14

2047 Words
Wren dan Navaro baru saja muncul di Acasa Manor saat Venom melesat menghampiri Wren dan mengatakan kalau Lily pergi ke Whiteheaven. Saat itulah Wren dihadapkan dengan pilihan meninggalkan Navaro dan menyeret Lily kembali atau menolong Navaro dan membiarkan istrinya menikmati waktu senggangnya sejenak sebelum Wren menceramahinya tentang arti bahaya. Vampir itu berjalan mondar mandir di kamar biru. Disatu sisi dia ingin sekali menjemput istrinya di Whiteheaven dan memarahinya sampai istrinya mengerti arti kata bahaya. Tapi disisi lain sahabatnya selama 5 abad sedang terbaring kritis di ranjangnya. Bekas luka akibat bola api itu sulit sekali menutup bahkan setelah Wren hampir menguras Darahnya sendiri untuk memulihkan luka Navaro. Navaro langsung tidak sadarkan diri begitu mereka tiba di Acasa Manor setelah berteleport dari Maidenhead. Dan Wren juga tidak berada dalam kondisi terbaik untuk segera terbang ke Whiteheaven.  “Demi semua nama suci. Sadarlah Navaro. Aku tidak bisa meninggalkanmu sebelum kau sadar.” Bisik Wren frustasi dengan keadaan dimana dia sama sekali tidak bisa memilih. Kehadiran seseorang yang baru melangkah masuk membuat Wren refleks menoleh untuk melihat tamu tersebut. Salah seorang pengawal Navaro yang beberapa jam sebelumnya juga terbaring penuh luka kini berdiri angkuh, seangkuh malaikat lainnya di kamar biru. “Bagaimana keadaan, El Rey, vampir?” Tanya Kieran cemas. “Masih seperti itu. Dia sepertinya masuk dalam masa Anaktisi.” Sahut Wren datar. “Seberapa lama seorang malaikat masuk dalam masa itu?” “Tergantung luka yang mereka derita dan seberapa dalam kenangan itu mempengaruhi mereka.” Jawab Kieran cepat. Wren mengumpat pelan, membuat Kieran mengernyit kesal. “Pergilah. Malam ini aku yang akan menjaga Navaro. Tapi kalau sampai besok dia tidak juga sadar, aku harap kalian sudah berada dalam kondisi prima untuk menjaganya. Aku harus menjemput Lily besok.” Ujar Wren cepat. “Kami bisa menjaganya mulai malam ini.” Tukas Kieran. “Yang benar saja! Kau dan dua malaikat lainnya jelas-jelas terluka parah saat kesini. Kalian masih hidup setelah menghadapi serangan mendadak para malaikat b******k itu saja, aku sudah bersyukur. Apa itu yang kalian anggap bisa menjaga Navaro? Aku sama sekali tidak peduli dengan keadaan kalian, tapi aku sangat peduli dengan keadaan Navaro, kalau kalian semua mati, tidak ada yang bisa melindungi Navaro. Aku baru bisa meninggalkannya kalau aku tahu ada yang bisa melindunginya kalau sesuatu yang buruk terjadi.” Sembur Wren begitu saja. “Sekarang keluar dari kamar ini. Aku juga ingin istirahat.” Kieran menatap Wren tidak percaya. Kalau bukan karena perintah Navaro agar tidak menyentuh vampir ini, Kieran pasti sudah mencekiknya sejak lama. Tidak ada satupun makhluk yang berhak memerintah malaikat. Dengan enggan Kieran melangkah keluar dari kamar biru dan menutup pintu kamar itu. *** Tidak sampai 24 jam kemudian, Navaro mulai sadar. Luka di tubuhnya sudah sepenuhnya tertutup walau rasa nyeri itu masih ada. Dengan tenaga yang terkumpul, Navaro berusaha bangkit dari ranjangnya hanya untuk mendapati Wren tertidur di di sofa panjang. Walau makhluk abadi tidak terlalu membutuhkan tidur, tapi ada keadaan dimana mereka ingin beristirahat dan mencoba mengacuhkan keadaan di sekeliling mereka. Itulah yang sedang Wren lakukan saat ini. Dia mencoba mengumpulkan tenaganya kembali dengan tidur. “Berapa lama aku sudah tidur, Wren?” Tanya Navaro cukup kuat untuk membuat Wren sadar. Wren langsung melompat dari sofa dan bergegas menghampir Navaro. “Sialan kau, Navaro. Bagaimana bisa kau sebodoh itu! Lihat apa yang terjadi!” Sembur Wren seakan dia sudah sangat lama memendam kekesalannya. “Aku sepertinya akan memiliki guru yang sangat baik dalam hal mengumpat.” Gerutu Navaro saat Alby tiba-tiba masuk ke dalam kamar biru, membuat Wren dan Navaro menatapnya bingung. Dengan tangan memegang ponsel, Alby menatap Wren dan Navaro bergantian. Raut wajahnya tidak bisa dibaca. “Ada apa?” Tanya Wren yang akhirnya bisa bersuara lebih dulu. “Eliza menelepon. Keadaan gawat dan dia ingin bicara denganmu.” Ucap Alby sambil menyerahkan telepon pada Navaro. Navaro menerima telepon itu dan mendekatkannya ke telinga. “Ada apa, Milady?” Tidak butuh waktu lama bagi Wren untuk menyadari apa yang terjadi saat Navaro beberapa kali mengumpat marah dan langsung melempar telpon itu ke seberang tempat tidur sebelum bangkit dari ranjang. “Mereka ada di Carlisle. Kita harus menjemput mereka sekarang juga.” Ucap Navaro dingin dan dalam beberapa detik sudah mengenakan pakaian lengkap.   *Eliza POV* Kedatangan Lily ke Whiteheaven benar-benar mengejutkanku. Bagaimana tidak kalau dia datang tanpa Wren dan setelah kudesak dia akhirnya mengatakan kalau dia bahkan datang tanpa memberitahu Wren sedikitpun tentang kepergiannya. Dan dia datang hanya untuk menanyakan siapa sebenarnya yang memburuku! Aku benar-benar tidak menyangka kalau dia sebodoh itu. Tapi sesungguhnya bukan itu yang membuatku memutuskan untuk menghubungi Navaro. Semuanya karena kejadian yang terjadi kemarin di cottage.   Hari itu hanya ada aku di cottage. Nicole membawa anak-anak yang lain pergi berkunjung ke kota sebelah. Dan tiba-tiba saja Lily datang berkunjung bersama Gavriel, bukan Wren. Tentu saja aku terkejut. Dan alasan kenapa Lily sampai datang kesini membuatku ingin mencekiknya dengan tanganku sendiri. Beberapa jam setelah Lily tiba di Whiteheaven, aku merasakan aura yang sangat kuat mendekati cottage. Bahkan Lily dan Gavriel juga merasakan aura itu. Mereka yakin kalau itu bukan teman mereka. Dan saat itu aku teringat ucapan Navaro. “Whiteheaven sekalipun tidak bisa melindungimu.” Tidak ada tanda-tanda tamu yang datang ke cottage, tidak ada tanda-tanda apapun selain aura yang makin lama semakin jelas. Lily berdiri di sisiku saat itu, sementara Gavriel mengawasi di pintu ruang duduk cottage saat gerbang depan meledak dan serpihan kayu itu terbang ke segala penjuru. Gavriel langsung bersiap dengan belatinya dan entah sejak kapan Lily sudah memelukku dengan sayapnya. “Aku hanya tahu sedikit bagaimana caranya bertarung, Eliza. Dan rasanya itu tidak berguna saat ini. Kalau Gavriel memberikan isyarat agar kita pergi, maka berpeganglah. Aku akan membawamu terbang bersamaku.” Bisik Lily cukup tenang bahkan dalam situasi dengan musuh jelas di depan muka seperti ini. “Elizabeth Wilkinson. Sudah lama sekali sejak terakhir kali kita bertemu, manis.” Ujar V.I sambil melangkahi serpihan kayu akibat ledakan yang diciptakannya tadi. “Ah, kali ini kau dilindungi vampir, ha?” Tanya pria itu ringan. V.I, salah satu vampir kepercayaan Cenobia kini ada di hadapanku. Perburuan sudah dimulai. “Apa yang kau lakukan disini?” Tanyaku berusaha terdengar tenang walau aku sangat sadar kalau suaraku bergetar. Aku bukan orang yang penakut, tapi siapapun pasti akan menjadi penakut saat pemburu yang selama 20 tahun ini memburumu muncul di hadapanmu. V.I tersenyum. Dia tampan. 5 vampir kepercayaan Cenobia semuanya sangat tampan. “Jangan bodoh, manis. Tentu saja aku kesini untuk menjemputmu. Kau sudah terlalu lama bersembunyi. Apa kau tidak merindukanku?” “Aku tidak akan pergi denganmu kemanapun!” “Kau dengar dia, Mister. Kau bisa pergi sekarang.” Tukas Gavriel sebelum V.I sempat menjawabku. V.I berhenti hanya beberapa langkah dari Gavriel. “Aku tidak mengharapkan penolakan, manis. Kau tahu apa yang akan terjadi kalau ada yang menghalangiku.” Bisik V.I dingin, seolah sanggup membekukan apapun dalam radius 10M. “Aku tidak akan menyerah begitu saja, V.I. Aku tidak bisa memberikan apa yang Cenobia inginkan. Dia akan menghancurkan dunia dengan kekuatannya.” “Dia akan menciptakan dunia baru.” Ralat V.I tenang. Gavriel yang sepertinya sudah mulai kesal melihat V.I langsung melemparkan salah satu belatinya ke jantung V.I tapi hanya berhasil menggores lengannya. “Temanmu menyakitiku, manis. Aku bisa memaafkannya kalau kau bersedia datang padaku.” Bisik V.I cukup kuat untuk dapat kudengar. Tawaran V.I mungkin tidak akan pernah berhasil menarik perhatianku kalau saja nyawa Lily tidak ikut terancam saat ini. “Aku akan menyerahkan diriku, saat itu kalian bisa kabur.” Bisikku sangat pelan untuk memastikan kalau hanya Lily yang bisa mendengarnya. Lily mengetatkan pelukannya, “Jangan bodoh! Gavriel lebih dari yang bisa kau pikirkan. Wren tidak akan menyuruh Gavriel menemaniku setiap saat kalau dia tidak memiliki kemampuan.” “Tapi pasti akan ada yang terluka, Lily.” “Sedikit terluka rasanya tidak masalah. Asal kita selamat. Wren dan Navaro lebih dari sanggup untuk mengobati luka apapun.” Sahut Lily ringan. Dan benar saja, rasanya baru sedetik yang lalu Lily selesai bicara, sekarang Gavriel dan V.I sudah terlibat pertarungan. Aku tidak tahu siapa yang lebih unggul karena mereka berdua sama-sama berhasil saling mendesak. Tidak hanya sekali V.I berhasil dihempaskan ke tanah oleh Gavriel. Perhatianku benar-benar terfokus pada pertarungan di depanku saat pelukan Lily terlepas, dia melayang dan terhempas ke dinding. Saat itulah aku sadar kalau hanya beberapa langkah dari tempat kami berdiri tadi, Delmar menatapku seolah ingin menerkamku. Aku berlari menghampiri Lily saat gadis itu berdiri sambil merentang sayapnya. Sayap yang indah itu terluka di bagian ujungnya. Tapi Lily sepertinya tidak merasakan sakit apapun. Tangannya meraih sesuatu dari balik rok pendek yang dikenakannya sebelum menembakkan sebutir peluru ke arah Delmar dan berhasil menggores wajah vampir tampan teman V.I itu. “Malaikat pengguna pistol.” Gumam Delmar sambil menyentuh bekas lukanya yang mengalirkan cukup banyak Darah dan kemudian menjilat jemarinya yang berlumur Darah. “Menarik. Kau bisa jadi koleksiku, cantik.” Lily menarikku ke belakang tubuhnya. “Bukan malaikat.” “Lalu kau apa? Burung?” Tanya Delmar ringan. “Burung yang terlalu indah, bukan?”tanya vampir itu lagi sambil menyunggingkan senyuman di wajahnya dan berjalan mendekat. “Jangan mendekati kami.” Geram Lily tanpa menurunkan pistolnya. “Kalau aku menolak?” Tanya Delmar cepat. “Ayolah, gadisku. Tangan mungilmu itu tidak cocok menggenggam pistol. Aku tahu apa yang bisa dilakukan tangan itu. Aku akan mengajarkannya padamu.” “Aku akan menembakmu lagi!” “Silakan saja.” Sahut Delmar sangat tenang dan terus melangkah mendekati kami. Lily benar-benar menembakkan kembali pistolnya, tapi peluru itu tidak pernah melukai Delmar. Vampir itu menahan peluru tetap melayang di udara dan kemudian dengan satu jentikan jarinya, peluru itu berbalik arah dan menembus sayap Lily hingga Darah mengucur deras dari sayap itu. Delmar terkekeh puas melihat Lily ambruk kesakitan. “Apa kau ingin aku membunuhnya, Eliza?” Tanya Delmar ringan. Tidak! Lily mungkin akan membenciku, tapi ini semua sudah cukup. Lebih baik Lily membenciku daripada aku melihat Lily terluka lebih dari ini. “Aku akan ikut denganmu. Tapi jangan lukai dia lagi.” Putusku pasrah tepat saat tangan Lily meraih pergelangan kakiku dan dengan perlahan dia berdiri. “Aku tidak akan membiarkannya.” Geram Lily. Lalu dengan sangat cepat bulu-bulu berterbangan ke arah Delmar dengan kecepatan mencengangkan, membuat vampir yang sejak tadi terlihat sangat tenang itu marah. Beberapa bulu jelas berhasil menusuk tubuhnya dan membuat darahnya merembes keluar. “Kita pergi.” Bisik Lily sambil memelukku dan dengan sekali hentakan sayap, kami berdua sudah terbang meninggalkan cottage. Untuk pertama kalinya aku sadar kalau Lily bukan lagi gadis lemah yang membutuhkan perlindunganku dan Nicole. Kini dia sudah menjadi pasangan dari seorang vampir master dan juga seorang sanguine mixta yang kuat. Dia tetap bisa membawaku terbang dengan cepat walau darah terus membasahi sayapnya dan mengubah ujung-ujung sayapnya yang berwarna putih menjadi merah darah. Aku sama sekali tidak tahu kemana kami pergi. Yang kutahu hanyalah Lily baru berhenti di sebuah kastil baru_nyaris di tengah hutan_dengan lapangan luas di belakang kastil. “Kita akan aman di sini untuk sementara, Eliza. Padure Castel tidak bisa dimasuki sembarang orang.” Ujar Lily lemah saat dia melepaskan pelukannya dan duduk bersandar di pintu kastil itu. Aku berlutut di sebelah Lily, berusaha menekan perdarahan di sayapnya. “Kau akan baik-baik saja kalau kita bisa masuk, Lily. Aku akan membuatkan ramuan untuk menghentikan perdarahanmu.” Bisikku gemetar ketakutan, entah karena keadaan Lily yang semakin parah atau kenyataan kalau kami sedang berada entah dimana. “Bantu aku berdiri.” Bisiknya lemah. Aku membantu Lily berdiri, begitu dia sudah bisa berdiri mantap dengan kedua kakinya, gadis itu menyentuh pintu ganda besar itu dan tiba-tiba saja pintu itu mengayun terbuka. Sihir perlindungan. Tapi siapa yang memberikan sihir perlindungan pada rumah di tengah hutan seperti ini? “Ini rumah Wren yang diberikannya pada Aleandro. Segel untuk dapat masuk ke rumah Wren adalah darah Wren dan darah Aleandro.”bisiknya seolah bisa membaca pertanyaan yang ada dalam pikiranku. Kami baru saja melangkah masuk saat kudengar bunyi gemerisik di hutan. Tubuhku langsung menegang ketakutan, dan tiba-tiba saja sosok itu muncul. Gavriel berjalan pincang mendekati kami. “Aku berhasil kabur, Milady.” Bisik Gavriel yang langsung terkapar pingsan di teras kastil. Demi Tuhan! Aku harus membawa Lily lebih dulu ke dalam kastil sebelum menyeret Gavriel masuk. Kalau memang tempat ini aman, maka aku harus segera membuatkan ramuan untuk mereka. Hanya itu yang bisa kulakukan untuk meringankan penderitaan mereka.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD