Arvin menatap sinis, tangannya menggenggam jemari Windy yang gemetar. "Memang cuma lo yang mau gue sakiti. Mereka cuma cowok bodoh yang nggak beruntung karena berusaha bahagiain lo. Lo nggak perlu ngelakuin apa pun. Gue nggak minat lagi sama lo. Cukup terus menderita begini, biar gue makin merasa puas." Luna tertegun. Windy pernah cerita padanya tentang laki-laki yang pernah ditolaknya dan kini membencinya. Mungkinkah orang itu adalah Arvin? Haruskah saat ini dia justru tertarik pada Arvin yang sudah mencelakakan kakak dan Reyhan yang sangat dia cintai? Semua pemikiran itu menguasai kepalanya. Luna melihat Windy merasakan dilemma yang cukup berat. Dia sangat sedih melihat sorot mata Windy. Windy akhirnya sadar, kesalahan kecil di masa lalu itu ternyata berdampak yang sangat besar bagi ha