Siapakah Avita?
***
Titttttttttttttttt
Bunyi itu seketika membuat Drew mendirikan badannya lagi, otaknya masih bekerja keras untuk menyaring suara itu, suara apa?
Avita baru saja keluar dari rumahnya, jangan-jangan ….
Drew langsung berjalan cepat keluar rumah, melihat siapa yang menyebabkan saura itu terdengar memekikan di telinga, jantungnya benar-benar merasa tak karuan, kalau itu Avita, maka Drew tidak akan mema’afkan dirinya sendiri, yang sudah lalai dalam menjaga Avita.
Tatapan Drew menuju perempuan yang kini tengah menatap kucing yang telah terbujur kaku di bawah mobil hitam itu, Avita bukan orang yang menyukai kucing, tapi hatinya benar-benar lemah seperti jelly, Avita juga perempuan yang takut darah, ia menyuruh Pak Maman untuk membantu orang yang menabrak itu menguburkan kucingnya.
“Drew?”
“Hem?” Drew memalingkan wajahnya, ada Salsa dengan raut wajah tidak terima sudah berdiri di sampingnya, Salsa sudah merelakan hari liburnya yang indah demi ke rumah Drew, tapi Drew malah melakukan ini semua, Drew terkesan terganggu dengan kedatangan Salsa, Drew malah sibuk dengan Avita itu.
Salsa juga bingung dengan Avita-Avita itu, beberapa hari yang lalu, saat Salsa memegang ponsel Drew, Salsa melihat folder khusus yang bertulisan Avita, di sana banyak sekali foto Avita dan juga Drew, juga beberapa scrensshot yang memperlihatkan kemesaraan mereka, bahkan satu foto yang membuat Salsa merasa tempatnya terancam diambil, foto itu memperlihatkan Drew memeluk erat Avita, membuat Salsa benar-benar merasa cemburu, terlebih kata Drew foto itu baru saja diambil sekitar tiga bulan lalu, yang berarti baru-baru saja.
Waktu itu juga Salsa pernah meminta id sosial media Avita kepada Drew, Drew bilang, Avita hanya mempunyai akun mengirim dan menerima pesan whatshapp, itu pun hanya untuk keluarga dan orang yang dikenal Avita.
Selama ini Avita memang jarang bercekrama dengan Salsa, bisa dihitung dengan jari bahkan, biasanya kalau Salsa datang Avita memilih pamit pulang, seperti kejadian ini, ada saja yang membuat Salsa gagal berbicara dengan serius dengan perempuan itu.
Tapi, bukan perempuan namanya kalau Salsa tidak mendapatkan sosial medianya Avita, Salsa menemukan akun i********: Avita, setelah dilihat-lihat tidak ada foto Avita bersama dengan Drew, sama sekali tidak ada, bahkan sorotan maupun ceritanya pun tidak ada, membuat sisi lain hati Salsa lebih tenang.
Salsa kehilangan kesadarannya, membuat Drew menatap Salsa bingung lalu mengajaknya untuk masuk lagi, ma kan bersama.
Avita akhirnya melakukan kegiatanya sendiri, ia tak mau kembali ke rumah Drew, padahal kata Tante Mirna, ia tetap ditunggu untuk makan pagi di sana.
Tante Mirna dan Om Steven terlalu baik, hingga dampaknya membuat Avita merasa tidak enak hati, terlebih hanya untuk berteman dengan Drew lagi, terlebih lagi hari ini umur hubungan Drew dan pacaranya sudah dua tahun, tapi Drew memilih untuk mengajaknya serius, Avita tak tahu di mana letak otak Drew, apakah gara-gara ciuman yang panas tadi malam membuat otak Drew terbakar lalu hilang seperti abu?
Avita memakan roti bakarnya, tiba-tiba saja pintunya diketuk menimbulkan suara Drew di sana, Avita tak bergeming, bahkan untuk menaruh kembali makananya ke piring pun ia tak berminat sama sekali.
Entah, apakah ini karena rasa kecewa akan sikap Drew yang terlihat plinplan, atau karena perasaan Avita terkikis akan waktu.
Ponsel Avita bergetar, lagi-lagi memunculkan nama Drew di sana, semakin membuat Avita merasa deja vu.
Drewwwwww
Aku mau pamit, mau ke luar kota lagi, kamu baik-baik ya, ma’af enggak bisa nemenin kamu, see you, Avita.
Avita tak tahu apakah yang ia perbuat – tidak bertemu dengan Drew sebelum laki-laki itu berangkat adalah kesalahan atau kebenaran, tapi Avita tidak boleh egois, Drew memamangnya siapa Avita, hanya sahabatnya kan? Bukan suami, lagian ada Salsa yang sudah mendapingi Drew.
Hati Avita rasanya hancur seketika saat Drew menghilang dari pandangnya di balik gorden jendela, yang tertinggal kini hanya kotak bludru berwarna merah dan cincin berlian di dalamnya, Avita sejujurnya tak menyangka Drew akan mengucapkan kalimat itu, Drew itu laki-laki yang tak pernah mau berjanji, sama sekali tak pernah, tapi kata-kata Drew tadi sesungguhnya membuat hati Avita berbunga-bunga.
Semua terasa sangat membingungkan bagi Avita, ia tak tahu apa yang harus ia perbuat, ia juga merasa sikapnya hari ini membuat Drew bersedih atau tidak, apakah sikapnya hari ini membuat Drew tersakiti atau tidak.
Avita memilih berjalan ke halaman belakang rumahnya, memikirkan bagaimana hidupnya nanti, berdo’a agar cita-citanya nanti bisa terujud, ia tak lagi meminta untuk punya rumah yang besar, mobil yang mewah, harta yang banyak, tak lagi.
Avita hanya meminta ia bisa bersama dengan orang-orang yang ia sayang, ia tak mampu nantinya anak-anaknya akan mengalami kejadian sepertinya, ditinggalkan oleh ke dua orangtuanya.
Teringat akan ke dua orangtuanya, Avita memilih mengunjungi tempat terakhir ke dua orangtuanya berada, berpakaian hitam-hitam, berbekal bunga yang ia beli sebelum menuju pemakaman orangtuanya, kini Avita mulai memasuki pintu pemakaman umum.
Avita melepaskan kacamata hitamnya saat sudah turun dari mobil kesayangannya, Avita memang memiliki mobil pribadi, yang jarang ia gunakan, Avita memilih menaiki motor saat berpegian yang dekat-dekat, biasanya.
Saat ia berjalan dari parkiran menuju tempat peristirahatan orangtuanya, kaki Avita ditabrak oleh sesuatu atau seseorang, saat membalikan tubuhnya Avita menemukan seorang anak kecil, cantik berkulit putih, dan juga lucu.
“Sorry Tante,” katanya lalu kembali berlari, Avita yang belum sempat menjawab apa-apa itu kembali dikejutkan oleh suara Bapak-bapak yang memanggil nama perempuan, yang Avita yakini itu adalah nama anak kecil itu dan bapak-bapak yang memanggilnya adalah Ayahnya.
“Sadira, Sayang,” teriak laki-laki itu lagi.
Avita yang menyadari lak-laki itu memanggil anak kecil yang menabraknya tadi ikut bantu mengejarnya.
“Hap,” kata Avita saat memegang tangan gadis kecil yang menabraknya tadi, Sadira yang tangannya dipegang pun tak memberontak, ia suka bertemu dengan orang baru, apalagi perempuan.
“Hehehe,” anak berusia enam tahun itu pun melebarkan mulutnya, menampilkan wajahnya dan memperlihatkan giginya, yang putih, serta banyak yang berlubang, proses pergantian gigi s**u ke gigi orang dewasa.
“Sadira mau main, Pah,” saat laki-laki dewasa itu mendekatinya, Avita melepsakan cekalan tangannya yang sama sekali tidak erat dan menyakiti Adik kecil itu.
Avita hanya tersenyum simpul saat melihat kegenitan adik kecil itu, saat Ayahnya mengatakan ia tak boleh berlari speerti itu pun, adik kecil yang bernama Sadira itu hanya tertawa kecil dan mengangguk, setelahnya laki-laki dewasa itu meminta ma’af atas tabrakan kecil yang dilakukan anaknya.
Sedangkan setelah itu Avita berjalan lurus dari tempatnya berdiri, melewati beberapa tempat peristirahatan orang lain, dan sekali lagi dadanya semakin sesak saat melihat dua gundukan tanah itu.
“Pah,” tangan Avita mengelus nisan yang bertulisan nama Ayahnya, setelahnya ia mengelus nisan Ibunya, dan detik selanjutnya ia menceritakan beban hatinya, apa yang tengah dialami dan dirasakannya.
Avita merasa bersalah saat menolak Drew, tapi di ujung hatinya terkecil ia merasa begitu bahagia saat Drew mengatakan kalimat itu, semuanya benar-benar manis.
Avita tidak memiliki angan yang tinggi saat dirinya dilamar nanti, ia tak berangan tinggi agar dikasih bunga, dan dilamar di tempat yang paling indah di dunia ini, ia hanya ingin ia bisa dilamar di depan ke dua orangtuanya, hanya itu, walau sekarang hanya bisa di depan batu nisan ke dua orangtuanya.
“I love him, but it's hurt, Mah, Pah,” ungkap Avita sekali lagi, dan tanpa sadar, seseorang yang sudah mengikutinya masih berdiri di balik pohon besar, menatap Avita, mengawasi sekitar, mecantat dan mengawasi dengan baik sekitar Avita untuk segera ia laporkan kepada atasannya.
***