Chapter 2

1122 Words
Rumah besar, halaman luas. Tapi di tinggali oleh seorang anak 18 tahun. Pekerja rumah tangga hampir semua mengundurkan diri saat kedua orang tua Rena meninggal. Tinggal bik Kasih dan pak Darto yang setia tetap bekerja di rumah Rena meskipun cuman satu minggu dua kali mereka datang bersih bersih. Bik Kasih yang bagian dalam rumah dan Pak Darto bagian taman dan halaman. Setelah itu Rena benar benar sendirian. Gadis itu duduk di kursi belajarnya menghadap lembaran buku kosong dan pulpen di tangannya. "Kamu tidak bosan tinggal di rumah dengan para arwah? Biasanya gadis seusiamu lebih sering menghabiskan waktu bermain" ucap seorang wanita di belakang Rena. Rena berbalik menatap wanita di belakangnya itu. Wajah yang rusak dan bibir sobek memanjang sampai wajah nya sudah biasa Rena lihat. Ia sudah tidak takut dengan wajah jelek para hantu yang selalu mendekatinya. "Aku bukan mereka dan mereka bukan aku. Kami tidak sama" Jawab Rena begitu dingin. "Seperti nya kau sudah mulai menemukan siapa dirimu?" ucap Rena saat menyadari cahaya hantu di depannya mulai memudar. Hantu perempuan itu tersenyum mengerikan. Rena hanya menatapnya datar. "Jika kita ketempat itu sekali lagi mungkin aku akan segera terangkat" ucap wanita itu. Rena langsung meraih tas nya "Kalau begitu pergi sekarang" tandasnya. Gadis 18 tahun itu mengambil motor matic nya dan menuju ke lokasi sebuah proyek bangunan jembatan yang sementara di kerja. Menurut informasi yang Rena dapat sebelumnya dari para warga memang pernah ada kejadian pembunuhan di area itu sejak dua bulan lalu dan pembunuhnya belum di temukan. Mungkin hal itu yang membuat wanita hantu di samping Rena itu tidak tenang di alam istirahat nya. Rena menuju tempat persis bekas mayat perempuan itu. Rena bisa melihat bagaimana proses pembunuhan itu terjadi lewat batinnya. Mulai sebuah tusukan dan cekikan sebelum perempuan itu di lemparkan dari atas jembatan. Gadis itu membuka mata dan mendongak. Lalu berlari ke atas jembatan dan melihat kembali apa yang tidak bisa orang lain lihat. Dua pria tertawa dan satunya hanya diam menyaksikan mayat yang baru saja di lempar ke bawah jembatan. Rena tidak mengenal pria itu. Tapi dari pakaiannya sepertinya adalah salah satu pekerja jembatan itu sendiri. "Apa yang kamu temukan?" tanya hantu itu. Rena menggeleng "aku tidak menemukan apapun. Masih sama seperti kemarin" jawab Rena. Gadis itu berbalik menuju motornya namun matanya melihat wanita paruh baya berdiri di pinggir jembatan, Rena kira perempuan itu akan bunuh diri. Rena mebulatkan matanya dan berlari mendekati. "Bibi jangan lompat. Bahaya!" teriak Rena. Wanita paruh baya itu menoleh mengusap air matanya. Pasti beban hidup sangat berat namun bukan berarti kematian adalah solusinya. "Kamu siapa nak. Lebih baik kamu pulang ini sudah sore" ucap wanita paruh baya itu. "Bibi kenapa berdiri di sini. Bahaya nanti bibi bisa jatuh" Rena menarik pelan tangan wanita itu untuk menjauh dari tepian. "Bibi tidak ingin pulang. Bibi pengen liat anak Bibi" wanita itu kembali menangis. Tunggu dulu! Anak? Apa mungkin perempuan hantu di belakangnya itu adalah anak bibi ini? Rena melihat perempuan hantu itu yang tidak melakukan apapun. Hanya menatapi dirinya dan wanita paruh baya itu. "Bibi apa anak bibi perempuan sekitar usia 25 atau 27 an?" tanya Rena. Wanita itu menatap Rena "Kamu mengenal Sakia? Dia putriku dia-" wanita itu menangis kembali. Sepertinya dugaan Rena mulai mengarah jika Sakia itu perempuan yang di bunuh dua bulan lalu. Wanita paruh baya itu mengeluarkan selembar foto seorang perempuan cantik sedang tersenyum. "Itu aku. Itu aku!" seru perempuan hantu itu. "Jadi namaku Sakia?" ujarnya senang. Rena menoleh dan cahaya hantu itu semakin terlihat memudar. Sepertinya bukan karena penjahat yang belum di temukan melainkan ada hal yang memang belum tersampaikan. "Jadi bibi apa yang terjadi dengan anak bibi sebenarnya?" tanya Rena. Wanita paruh baya itu mengusap foto yang dia pegang "Sakia anak yang baik. Tapi tiba tiba aku mendengar kabar pembunuhannya" "Mama aku ingat sekarang. Aku menyayangimu" Sakia memeluk wanita itu meskipun keadaannya hanya sebuah bayangan tak kasat mata. Rena menghela nafas rendah. "Anak bibi ada di sini sekarang" ucap Rena. Wanita itu menatap Rena bingung tapi matanya lalu melihat ke sekeliling yang tak ada siapapun selain mereka berdua. "Dia sudah meninggal nak. Tidak mungkin ada di sini" tawa hambar di iringi air mata yang kembali menetes. "Dia di samping bibi sekarang. Mungkin ada hal yang memang belum tersampaikan sehingga jiwanya masih berkeliaran tidak tenang" "Benarkah dia di sini? Aku tidak melihatnya?" Rena menggaruk alisnya, ya memang tidak kelihatan sih. Gimana jelasin nya, Rena juga bingung karena cuman dia yang bisa melihat Sakia sekarang Hantu bernama Sakia itu tersenyum "Katakan padanya, relakan aku pergi. Aku tidak ingin melihat tangisnya lagi atas kepergianku. Air mata itu lah yang tidak bisa membuatku tenang. Katakan juga aku sangat menyayangi nya" "Bibi" panggil Rena. Wanita itu menoleh. "Apa bibi percaya aku bisa melihat apa yang tidak bisa di lihat mata manusia biasa?" ucapnya. "Jangan bercanda nak. Gak mungkin kayak gitu ada di jaman sekarang" Rena tidak punya pilihan lain ia menyentuh kedua tangan wanita itu dan menyalurkan batinnya. "Lihat di samping bibi sekarang. Sakia ada di sana" Rena langsung melepaskan tangan itu setelah wanita tadi melihat Sakia. "Sakia! Mama rindu nak" tangis histeris wanita itu membuat Sakia juga ikut menangis. "Sakia minta sama saya untuk menyampaikan pada bibi, relakan dia pergi, dia juga sangat menyayangi bibi. Dia ingin bibi tersenyum merelakan Sakia dan dia juga akan hidup bahagia di alamnya. Dia tersiksa lihat bibi menangis seperti ini" "Iya aku gak akan nangis lagi" dengan cepat air matanya di hapus dan tersenyum. Rena dapat melihat Sakia juga tersenyum dia memeluk wanita paruh baya itu sejenak, wanita itu mengucapkan beberapa kata untuk sakia sebelum menatap Rena. Apa hanya itu? Rupanya hantu sakia tidak bisa terangkat karena ibunya belum mengikhlaskan putrinya pergi. Rena ikut tersenyum. Cahaya Sakia memudar dan semakin memudar sampai tidak terlihat. Setidaknya sekali lagi Rena melihat arwah itu terangkat dengan senyum merekah. Helaan nafas lega saat Rena mulai mengendarai motor matic nya meninggalkan area tadi. Tapi sosok gadis 12 tahun itu masih juga belum menemukan jati diri dia sebenarnya. Kejadian 10 tahun lalu sudah sangat lama kemungkinan orang orang lupa akan kematian nya. Dengan kecepatan pelan Rena melewati gerbang rumah sakit. Bahkan di gerbang saja sangat banyak arwah lalu apa kabar di dalamnya? Hal paling di benci Rena adalah rumah sakit. Selain perpisahan kedua orang tuanya ada di dalam sana Rena juga bisa melihat macam macam hal yang tidak ingin dia lihat. Waktu terlihat hampir gelap. Rena menambah kecepatan motornya dan tiba tiba me-rem mendadak. "Kalo jalan liat kanan kiri dong!" Maki Rena kesal. Seorang pria menatapnya datar tanpa ekspresi dan Rena semakin kesal. "Apa liat liat. Minggir aku mau lewat" seru Rena lagi. "Mah mah. Kakak itu gila ya ngomong sendiri?" ucap bocah 8 tahun di seberang jalan bersama mamanya. "Sshhtt.." Ibu dari anak itu langsung membawa anaknya lari. ______ To be continued
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD