3. Bab Tiga

1383 Words
                                                                        Sabrina Salsabila.                                                                                     *** Drew mempunyai waktu dua hari sebelum melanjutkan kegiatannya di luar kota, entah kenapa perasaan Drew begitu bahagia, terlebih tadi malam Avita begitu menurut dengannya, Avita melepaskan semuanya di atas d**a bidang Drew, kerinduan, kesedihan ditumpahkan menjadi satu, begitu juga pagi ini, Drew memilih untuk sudah stand by di rumah Avita. “Sayang,” panggil Drew saat melihat Avita keluar dari kamarnya. Avita menarik bibirnya ke atas, raut wajahnya terlihat jijik saat mendengar Drew mengucap kata itu, ia tahu Drew tidak hanya sekali dua kali mengatakan kata Sayang, tapi entah kenapa pagi ini wajah Drew mendukung untuk Avita mengeluarkan wajah ketidaksukannya. “Apa,” sahut Avita langsung. Raut wajah Avita langsung berubah saat Drew kembali memeluknya dari belakang, saat Avita baru saja sampai di dapur, mencoba memanggang roti untuk makan paginya. “Kangen banget sama kamu.” Drew tidak pandai untuk merayu, tapi entah kenapa kata-kata itu menjadi satu kesenangan untuk Avita. Setidaknya Drew mengakui bahwa dirinya merindukan Avita, Drew mengucapkannya secara jelas, salah satu hal yang membuat Avita menyukai Drew adalah ini, Avita terkadang merasa dihargai, tapi juga saat datangnya Salsa, pacar Drew, Avita juga merasa dibuang, entah kenapa, semuanya terasa sulit. “I think ... kita harus berhenti dari ini semua Drew,” penyataan itu keluar sejak tadi malam, saat Avita dibuai oleh kenyamanan yang Drew ciptakan, sudah lama Avita menginginkan ini, Drew harus memberinya kejelasan, mau lanjut bersama Avita, atau Drew akan melanjutkan hubunganya bersama dengan Salsa tanpa ada Avita di samping Drew lagi. Avita tidak apa-apa bila ia ditinggalkan, dengan status kejelasan, tidak seperti ini. Avita merasa Drew miliknya, padahal tidak, Drew hanya bayang-bayang laki-laki yang selalu berjalan di sampingnya, tidak bisa dimiliki secara utuh. Avita memang hanya satu kali ditinggalkan oleh orang yang ia sayang, walau satu kali tapi itu semua membuat Avita bisa berdiri tegar seperti ini, walau Avita juga harus berpegangan kepada Drew yang selalu ada di sisinya. Tapi tidak apa-apa, Avita msih memiliki bayangannya sendiri, hal yang takkan mungkin meninggalkannya, bagaimana pun nasibnya, bagaimana pun keadaan Avita nantinya. Saat Avita bersedih maka bayangannya takkan pernah terssenyum, saat Avita terjatuh maka bayangannya tak kan pernah berdiri, dan saat Avita pergi maka bayangannya akan ikut kemana pun ia melangkah, pasti. “Avita tolong ....” “Dari sekian lama waktu yang kita lalui, kamu lebih memilih Salsa kan? Tidak mau menetap sama aku, kan?” Mood Avita menjadi hancur berantakan, sejak kenyamanan itu kembali hadir, Avita harus memikirkan masa depan, apakah Avita nantinya tetap bersama Drew, atau nantinya Drew dengan perempuan lain, Avita mencoba siap dengan semuanya, karena Avita tak mau menahan sesuatu yang nantinya akan pergi, Avita tak mau menunda suatu yang nantinya juga akan hilang. Drew merogoh kantung celananya, ia menggegam sesuatu yang berwarna merah, sesuatu tempat penyimpanan benda yang bersinar indah. Masih dalam posisi berhadapan di samping meja makan, Drew mengeluarkan benda itu, cicin berwarna putih dengan mata yang bersinar indah, membuktikan satu kata yang keluar dari mulut Drew beberapa saat lalu. Drew mengambil cincin itu dan menatap Avita, entah kenapa raut wajah Avita malah tidak ada perubahaan sama sekali, tatapannya hanya lurus menuju benda yang dipegang oleh Drew, tanpa ada satu kebanggaan, saat ia melihat benda itu berada di tangan, Drew. “Kamu mau menjalani hubungan ini dengan serius?” Drew tidak bisa berjanji untuk menikahi Avitas sekarang juga, tak berjanji untuk sehidup semati juga, Drew hanya ingin menyakinkan bahwa hatinya hanya untuk Avita. “Tapi ... Salsa?” “Ta, kita bicara yang ada di depan mata saja, jangan yang enggak-enggak, dulu.” “Salsa bukan enggak-enggak, dia pacar kamu!” Entah kenapa suara Avita langsung meninggi, ia tidak merasa bahagia saat melihat cincin itu, ia malah merasa terjepit, ia merasa maju salah mundu salah. Drew tahu jelas Salsa adalah pacarnya, tapi hati tak bisa dipaksakan, Drew mencintai Avita lebih dari apa pun, lebih dari Salsa. “Jadi?” “Ma’af Drew, aku mau jadi yang pertama.” Tinggg Suara Bel membuat Avita dan Drew dia di tempat, tak lama dari itu saura Tante Mirna terdengar semakin jelas. “Sayang, Avita,” suara  Tante Mirna membuat Drew menghela napas, cicin berserta tempatnya ia taruh di meja makan, setelahnya ia berjalan ke luar, meninggalkan Avita dan Ibunya, Drew sungguh tengah merasa gelisah sekarang. Avita tidak sadar, semua perasaan Drew kepadanya begitu dalam, hingga rasanya Drew tak bisa menahan gejolaknya lagi, tapi di satu sisi Drew tahu ada Salsa, perempuan yang sudah menemaninya sekarang, kalau masalah lama sebentarnya, tentu Avita yag menang, tapi ... Ah, Drew tak bisa menjelaskannya dengan kata-kata. “Cincin?” saat melihat wajah Drew yang begitu suram, dan melihat sekotak cincin ada di meja makan, wajah Mirna terlihat bingung, kalau Drew melamar Avita, lalu Salsa? Yang selama ini Drew kenalkan sebagai pacarnya bagaimana keadaanya? Mirna tidak akan marah siapa pun yang akan menjadi pendamping Drew nantinya, mau Salsa atau Avita, semuanya terlihat baik, tapi alangkah baiknya bila Drew memilih salah satu dari mereka, memutuskan yang terbaik dari yang baik. Melihat gelagat Mirna yang terlihat bingung, Avita dengan cepat mengambil kotak cincin itu lalu memasukannya ke dalam kantung celananya, ia belum siap menceritakan semuanya kepada tante Mirna, walau Avita yakin Tante Mirna akan setuju dengan dirinya, tapi Avita masih membutuhkan waktu lebih untuk semua ini. Kini tatapan Avita menatap Tante Mirna, “Ada apa Tante?” tanyanya. Sebelum menjawab, Tante Mirna menampilkan senyumnya. “Belum makan kan? Makan di rumah yuk, bareng Om sama Tante.” Semenjak ke dua orangtua Avita sudah pergi, Mirna merasa memiliki tanggungan lebih, walau Orangtua Avita tak pernah menitipkannya kepada Mirna, tapi Mirna masih mempunyai hati yang lebar, tak mungkin ia menelantarkan dua anak yang hampir dua puluh tahun rumahnya berdekatan dengan Mirna. Aden dan Avita sudah seperti anak sendiri bagi Mirna, terlebih anaknya bersahabat dekat dengan Avita juga Aden. Saat Avita dan Mirna ingin ke rumah Mirna, dan hampir saja duduk di bangku meja makan bersama dengan Om Steven, bel rumah Drew berbunyi, membuat mereka saling tatap. Avita berinisaiatif untuk membukakan pintu rumah Drew, karena melihat asisten rumah tangga keluarga Tante Mirna tengah sibuk. Avita hampir saja tersedak slavinanya sendiri, di sana ada seorang perempuan berdiri yang Avita ingat namanya adalah Salsa dan juga satu perempuan lain, juga ada Farhan, teman baiknya Drew. “Loh Avita, ngapain?” Farhan menyapa Avita dengan nada terkejut, karena Farhan lupa, kapan terakhir Avita bertemu dengannya. “Ih, jangan ribut-ribut Farhan, nanti Drew dengar,” Salsa menyela, ia berniat untuk memberi kejutan keapda Drew untuk merayakan hari jadi mereka oleh karena itu lah perempuan itu datang sepagi ini ke rumah Drew. Drew merasa aneh dengan Avita yang tak kunjung kembali pun menyrusul, dari celah badan Avita, Drew melihat sosok perempuan dengan tinggi badang seratus enam puluh cm itu, itu, Salsa, Drew meneguk slavinanya, walau Avita memang tahu bahwa Drew memiliki Salsa, tapi jarang sekali Drew membuat Salsa dan Avita bertemu, Drew hanya ingin menjaga hati Avita. “Salsa?” suara itu semakin membuat suasana hati Avita semakin kacau, Avita tak mau melihat Salsa sekarang, terlebih tangan Drew yang menyentuh punggungnya membuat Avita melayang, sentuhan itu mengingatkannya kepada kejadian tadi malam, saat tangan Drew menyentuh pinggangnya, saat bibir itu menyapu wajahnya, dan saat semua kenyamanan itu membuat Avita melayang. “Happy aniversery.” Salsa berujar saat mereka sudah dipersilahkan duduk, bahkan Tante Mirna menunda makannya saat melihat Salsa datang. Avita yang sadar diri pun membantu Asisten Rumah Tangga Drew untuk membuatkan minum, Avita ikut mendudukan diri saat menyediakan air di meja ruang tamu, ia benar-benar diam sambil melirik Drew yang tak berkutik dan sama sekali tak berekpresi, bukan Drew sekali, Avita mengumpat dalam hati ternyata Drew benar-benar kejam, padahal hari ini hari bahagia Drew dan Salsa, tapi kenapa Drew malah memintanya dengan serius, beberapa waktu lalu. Saat ingin menyerahkan air untuk Salsa, tiba-tiba saja tangan Salsa terulur secara mendadak, membuat air itu jatuh membasahi paha mulus Avita. “Aw! Panas!” Komentar Avita tanpa bisa ditahan, saat merasakan air itu menjalar di kakinya. Drew berdiri dengan cepat, juga Tante Mirna, Drew langsung mengambil tisu dan membersihkan air yang panas itu di atas paha Avita, membuat semua menatap heran ke arah Drew, terlebih Salsa, seharusnya Drew tak perlu melakukan itu, itu semua pasti akan membuat semua orang di sana merasa ada yang aneh diantara Drew dan Avita. Tangan Drew yang lain juga ikut menyentuh pinggang Avita, Drew begitu mengkhuwatirkan Avita. “Kamu beneran enggak apa-apa?” Avita mengangguk lemah, setelahnya ponsel yang disakunya berbunyi nyaring membuat Avita dengan cepat mengangkatnya, sebelum benar-benar pergi, perempuan itu berpamitan dengan Tante Mirna, meninggalkan Drew dengan tatapan orang-orang sekitarnya.                                                                                                            ***   
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD