dan Pak Damar memang sengaja pelan-pelan mengatakannya biar yang lain tidak mendengar dulu. "Akhir-akhir ini saya kurang bisa optimal mengisi di kelas karena ada projects. Maukah kamu membantu saya untuk memberikan bimbingan pada teman-teman sekelasmu ini? Kamu menjadi pengganti sementara saya. Hanya satu bulan." Kirana jelas terkejut mendengar hal demikian. Jantungnya bahkan sudah berpacu melebihi batas normal. Karena sering mendapatkan perundungan, ada rasa tak percaya diri pada Kirana sekarang. Dia tidak menyangka kalau wali dosennya akan berkata demikian. Masalahnya, apakah Kirana memang sanggup? Bukan maksudnya Kirana ingin mendiskriminasikan dirinya sendiri. Hanya saja dia khawatir kalau tidak bisa melakukan amanah yang sudah dibersihkan kepadanya. bukannya mendapat pahala, Kirana bisa mendapat murka karena tidak melakukan dengan baik amanah yang diberikan. "Maaf sebelumnya, Pak. Bukan maksudnya tidak mau," Kirana jadi meringis tidak enak hati. "tapi saya rasa Faisal yang lebih mampu menjalankan amanah ini dengan baik. Karena Faisal yang selama ini selalu melakukan komunikasi dengan Bapak, jadi searah." "Kamu menolak saya?" kali ini Pak Damar menoleh ke arah Kirana walaupun yang dilihat oleh lelaki itu pun bukan Kirana yang asyik menunduk. "Saya khawatir tidak bisa menjalankan amanah yang Bapak berikan dengan baik, Pak. Spesifikasi laptop saya terbatas sekali. Nanti pasti terjadi masalah sementara teman-teman yang lain sudah sesuai." "Kalau begitu, saya akan memberikan kamu laptop yang sesuai dengan standar program studi ini." Kirana jelas saja terkejut dan langsung menggeleng tegas. Dalam hatinya berteriak, apa-apaan?! Namun, Kirana mana bisa berbicara seperti itu. "Jangan, Pak. Ndak usah." Nanti bagaimana kalau rusak? Laptopnya sendiri saja lalai dari pengawasannya sehingga terjatuh dan berakhir rusak parah dari waktu ke waktu. Kalau sampai dipinjami oleh Pak Damar laptop mahal dan malah rusak, Kirana tidak bisa membayar kontrakan hanya untuk ganti rugi kerusakannya. Itupun kalau uangnya sampai. Kalau tidak, bagiamana? Masa Kirana mau menjual ginjal saking terpepetnya akan keadaan? "Saya pinjami Kirana, kalaupun rusak ya memang sudah waktunya rusak." Balas Pak Damar santai layaknya tak memiliki masalah sama Sekali meski seandainya laptop yang dipinjamkan kepada Kirana seharga puluhan juga sekalipun. Kirana hanya diam, tidak tahu harus menjawab apa lagi. Seandainya saja Bianca ada di sini, perempuan itu pasti tidak terima sekali. "Saya memilih kamu karena saya yakin kamu mampu." Pak Damar berujar sekali lagi. Dari nadanya memang pelan dan tidak terhitung memaksa. Namun, sungguh jantung Kirana berdebar kencang sekali. Bukan karena jatuh cinta tapi karena masih terkejut dengan pembicaraan yang Pak Damar bawakan. "Jadi bagaimana?" Pak Damar bertanya mamastikan sekali lagi. "kalau tidak mau tidak apa-apa. Nanti kelas kalian bisa ikut kelas online karena saya berhalangan hadir." "Ya saya terima, Pak. Tapi saya memakai laptop saya sendiri saja ya, Pak. Walaupun lelet tapi tetap bisa digunakan." Kata Kirana akhirnya cepat-cepat. Mau diajar secara luring maupun daring, tidak ada bedanya bagi Kirana. Dia bisa menangkap semua informasi yang diberikan oleh Pak Damar. Hanya saja memang dia sering mengantuk saat daring. Jadi daripada satu kelas malah malas-malasan karena luring yang bisa disambi melakukan apa saja jadi kesannya tidak fokus, makanya Kirana terima tawaran Pak Damar. Pak Damar tersenyum tipis, kembali melihat ke arah laptopnya. "Kamu tetap menggunakan laptop yang saya berikan nanti. Dipakai saja, kamu membutuhkannya." Kalau sudah begini, Kirana mana berani protes. Dia hanya bisa terdiam sambil berdiri di sana tanpa bisa melakukan hal yang lebih jauh sampai Pak Damar mempersilakannya untuk kembali duduk ke tempat semula. Pada dasarnya Faisal yang duduk di bangku belakang Kirana langsung bertanya. "Ki, diminta ngapain?" tanyanya langsung saja dengan bisikan lirih. Belum juga Kirana menjawab, justru seolah-olah Pak Damar yang menjawab pertanyaan Faisal yang ditujukan kepada Kirana secara langsung. "Okay, karena satu bulan ke depan saya tidak bisa mengisi di kelas kalian karena ada projects yang mengharuskan saya pergi ke Bandung, jadi saye meminta Kirana, teman kelas kalian yang nilainya paling tinggi untuk menjadi asisten saya. Mulai minggu depan, Kirana yang akan mengisi materi. Semua yang akan saya sampaikan, akan Kirana sampaikan kepada kalian semua." Hening, bahkan tidak ada cuitan sama sekali seakan-akan mereka semua setuju-setuju saja yang sama saja memang mengakui kalau Kirana itu pintar dan Pak Damar tidak salah menunjuk orang untuk menggantikannya sementara waktu. "Apa ada yang keberatan?" Pak Damar kembali bertanya dengan tatapan lurus ke arah anak-anak didiknya. "Tidak, Pak." Jawab sebagian yang peduli dan yang sebagian memilih diam karena bagi yang tidak peduli. Karena bagi mereka, kuliah bukan untuk mencari ilmu tapi mengisi presensi kehadiran. Jadi mau ada dosen ataupun tidak, siapa yang peduli? Dan kalau didengar-dengar, malah Faisal sang ketua kelas yang terlihat seperti palinge bersemangat ketika menjawab. "Terima kasih." Kata Pak Damar kemudian. "Oh ya Kirana, bisa ikut ke ruangan saya sekarang?" Kirana ingin saja menolak tapi dalam hati dia percaya kalau Pak Damar orang baik, jadi Kirana ikut saja saat Pak Damar memintanya untuk berbicara berdua. "Weh, selamat ya, Ki. Selamat masuk kandang singa." Kata Faisal begitu lepas ketika Pak Damar sudah keluar. Karena selama menjadi ketua kelas dan berhubungan atau berinteraksi dengan Pak Damar lewat chat, Faisal merasakan kalau Pak Damar adalah sosok yang dingin sekali. Karena itu dia bersyukur ketika Kirana yang dipilih. Dia juga sadar kalau kemampuannya di mata kuliah ini memang lebih unggul Kirana dimana-mana. "Duluan, ya." Kirana langsung pamit begitu saja, tidak menanggapi candaan Faisal barusan. Dia memang sering mendengar ketua kelasnya itu mengeluh tentang sifat Pak Damar yang terkadang aneh dan suka asal kalau memberikan tugas. Coba bayangkan saja. Jam 9 malam chat pribadi kepada Faisal dan memberikan tugas berjumlah 3 soal dan deadline-nya malah itu juga jam 23.39 WIB. Yang mengumpulkan melebihi 10 menit maka dianggapnya tidak mengumpulkan tugas. Seandainya Faisal waktu itu sudah tertidur atau listrik daerahnya mati, bisa kacau kan urusannya. Makanya sejak saat itu, Faisal yang rajin tidur di jam 9 malam langsung mengubah pola hidupnya itu karena dia yang menjadikan perantara kelas. Kalau tidak begitu, satu kelas bisa terkena masalah semua karena biang keroknya malah ketua kelasnya sendiri yang lalai ketika dikirim pesan oleh wali dosennya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD