Resmi Bercerai

1005 Words
Akhirnya, hari yang ditunggu-tunggu oleh Bianca tiba juga. Hari dimana dia resmi bercerai dengan Daviendra Aksara. Di akhir persidangan tersebut, hanya Bianca yang hadir dan pihak Daviendra hanya di wakilkan oleh pengacaranya. Bianca sama sekali tidak masalah akan hal tersebut. Yang terpenting dari semua ini, proses perceraiannya dengan Daviendra berjalan dengan lancar, tanpa adanya drama seperti di awal-awal. Bianca akhirnya bisa bernapas lega sekarang. Satu langkah sudah dia lalui. Tinggal memikirkan langkah-langkah berikutnya untuk membalaskan dendamnya pada sang mantan suami dan keluarganya. Terutama pada mantan ibu mertuanya itu, dan juga mantan adik iparnya. Kedua wanita itu memang harus Bianca beri pelajaran, agar bisa memperlakukan orang lain dengan baik tanpa pilih kasih. Sekalian juga dia akan memberinya pelajaran, bagaimana caranya menghargai uang. Dan untuk Daviendra, tentu saja, penderitaan ibu dan adiknya sudah pasti akan membuat pria itu hancur. Selain itu, Bianca juga memiliki planning lainnya untuk membalas sakit hatinya pada sang mantan suami. Sakit yang Bianca rasakan masih begitu membekas. Dia tidak akan pernah bisa melupakan kejadian malam itu. Malam dimana dia mengetahui kebusukan suaminya sendiri. “Selamat ya adikku tersayang! Akhirnya kau resmi bercerai juga dari pria itu.” seru Kevin. Pria itu memberikan pelukan sebagai tanda selamat untuk Bianca. Jangan ditanya seberapa bahagianya Kevin saat ini. Tentu sangat bahagia. Adik yang selalu dia jaga, akhirnya resmi bercerai. Dia tidak akan pernah rela jika adiknya disakiti. Kevin dan almarhum kedua orang tua mereka bahkan sedikit pun tidak pernah menyakiti Bianca. “Thanks, Kak. Tapi, kenapa jadi kamu yang kelihatan bahagia banget tau aku resmi bercerai?” “Jelas bahagia lah. Adikku tersayang ini akhirnya lepas dari pria yang tidak tau diri itu. Dan juga lepas dari keluarganya yang toxic parah. Harusnya dari awal kamu masuk ke dalam keluarga itu, kamu bilang ke kakak, kalau mereka memperlakukan kamu dengan buruk.” Mendengar sang kakak menyinggung hal itu, membuat Bianca tersenyum miris. Bianca selalu ingat setiap hal yang sudah menyakitinya. Perlakuan mantan ibu mertua dan mantan adik iparnya itu sudah terekam jelas dalam ingatan. Bagaimana cara pandangnya, cara memperlakukannya seperti pembantu, lalu mengaku-ngaku jika mereka yang mengerjakan semuanya agar dipandang baik oleh Davi. Hal bodoh yang sangat Bianca sesali adalah, keterdiamannya. Ya! Kenapa juga dia harus diam selama hampir tiga tahun? Harusnya sejak awal dia lawan saja Wulan dan Kamala. Cintanya pada Daviendra saat itu memang membuatnya bodoh. Jika bisa di ulang, memang harusnya dia tidak perlu bertemu dengan Daviendra. Agar dia tidak perlu menahan rasa sakit diperlakukan buruk oleh mertua dan berakhir di khianati. “Coba saja dari awal kamu jujur bagaimana keluarga pria itu memperlakukanmu, kakak pasti sudah menarikmu keluar dari sana. Tidak akan aku biarkan kamu hidup di tengah-tengah keluarga yang tidak benar itu.” Bianca mengusap lengan sang kakak lembut. Berusaha untuk meredakan emosinya yang masih tersimpan. Bianca tau, betapa tidak terimanya Kevin saat mengetahui apa yang dia alami. Hanya saja, Bianca mencegahnya untuk tidak bermain hakim sendiri pada Daviendra. Sebab Bianca mau menyelesaikan semuanya sendiri. Dia tidak mau mengotori tangan kakaknya untuk melakukan itu. Dia harus balas dendam dengan cara yang terbaik dan tidak akan mungkin bisa di lupakan. “Kakak seneng karena pikiran kamu masih waras dengan menggugatnya lebih dulu. Sekarang, ayo kita rayakan status baru kamu itu Bi!” Kening Bianca mengerut bingung, “dirayakan gimana maksudnya Kak?” “Party! Kita buat party kecil-kecilan di rumah. Bagaimana?” “Ngapain juga sih mau bikin party segala? Statusnya cuma berubah jadi janda doang ini. Ya kali bikin party?” “Harus Bi! Pokoknya kamu terima beres. Biar kakak yang urus semuanya. Kita rayakan di rumah.” Melihat bagaimana kakaknya begitu bersemangat untuk menyiapkan pesta, tentu saja Bianca tidak mungkin tega menolaknya. Bianca lantas mengangguk mengiyakan. “Party party yeah!” +++ Jika Bianca merayakan status barunya dengan pesta, beda halnya dengan Daviendra yang justru meratapi semuanya. Pria itu menatap kosong langit-langit kamar. Rasanya begitu hampa. Tidak ada gairah hidup dalam dirinya, begitu dia dan Bianca resmi bercerai. Pikiran Davi sangat berantakan saat ini. Dia bahkan sampai tidak nafsu makan hanya karena masalah tersebut. Belum lagi soal Renata yang hamil anaknya. Sungguh, Davi tidak menyangka jika Renata bisa sampai hamil. Daviendra bangkit begitu mendengar ponselnya berdering. Pria itu menatap penuh emosi begitu nama Renata muncul di sana. Awal mula masalah ini terjadi ya gara-gara wanita itu. "Arghh! Sialan!” geram Daviendra sembari melempar ponselnya, hingga mengenai Cermin meja rias milik Bianca. Cermin pecah, menimbulkan suara yang begitu berisik. Beberapa skincare dan alat makeup yang ada di atas meja itu juga turut berantakan. Wulan yang mendengar suara pecahan kaca dari kamar Daviendra, dengan segera datang untuk melihatnya. Wanita paruh baya itu syok, begitu melihat kamar Davi yang berantakan. Dia sampai geleng-geleng kepala. “Astaga Daviendra! Ini kamar sudah mirip dengan kapal pecah! Jangan jadi seperti orang gila hanya karena perempuan! Jika dia tau kamu terpuruk begini, dia jadi senang asal kamu tau! Dia happy-happy dengan gadunn nya, sementara kamu meratapi perceraian sampai sebegininya. Lebih baik kamu temui Renata, ajak dia makan malam atau pergi kemana agar dia senang. Jika Renata senang, bayi yang ada di kandungannya juga pasti akan senang. Ingat ya Davi, Renata itu sedang mengandung anak kamu. Jangan bikin ibu marah karena tingkah kamu begini ya!” Daviendra merasa tertampar sekarang. Wanita itu—Renata, bagaimana pun sedang mengandung anaknya. Sebagai laki-laki yang baik, tentu saja dia tidak bisa lepas dari tanggungjawab begitu saja. Meskipun ini semua tak pernah dia inginkan. Kenapa harus Renata? “Sudah sana, bersih-bersih dan temui Renata. Jangan pikirkan mantan istrimu yang tidak tau diri itu. Dia pasti sedang bersenang-senang dengan para gadunnya. Ingat Davi, dia berani pergi dengan pria lain di hadapanmu. Itu saja sudah menunjukkan jika dia memang wanita tidak benar. Bersyukur sekarang kalian sudah resmi bercerai.” “Sudah? Sudah selesai kan ibu bicaranya? Jika sudah, bisa keluar dari kamarku sekarang?” “Ya, ibu akan keluar sekarang. Kau mandi yang bersih. Biar kamarmu yang berantakan ini ibu bersihkan nanti.” “Sekarang, Bu. Bisa kan? Keluar sekarang?” Tanpa menyahut kembali, Wulan lekas keluar dari kamar Daviendra, sesuai dengan keinginan pria itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD