Chapter 7

1178 Words
Sebuah batu kecil ia ambil dari tanah sebelum melemparkannya jauh ke laut lepas. Angin pantai menerbangkan rambut hitam panjangnya, wajah yang selalu datar kali ini lebih terlihat tenang. Tangannya di rentangkan menikmati hembusan angin sembari mendongak ke langit, matanya di pejamkan untuk merileks kan diri lalu kembali melihat matahari terbenam dengan warna jingga yang terang dari kejauhan. Sangat cantik. "Suatu saat nanti aku berharap bisa hidup dengan bahagia," Ucap Rena sambil menoleh menatap Vino di sampingnya. Vino juga menatap Rena sebelum kembali melihat ke pantulan cahaya matahari begitu juga yang Rena lakukan. "Tadi bagaimana kamu bisa mukul mereka? Kamu kan hantu seharusnya hantu tidak bisa nyentuh benda hidup?" tanya Rena sembari menatap Vino lagi. Vino berbeda, selama bertahun tahun sejak Rena jadi anak indigo ia tidak pernah melihat yang seperti Vino ini. Vino bahkan bisa ingat nama dan usia juga waktu ia kecelakaan terlebih bisa memijak tanah. Dan kali ini malah mukul anak anak remaja tadi. Vino mengedikan bahu, "Gak tau. Tadi cuman iseng aja eh ternyata bisa" jawabnya dengan senyum geli. Karena penasaran akhirnya Rena mencoba memegang Vino namun tembus, tak tersentuh. Lelaki itu mengernyitkan keningnya. "Selama ini aku tidak pernah melihat hantu yang sepertimu. Aku bisa melihat kejadian kecelakaan yang kamu alami tapi tidak dengan kehidupan mu sebelum jadi seperti ini." ucap Rena lalu menghembuskan nafas. "Apa kamu selalu pasang wajah datar kayak gitu cuman di sekolah aja? Aku belum pernah liat kamu senyum yang manis dan tulus gitu sejak aku kenal kamu," ucap Vino mulai penasaran. Rena menoleh, "Emang sejak kapan kamu kenal aku?" Tanyak Rena balik. "Tiga hari." dengan polosnya Vino menjawab. "Hhh.. Yuk pulang," Rena mengambil tasnya kemudian pergi dari sana. Sesampainya di rumah sosok wanita yang sudah merawat nya dari kecil tengah bersih bersih di halaman depan. Begitu tau sang majikan pulang bik kasih langsung menghampiri dengan senyuman. "Non baru pulang? Ayo masuk non bibi tadi udah masak masakan kesukaan non di dalam," ucap wanita 50 tahun itu. Rena mengangguk dan tersenyum mengikuti bik Kasih masuk ke dalam rumah, "Bibi dari tadi di rumah?" Tanya Rena lalu menarik salah satu kursi di meja makan. "Sekitar jam dua sore bibi udah di sini. Bik kasih kira pasti non lapar pas pulang nanti jadi bibi masak memang buat non makan," jawab Bik Kasih sambil menyiapkan makanan untuk Rena. "Bik kasih gak makan?" "Bibi masih kenyang kok non. Ini makanan nya biar non aja yang kasih habis ya," ucap Bik Kasih dengan sabar memperlakukan Rena seperti putri kandungnya sendiri. Rena berdiri dari duduknya lalu menarik kursi lain di sampingnya, "Ayo duduk di sini bik. Kita makan malam bareng," ajak Rena. Bik Kasih mendekat meletakkan makanan di atas meja lalu mengusap kepala gadis malang yang ia rawat sejak kedua orang tuanya meninggal. "Iya deh bik kasih juga ikut makan," ucapnya. Rena tersenyum saat bik kasih duduk di kursi yang sudah ia persiapkan. Rena mengambil piring lalu menuangkan makanan di piring bik Kasih. "Bibi bisa sendiri non" "Udah bibi tenang aja biar Rena yang tuangin. Bibi mau apa lagi?" Bik kasih tersenyum lagi, sayang sekali gadis sebaik ini harus tinggal sendirian, padahal kebanyakan gadis seusianya masih sangat butuh perhatian orang tua. Tapi bik kasih bersyukur, Rena tidak pernah menyalahkan dirinya atas kematian orang tuanya, gadis itu menjalani kehidupan nya seorang diri meskipun bik kasih tau Rena tersiksa dengan kondisi seperti ini. Namun Rena tidak pernah menunjukkan sifat ia menjalani kehidupan penuh penderitaan di depan bik kasih. Rena tersenyum sebelum mereka mulai menyantap makan malam dengan sesekali di selingi dengan kalimat tanya yang bik kasih lontarkan tentang ujian yang akan Rena hadapi. Selepas itu Rena menuju kamar membersihkan dirinya sebelum mengambil gitar di pojok ruang kamarnya dan ia bawa menuju balkon yang menghadap ke arah taman mini rumahnya. "Kau tau. Bintang yang terlihat dari sini lebih baik dari yang kau lihat di tempat lain," Ucap Rena pada sosok lelaki yang sedari tadi hanya diam mengikutinya. Vino hanya tersenyum sekilas dan Rena mulai memetik senar gitar membentuk alunan sebuah lagu dari bibir gadis itu. "I'm not perfect no" "But I know I'm perfect for ya" "People just don't understand" "We're just living for the moment, for the moment yeah" "We don't need a plan" "And we don't care about tomorrow" "Oh just take my head" "Names out in the sand" "Never never loking back yeah" "I don't care what the people say" Tiba tiba petikan senar gitar berhenti. Vino langsung menatap Rena. Gadis itu meletakkan gitar di sampingnya menghentikan permainan pada gitar dan suara indahnya. "Suara kamu bagus loh kenapa gak di lanjutkan?" tanya Vino. "Entah. Aku hanya akan menyanyi kalau mood ku lagi bagus tapi kali ini tidak bisa. Sebentar lagi aku akan naik kelas 3 sma" "Bagus dong," sahut Vino "setelah itu kamu akan lulus, emang kalau lulus sekolah nanti kamu mau kuliah di mana?" katanya. Rena menggeleng, "aku masih baru akan kelas tiga, dan kayaknya aku gak kuliah. Saat lulus nanti aku akan langsung mengambil alih bisnis keluarga jika sempat aku baru akan kuliah," jawab Rena. Kemudian hening di antara mereka. "Vino" panggil Rena dengan lirih. Vino menoleh, "Kenapa?" Rena menghela nafas dan menggeleng, "Tidak jadi. Sudah malam aku mau tidur," Rena mengambil gitarnya lagi dan berbalik. Vino secara refleks akan menahan tangan Rena namun nihil ia lupa jika dirinya hanyalah sebuah bayangan tak kentara. Ia berdiri mengikuti Rena, terlihat gadis itu menyimpan gitar di tempat semula lalu tidur di balik selimut. "Aku akan membantumu tapi untuk saat ini biarkan aku istirahat. Aku cukup lelah menghadapi hari hariku, aku juga lelah berurusan dengan makhluk sepertimu. Aku harap kamu paham" setelah itu Rena memeluk batal gulingnya dan tidur membelakangi Vino yang sedang berdiri. Namun matanya tidak bisa terpejam. Rena hanya mengedipkan mata menatap lurus ke depan. Ia merasakan tatapan Vino di balik badannya tapi Rena tidak mau berbalik menatap Vino. "Kamu sudah tidur?" tanya Vino pelan. "Belum," jawab Rena, pada akhirnya Rena beranjak duduk bersandar, "Aku gak bisa tidur," gadis itu kemudian menghela nafas. Vino entah kapan pindahnya tiba-tiba sudah duduk bersandar juga di samping Rena. Rena tidak marah atau mengusir toh Vino hanya mahluk tak kentara. "Sekarang pukul berapa?" tanya Vino pada Rena. Rena mengambil hp nya yang menunjukan pukul sepuluh malam. "Kenapa tanya jam berapa? Kamu mau pergi?" kali ini Rena balik bertanya. Vino menggeleng ia menatap Rena, "Jika masalahku belum di ketahui aku tidak bisa tenang dan aku pun gak bisa pergi gitu aja," jawab Vino. Beberapa detik kemudian kembali hening. "Tadi saat aku mengerjai anak-anak sma aku merasa tubuhku memiliki energi lebih untuk sesaat. Jadi aku bisa menyentuh manusia atau benda lain" "Dan sekarang?" sahut Rena. Vino menggeleng, "Tidak bisa. Oh ya jadi sebelumnya apa kau tidak bisa menyentuh para arwah yang kamu bantu?" tanya Vino. Rena menggeleng, "Tidak satupun dari mereka bisa menyentuhku bahkan aku juga tidak bisa menyentuh mereka sampai mereka terangkat karena masalahnya sudah ketemu" "Rena. Menurutmu aku ini apa? Kau bilang aku berbeda?" tanya Vino untuk beberapa saat tidak ada jawaban. Lelaki itu menoleh ke samping namun ternyata Rena sudah tidur dengan posisi duduk. Vino tersenyum ia membelai rambut Rena yang ternyata bisa. Vino kaget. "Apa ini?!" ____ Bersambung...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD