Chapter 14

1314 Words
Rena merentangkan tangan dengan kepala mendongak disaat Arham mengemudikan pelan motor scoopy Rena. Menikmati hujan yang turun dengan perasaan lebih tenang dari sebelumnya. Arham juga merasa senang melihat senyum bahagia Rena lewat pantulan kaca spion. Tak lama kemudian Arham membelokan motor Rena sesuai apa yang Rena katakan dan kini Arham sudah tiba di depan rumah besar Rena yang sangat terawat tiap tanaman yang ia lihat. Sangat indah, tak menyangka jika rumah besar ini hanya ditinggali oleh satu orang saja, bagaimana jika hal buruk terjadi misal ada maling mau berbuat jahat?. Seakan tau apa yang sedang Arham pikirkan, Rena tertawa geli. "Kamu tenang aja, rumahku aman dari maling kok karena sebelum maling masuk mereka harus melewati dua anak kecil yang tinggal disini." ucap Rena sambil membuka pintu. Sesaat Arham bergidik karena ia tau anak kecil yang di maksud oleh Rena bukan anak kecil tetangga atau anak Rena, melainkan roh dari seseorang yang telah tiada. "Ayo masuk. Kamu tunggu sebentar di dalam ya, aku carikan baju yang cocok buat kamu, sempat baju peninggalan Ayah masih ada." Rena meninggalkan Arham untuk berganti pakaian sekalian juga mencari baju yang pas untuk Arham. Arham sendiri hanya berdiri mengedarkan matanya ketiap sudut ruangan rumah Rena yang dapat ia gapai. Sungguh luas rumah Rena tapi bukannya Rena tinggal sendiri, Arham yakin pasti saat ini ada penghuni rumah Rena yang sedang menatapnya tanpa Arham tau posisinya di mana. Tak lama Rena datang membawa celana training dan baju kaos. "Aku lupa kalau baju ayah sudah disumbangkan, jadi ini punyaku aku gak tau cocok apa enggak. Oh ya, kamar mandinya dekat dapur." Rena menyerahkan pakaiannya pada Arham. Arham mengangguk pelan sebelum berjalan ke arah yang Rena tunjuk. "Arham!" panggil Rena, Arham menoleh, "Apa kamu mau makan? Aku akan memasak mi instan kalau kamu mau." Tanya Rena. "Kebetulan aku lagi lapar." Arham tertawa kecil kemudian masuk ke kamar mandi. "Ngapain kamu ngajak dia kemari?" Tanya Vino tiba-tiba, Rena menjerit kaget hingga melepaskan panci yang sedang ia pegang. "Ren, ada apa?" Kepala Arham muncul setengah dari pintu kamar mandi. "Ada cicak." Katanya berbohong, Arham hanya ber oh ria lalu kembali membersihkan diri. Sedangkan Rena kini menatap Vino kesal, namun yang ditatap justru tidak merasa bersalah sambil duduk diatas meja dengan begitu santainya. Rena memutar bola matanya malas kemudian mengambil panci yang dia jatuhkan tadi lalu berucap, "Emang kalau aku ajak dia kemari harus lapor sama kamu? Ini kan rumahku suka-suka aku dong." ucapnya ketus. "Mentang mentang udah punya temen, songong." cibir Vino. Rena menyalakan kompor untuk masak air kemudian berjalan ke arah Vino dan melayangkan pukulan bertubi tubi di badan Vino. "Aw! aw! eh stop! Sakit tau." protes Vino. “Kamu ‘kan setan mana bisa rasain sakit.” Ujar Rena. “Oh, iya ya.” Jawab Vino Pintu kamar mandi terbuka, secepat kilat Rena terlihat santai namun Vino mungkin sudah babak belur dipukul oleh Rena. "Tadi aku dengar kamu lagi ngomong, sama siapa?" Tanya Arham. "lagi ngehapal buat ujian nanti ...," ucap Rena, "Wah ternyata pas juga kamu pakai meski celananya sedikit kependekan." Rena terkekeh pelan mengalihkan pertanyaan Arham. "Daripada masuk angin." Arham duduk di kursi meja makan memperhatikan Rena yang sedang merebus mi instan. "Oh ya Ren. Kamu bilang tadi ada dua penjaga cilik di rumah mu kok aku gak liat." Tanya Arham, ia penasaran mungkin selain Rena ia juga bisa melihat anak yang di maksud oleh Rena tadi. "Karena mereka emang gak bisa kamu liat. Nah itu mereka lagi main lari-larian, Darin - Sasa!" Rena menunjuk ruang tamu kosong sambil meneriaki dua nama dimana tak ada siapapun di sana. Arham tak protes karena memang Rena istimewa dapat melihat hal yang tak dapat ia lihat. Vino bersendekap tangan mendekati Arham. Vino menatap Arham dari ujung rambut sampai ujung kaki lalu berdecih pelan. "Sehari aja aku gak ngikutin Rena kamu udah bertindak cepet ya. Dasar." Vino siap menyentil telinga Arham tapi keburu Rena datang dan memukul pinggang Vino dengan tinjunya sembari memperingati Vino dengan melirik tajam kearahnya agar tidak membuat Arham merasa tidak nyaman. "Mumpung masih panas ayo dimakan, pelan-pelan tapi ya." Rena membawa dua mangkuk, satu ia berikan untuk Arham dan satunya untuk dia sendiri. Vino di abaikan karena arwah tidak makan. "Kalau giginya retak baru tau rasa kalian." Maki Vino sambil memalingkan wajah dan pergi meninggalkan kedua remaja itu. "Jadi ada berapa roh yang tinggal sama kamu di rumah ini?" tanya Arham. "Banyak. Gak tau ada berapa tapi yang dekat cuman ada tiga." "Selain anak yang kamu panggil Sasa dan Darin?" kata Arham memastikan. Rena mengangguk, "Dan satunya baru aja pergi setelah hampir jewer telinga kamu." kekehnya, Arham berbalik untuk melihat roh yang Rena maksud dan tentunya itu tindakan konyol karena Arham tidak bisa melihat Vino. "Semua yang tinggal disini cukup bersahabat kok jadi tenang aja selama kamu gak cari gara-gara sama mereka, mereka gak akan nyakitin kamu." Rena menyuapkan makanan kedalam mulutnya. Arham menatap Rena, "Kok kamu betah tinggal sama mereka?" "Habis mau bagaimana lagi, udah terbiasa soalnya. Ah iya ada Bik Kasih dan pak Darto yang tiap minggu dua atau tiga kali datang kesini," jawab Rena. "Manusia?" Tanya Arham hati-hati. "Yo masa settan toh le ...," sahut Bik kasih membuat Arham sontak menoleh kaget. "Ini temannya non kok tumben baru datang kesini." ucap Bik kasih ramah sambil menyimpan sayuran kedalam kulkas. "Tadi pulang sekolah kehujanan Bik, jadi aku bawa kesini soalnya rumah dia jauh." jawab Rena, bik kasih mengangguk paham. Rena menojeh ke arah Arham lalu tertawa melihat reaksi Arham kemudian menepuk lengan cowok itu, "Bik kasih manusia kok. Santai aja mukanya gak usah tegang gitu." tegur Rena. Arham tersenyum canggung. "Maaf ya Bik. Aku kira tadi Bik kasih bukan manusia." Kata Arham merasa bersalah. "Ya udah gak papa. Silahkan dinikmati makanannya, bibik mau kembali ke rumah. Ah iya non, tadi ada paket yang datang bibik taruh didekat lemari tv." Kata Bik Kasih sambil menunjuk box yang terbunkus di dekat tv "Makasih ya bik." ucap Rena. Bik kasih tersenyum lalu pergi lagi. "Kaget loh aku tiba-tiba bik kasih muncul pas lagi aku tanyain." Arham mengusap dadanya dan berani berkata demikian setelah memastikan Bik kasih sudah keluar dari rumah Rena. "Bik kasih itu udah kayak orang tuaku sendiri, dia ngebesarin aku dari sejak kedua orang tuaku meninggal, tapi bik Kasih tidak mau tinggal satu rumah sama aku, jadinya dia datang tiga kali seminggu. Rumahnya gak jauh kok hanya sekitar 50 meter dari sini." Rena kemudian menyuapkan mi ke dalam mulutnya dengan hati-hati. Beberapa saat kemudian setelah selesai makan siang, Arham dan Rena duduk di sofa ruang tamu, bercerita sedikit tentang kehidupan mereka sebelum Arham pamit pulang begitu hujan sudah reda. Sekarang Rena kembali sendirian, kakinya membawanya berjalan kearah kamar. Vino entah pergi kemana tapi saat Rena akan membuka pintu kamar seseorang memeluknya dari belakang. Sontak Rena menyiku perut dan menendang tulang kering orang itu lalu memutar tangannya kebelakang. Vino mengaduh kesakitan, meskipun Rena tidak yakin Vino benar-benar bisa merasa sakit. "Ngapain sih kamu asal peluk orang kayak gitu bikin orang kaget aja." Rena mendorong Vino dan memperbaiki bajunya sendiri. Vino berdiri, "Pengen peluk kamu kayak gini." Vino merentangkan tangan siap memeluk Rena tapi Rena juga siap ambil ancang ancang untuk menghajar Vino jika lelaki ini berani memeluknya lagi. Vino mundur sambil tertawa. "Iya iya gak bakal aku peluk tapi omong-omong pertemanan kalian cukup cepat juga ya." Vino mengambil berkacak pinggang. Rena memutar bola matanya malas sambil mendorong Vino untuk menyingkir dari pintu kamarnya. "Minggir aku mau masuk." ucap Rena. Dengan terpaksa Vino pun menyingkir membiarkan Rena masuk. Vino berjalan ke arah balkon depan menatap sisa-sisa genangan air hujan di atas tanah. Hatinya mulai terasa hampa sedangkan pikiran nya bertanya tanya sebenarnya kapan ia akan segera menyelesaikan masalah di bumi hingga terangkat ke langit. Atau sebenarnya tubuhnya tengah terbaring koma disuatu tempat sehingga raga dan roh terpisah? Atau dirinya punya janji yang belum sempat ditepati? Entah mana yang benar yang jelas Vino ingin segera menyelesaikan masalahnya lalu istirahat dengan tenang. ____ Bersambung ..
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD