“APA?!”
Daviendra terkejut bukan main, saat salah satu investor terbaiknya memutuskan untuk berhenti menyuntikkan dana ke perusahaan yang sedang dia pegang saat ini.
Investor terbesarnya adalah Gold Company. Tentu saja perusahaannya membutuhkan Gold Company agar perusahaan dapat meningkatkan peralatan usaha, menambah karyawan, dan melakukan ekspansi pada usahanya.
Kepala Daviendra berdenyut nyeri jika begini. Apa jadinya perusahaan yang dia pimpin ini kehilangan investor terbesarnya?
Sialnya, pemimpin Gold Company yang sekarang adalah Bianca, mantan istrinya. Davi yakin, jika Bianca sengaja mencabut dana yang baru diberikan pada perusahaan, dan berhenti untuk tidak menyuntikkan dana kembali.
“Coba kau hubungi Gold Company, tanyakan apa alasan mereka memilih berhenti untuk menyuntikkan dana di perusahaan ini. Pasti ada alasan kuat kenapa mereka tiba-tiba memilih untuk berhenti menjadi investor. Aku butuh alasan yang jelas.”
“Baik Pak, saya akan coba menghubungi pihak Gold Company.” sahut sekretaris Daviendra. “Kalau begitu, saya permisi dulu Pak.”
“Kabari segera!”
“Baik Pak. Saya akan segera beritahu Pak Davi jika pihak Gold Company sudah membalas pesan saya.” jawabnya dengan tetap tenang. “Kalau begitu, saya permisi Pak.”
Davi hanya mengangguk sebagai balasan, dan begitu pintu ruangannya tertutup, Daviendra lekas meraih ponselnya untuk menghubungi seseorang.
Davi menghembuskan napas frustasi, saat panggilannya ditolak oleh Bianca berkali-kali. Sesusah itu untuknya menghubungi Bianca. Nomor Kevin juga mendadak tidak bisa dihubungi.
“Sialan! Harus bagaimana sekarang aku ini? Aku yakin sekali, jika Bianca sengaja melakukan ini pada perusahaan ku. Tapi kenapa dia sampai setega ini? Apa Bianca sengaja ingin membuatku hancur?” monolognya.
Daviendra lantas menggelengkan kepalanya. Dia agaknya percaya jika Bianca pasti tidak mungkin setega itu, sampai harus berhenti menyuntikkan dana ke perusahaannya. Sungguh, Gold Company adalah investor utama di perusahaannya sejak awal. Bahkan di saat perusahaan tersebut masih dirintis sedari bawah, hanya Gold Company yang mau menjadi investor tetap untuk perusahaannya tersebut.
Mengingat Bianca ternyata adalah pemilik sekaligus pewaris, membuatnya yakin jika dulu Gold Company mau memberikan dana pada perusahaan kecil miliknya karena Bianca. Pasti Bianca yang melakukan itu. Lalu sekarang, Bianca mengambilnya kembali.
Davi mengusap wajahnya kasar. Semuanya benar-benar terasa begitu cepat. Bagaimana mungkin, perusahaannya jadi kacau begini hanya karena satu masalah?
“Bianca, sesakit hati itukah kamu? Sampai-sampai berbuat seperti ini pada perusahaan ku hanya karena ingin melihatku hancur? Ya, kamu ingin membuatku hancur?”
Sementara itu di lain tempat, Bianca baru saja menyelesaikan meeting bersama klien barunya di salah satu restoran, sekalian untuk makan siang.
Bianca tampak terlihat sumringah, sebab dia dan sang klien sudah mencapai kesepakatan yang akan sama-sama saling menguntungkan. Bianca jadi bangga pada diri sendiri, sebab bisa melakukannya dengan baik, tanpa di dampingi lagi oleh sang kakak.
“Baiklah kalau begitu, Bu Bianca, saya pamit sekarang.”
“Baik Pak. Terimakasih sebelumnya. Semoga kerjasama kita bisa berjalan dengan lancar.”
“Ya, mari Bu...”
Bianca mengangguk seraya tersenyum ke arah klien nya tersebut. Barulah setelah itu, Bianca kembali mendudukkan diri untuk melanjutkan makan siangnya yang belum habis.
“Kin, bagaimana? Kamu sudah kirim pesan kan kalau saya tidak bisa hadir ke acaranya Pak Hermansyah?”
“Sudah kok Bu, saya sudah kirim pesan ke sekretaris Pak Hermansyah, jika Bu Bianca tidak bisa hadir.”
“Baguslah kalau begitu, Kin.”
“Oh ya Bu, dari pihak Pak Daviendra menghubungi saya, jika beliau bertanya soal alasan Bu Bianca berhenti menyuntikkan dana ke perusahaannya. Beliau butuh alasan yang tepat katanya Bu. Saya sudah coba menjelaskan, tapi beliau inginnya Bu Bianca sendiri yang bicara. Ibu Bianca bersedia? Kalau tidak, juga tidak akan jadi masalah. Karena ini hak Bu Bianca.”
“Saya tidak mau bicara atau menjelaskan apa alasannya pada Pak Davi. Karena menurut saya, beliau juga pasti tau apa alasannya.”
“Baiklah Bu, saya mengerti.”
“Kamu jika sudah selesai bisa langsung kembali ke kantor saja ya, Kin. Saya masih mau di sini, menunggu Pak Kevin kemari. Jadi kamu pulang naik mobil kantor saja.”
“Tidak apa-apa nih Bu kalau saya pulang duluan? Beneran tidak mau ditunggu supir kantor saja? Biar saya pesan taksi online saja, Bu.”
“Tidak perlu Kin, jangan pulang ke kantor naik taksi online. Lagi pula nanti saya kembali ke kantor dengan Pak Kevin. Jadi santai saja.”
Kinanti lantas mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti. “Ya sudah kalau begitu Bu, saya pamit sekarang juga. Sekalian nanti sampai kantor mau mempersiapkan berkas yang akan Ibu bawa untuk rapat besok pagi.”
“Ya, Kin. Hati-hati.”
Kini, tinggal Bianca seorang yang ada di meja tersebut. Menunggu sang kakak datang, setelah sebelumnya mereka membuat janji untuk bertemu.
Tidak sampai 10 menit menunggu di sana sendirian, sang kakak tiba tepat waktu dari jam yang diperkirakan.
“Tadi katanya sampai sini setengah jam lagi? Belum ada 10 menit aku nungguin, kakak udah nongol duluan. Ngebut ya pasti?”
“Ngebut dikit nggak apa-apa dong? Lagian biar cepat sampai.” sahut Kevin. Lalu matanya melirik ke arah piring Bianca yang masih terlihat utuh makanannya. ”Kebiasaan banget nih, makannya nggak dihabisin.”
“Udah kenyang duluan Kak.”
“Alesannya begitu terus.”
“Udah deh, jangan ngomel kayak emak-emak Kak. Lebih baik, kakak lihat ini. Davi mulai kalang kabut hanya karena Gold Company berhenti menjadi investor di perusahaannya. Dia terus-terusan telepon aku, tapi sama sekali nggak aku angkat. Bahkan aku reject gitu aja.”
“Kayaknya dia udah sadar kalau kesuksesan dia ini berawal dari kamu. Ya, kamu yang minta kakak buat jadi investor pertama dan tetap untuk perusahaan Davi yang masih merintis dari nol. Benar-benar dari nol sekali.”
“Ini bahkan baru awalan Kak, tapi Davi udah kalang kabut kayak begitu.”
“Jelas dia kalang kabut Bi, kan hanya Gold Company yang menjadi investor terbanyak di perusahaan itu.”
“Aku jadi tidak sabar untuk menghancurkannya lebih dalam lagi.” sahut Bianca dengan tatapan penuh keyakinan. Dia benar-benar ingin membuat Daviendra hancur di masa kejayaannya ini.