Tepat setelah di umumkannya pemilik Gold Company, sekaligus pewaris dari keluarga Maheswara, hari ini Bianca sudah menapakkan kedua kakinya di gedung perusahaan tersebut.
Kedatangan Bianca disambut dengan sangat baik oleh banyak karyawan. Semuanya berbaris berjejeran dengan rapi di sisi kanan dan kiri begitu Bianca berjalan memasuki gedung.
Semua karyawan bisa merasakan bagaimana aura Bianca yang begitu dominan. Benar-benar kuat akan pesonanya. Banyak yang memuji bagaimana gaya wanita itu yang sudah terlihat jiwa kepimpinannya. Ada pula yang memuji bagaimana kecantikannya yang alami itu.
Morning briefing hari ini berjalan begitu lancar. Acara penyambutan pemimpin baru juga berjalan sangat lancar.
“Saya harap, kita bisa bekerjasama dengan baik."
Suara tepukan tangan kini terdengar bergerumuh, ketika sambutan dari Bianca berakhir. Kemunculan Bianca benar-benar diterima dengan sangat baik.
Bianca dan Kevin langsung pergi meninggalkan ruangan berlangsungnya morning briefing lebih dulu.
Kevin ingin memperlihatkan ruangan milik Bianca, yang sebelumnya Kevin lah yang menempati ruangan tersebut.
Ruangan tersebut sama sekali tidak berubah sejak terakhir kali ayah mereka yang memimpin perusahaan. Bianca bahkan masih menghafal betul bagaimana ruangan sang ayah.
Bianca mengamati semuanya dengan seksama. Barang-barang, letak meja kerja, dan sofa yang ada di dalam ruangan tersebut juga tetap berada di posisinya sejak awal.
Bianca lantas menoleh ke arah Kevin dan tersenyum. “Terimakasih karena tidak merubah ruangan ini sedikit pun, Kak. Jadi berasa jika Papi masih ada di sini.”
Bianca teringat saat dulu sekali, waktu dia masih kecil, kira-kira masih berada di sekolah dasar, dia dibawa oleh sang ayah ke kantor. Maklum, saat itu ibunya sedang sibuk dan tidak bisa menjemputnya ke sekolah. Alhasil, sang ayah yang menjemput dan membawanya ke kantor sekalian. Bianca ingat sesibuk apa sang ayah di meja kerjanya. Tapi masih bisa mengajaknya bicara agar tidak cepat bosan.
“Kakak juga merasa begitu.” sahut Kevin dengan cepat. “Sekarang, silahkan duduk ke singgasana Anda ya, Ibu CEO yang terhormat.”
“Jangan panggil aku dengan sebutan ibu CEO Kak! Malu ih!”
“Kenapa harus malu? Memang kamu sudah menjadi ibu CEO sekarang ini, adik manis!” Kevin gemas, sampai-sampai mencubit pipi Bianca. Namun hanya dibalas dengan lirikan maut dari wanita itu.
“Cepat adik manis, cepat duduk di singgasana sekarang! Mau kakak fotoin.”
“Nggak perlu pake acara difotoin segala deh Kak. Lebih baik Kak Kevin cepetan bantuin aku. Beneran deh, aku belum banyak belajar soal bisnis.”
“Kan kakak udah bilang dari awal, kalau kakak bakal dampingin kamu dulu. Handle perusahaan emang nggak gampang, tapi kakak yakin kamu bisa. Nanti siang, kita bakalan ada rapat direksi. Kamu harus kenalan sama semuanya. Jangan sampai enggak.”
“Iya Kak Kevin sayaang.”
Kevin lekas menggeleng dan mendekat ke arah Bianca yang kini sudah mendudukkan diri di kursinya. Kevin mengambil tumpukan berkas yang sengaja di sendirikan sebelumnya kemarin.
“Ini, berkas-berkas yang perlu kamu pelajari. Untuk sekarang, kamu fokus pelajari ini dulu. Nanti saat ada meeting, biar aku yang memimpin dan kamu lihat bagaimana caranya berkomunikasi dengan klien.”
“Oke, ngerti. Kalau begitu, aku pelajari dulu berkas-berkas ini Kak.”
“Ya sudah, tanyakan jika ada yang belum kamu mengerti.” sahut Kevin dan Bianca langsung menganggukkan kepalanya.
+++
Sudah berjalan semingguan ini, Bianca menjadi pemimpin perusahaan Gold Company. Bianca benar-benar belajar dengan baik. Perkembangannya sudah semakin pesat sekarang. Dia juga sudah bisa menghandle rapat sendiri tanpa didampingi oleh Kevin. Hanya saja, sebelum menyuarakan idenya, Bianca selalu meminta pendapat Kevin terlebih dahulu.
Bianca begitu bersemangat untuk terus mempelajari semuanya tentang bisnis, agar jauh lebih berkembang lagi pemikiran dan pemahamannya.
Tidak pernah terbesit dalam pikirannya akan memimpin perusahaan, setelah tiga tahun lalu dia meminta sang kakak untuk memimpin perusahaan tersebut. Bianca memilih untuk meninggalkan segala kemewahan yang dia punya untuk membersamai pria yang masih berjuang dari nol. Tapi ternyata, ketulusannya berujung dengan pengkhianatan.
“Selamat siang, Bu Bianca.” sapa ramah Rima, selaku sekretaris Bianca. “Maaf menganggu waktunya. Saya hanya ingin mengingatkan jika Ibu ada janji temu dengan klien di luar. Lalu malamnya, Bu Bianca harus menghadiri acara jamuan makan malam di tempat Pak Hermansyah.”
Bianca mengangguk, “iya Rim, terimakasih sudah di ingatkan. Oh ya, tolong siapkan berkas yang perlu saya bawa ya.”
“Baik Bu, segera saya siapkan.”
“Satu lagi, yang acara jamuan makan malam dengan Pak Hermansyah itu, bisa dibatalkan saja tidak? Saya sepertinya tidak bisa hadir ke sana.”
“Tapi Bu, Pak Hermansyah termasuk klien penting di sini. Memangnya, Bu Bianca ada acara lain?”
Bianca mengangguk saja, agar Rima percaya. Jujur saja, mendengar nama orang itu disebut, membuat Bianca malas duluan. Lagi pula juga harusnya tidak masalah jika dia tidak datang ke acara tersebut. Hanya sekedar makan malam biasa dan berakhir membicarakan soal bisnis. Biasanya juga begitu, pikirnya.
“Baiklah Bu, saya akan coba mengirimkan pesan permohonan maaf, jika Bu Bianca tidak bisa menghadiri acara tersebut nanti malam.”