Pagi-pagi sekali, udara masih sangat dingin dan kabut tebal mewarnai udara di sekitar. Sekalipun jarak pandang terbatas, mereka akan tetap kembali ke Bandung untuk mengakhiri liburan kali ini. Dua mobil terparkir di pelataran villa. Mereka sudah mondar-mandir memasukkan barang ke mobil, bersiap meninggalkan tempat indah penuh kenangan yang mereka jalani dua minggu terakhir.
"Fandy, apa lo udah masukin gitar gue ke mobil lo?" seru Ares dengan wajah kusut. Dia tampak mengacak-acak rambut hingga membuat wajah cemberutnya menimbulkan kesan semakin imut.
"Hah? Lo pikir gitar lo itu cewek cantik yang setiap saat harus gue gendong?" celoteh Fandy.
Ares terperangah, mereka semua tertawa. Setelah ini, mereka akan menjalani hari seperti biasa di sekolah. Tidak bagi Reyhan dan Windy. Mereka akan membuka lembaran baru yang sulit. Bukan sahabat lagi. Sejenak, Reyhan menatap keindahan villa dan taman hijau, menatap dengan wajah sendu.
'Mungkin untuk seterusnya, aku akan benci tempat ini. Karena di sini akhir hubunganku dengan Barbie-ku. Dia awalnya milikku, kenapa harus jadi milik orang lain, Tuhan? Tapi aku nggak akan menyalahkan takdir. Windy-lah yang udah milih Chandra dan ninggalin aku. Bantu aku ngelupain dia, Tuhan,' batinnya.
Lalu tatapannya bertemu dengan Windy, namun keduanya segera mengalihkannya. Reyhan masuk ke mobil, menyisakan Windy di sana. Windy menatap taman indah yang menjadi saksi cinta yang dimiliki Reyhan padanya.
'Tuhan, jangan pernah bawa aku lagi ke tempat ini. Karena di sini ... aku kehilangan alien kesayanganku. Kalau detak aneh yang kurasakan ini cuma sisa sensasi dari ciumannya malam itu, tolong bantu aku ngelupain dia. Tapi kalau detak ini cinta, bantu aku memastikan siapa kekasih yang Kau takdirkan untukku,' batin Windy.
Windy dan Reyhan meninggalkan kenangan manis dan pahit mereka di tempat ini. Entah bagaimana mereka bisa hidup tanpa saling bicara dan menjaga jarak. Mereka selalu bersama, satu kelas, satu komplek perumahan, bahkan kedua orangtua mereka berteman baik.
"Sayang, ayo pergi!" ajak Chandra sambil merangkul bahu Windy.
Kedua mobil itu melaju gesit meninggalkan pelataran villa. Saat ini, hubungan yang erat sedang berusaha mereka lepaskan. Hubungan baru akan segera dimulai. Reyhan menjalani hubungan terpaksanya dengan Karina. Windy juga mencoba kembali membangun hatinya utuh untuk Chandra.
Perjalanan menuju Bandung terasa begitu canggung. Dua pasang kekasih yang saat ini merajut ikatan pun terlihat saling tak acuh disatukan dalam satu mobil. Reyhan tampak dingin menyetir mobilnya. Dia harus bersabar mendengarkan gurauan Chandra menggoda Windy di jok belakang. Namun, menyembunyikan rasa milik sendiri adalah awal mula Reyhan harus kehilangan sahabatnya, Barbie Girl-nya. Karina yang tahu jelas keadaan hati Reyhan saat ini pun semakin terbakar cemburu. Begitu besar kedudukan Windy di hati Reyhan.
"Kira-kira berapa jam lagi kita sampai ke Bandung, Rey?" tanya Karina, memulai topik pembicaraan.
"Setengah jam lagi," ujar Reyhan tanpa menggeser sedikit pun pandangannya.
Saat ini Reyhan ingin sekali lari atau menghindar dari sisi Windy. Dia berusaha menolak tatapan sendu Windy yang disajikan wanita itu untuknya. Windy pun sebenarnya tak ingin di posisi sulit ini. Hubungan persahabatan bertahun-tahun akhirnya harus kandas hanya karena kecemburuan Chandra dan keegoisan Reyhan. Windy yang berada di posisi terjepit, tentu saja tak bisa menyalahkan Chandra. Namun, pernyataan cinta Reyhan menimbulkan sensasi detak jantung yang berbeda bagi Windy. Kecanggungan Windy menatap mata Reyhan akan mengikis perlahan cinta Chandra di hatinya, kelak.
'Apa yang harus kulakukan? Cuma bayangin hariku tanpa dia aja, rasanya pengen nangis terus. Apa keputusanku ini benar? Apa aku harus ninggalin Reyhan demi Chandra? Aku cinta banget sama Chandra, tapi aku nggak bisa mutusin persahabatan dengan Rey gitu aja. Aku sayang banget sama dia,' batin Windy.
Windy mengalihkan wajahnya, menghapus sejenak tetes air mata yang mengalir. Dia takut Chandra akan menyadari kegundahan hatinya. Saat ini Windy sudah kehilangan Reyhan, dia tak ingin Chandra cemburu dan juga meninggalkannya.
"Sayang, kenapa?" tanya Chandra.
Windy mengurai senyum tipis, bersandar di bahu Chandra. Pria berwajah manis itu mengusap rambut Windy. Chandra hanya ingin Windy seutuhnya memikirkannya. Membiarkan kekasihnya dekat dengan pria lain, pria mana yang bisa terima?
'Maafin keegoisanku, Windy. Aku cuma nggak mau kehilangan kamu. Sulit buatku harus ngeliat kamu perhatian banget ke Reyhan. Kalau cinta di hatiku ini satu bentuk keegoisan, kamu boleh benci aku asalkan kamu jangan pergi ninggalin aku,' tutur hati Chandra.
Dering ponsel Windy menyela kebisuan dan suasana hati mereka. Dia mengangkat panggilan secepat mungkin saat tertera di layar ponsel-nya berisi panggilan dari ibunya.
"Ya, Ma?"
"Kapan kalian balik, Sayang?" tanya ibunya dari seberang.
"Kami lagi dalam perjalanan pulang, Ma."
"Kamu bisa tinggal sementara di rumah Rey, nggak?"
"Mama bercanda, 'kan?" tanya Windy, seolah tak percaya dengan keputusan dadakan sang mama.
"Serius, Sayang. Seminggu ini kami harus pergi ke Singapore. Kami mau menghabiskan seminggu di sana sebelum dia kembali ke rumah. Ga apa-apa, kan? Tadi mama juga udah menghubungi Tante Raya, tapi mama nggak tau dia sudah mengabari Reyhan atau belum."
"Ga, Ma. Aku nggak mau," tolak Windy sedikit merengek.
Chandra dan Reyhan tampak mengerutkan dahi mendengar suara kebingungan Windy. Tinggal satu rumah dengan Reyhan? Mungkin selama ini tak jadi masalah. Akan tetapi, saat ini hubungan mereka tengah renggang. Tentu saja akan semakin membakar bara api yang tersisa di hati Chandra.
"Kenapa merengek gitu? Kamu juga sudah sering menginap di rumah Reyhan, 'kan? Tante Raya juga sayang sama kamu. Dia itu sahabat mama. Ga mungkin dia nolak kamu."
"Bukan itu, Ma."
"Lalu? Di mana masalahnya? Kamu takut tinggal satu rumah dengan Reyhan? Apa dia berbuat nggak sopan padamu? Ayolah, kalian sudah bersama sejak kecil. Waktu kecil saja kalian tidur sekamar dan selalu lengket seperti saudara kembar. Kenapa sekarang kamu terdengar mengeluh?"
Windy semakin kalut, mengacak rambutnya sejenak. Entah kenapa jantungnya berdebar-debar ketika ibunya menyinggung soal keakraban mereka. Dia tak tahu bagaimana cara menyampaikan hal ini pada Reyhan. Dia juga takkan siap menerima kemarahan Chandra.
"Oke?" seru mamanya, lagi.
"Iya, Ma."
Windy mendengus perlahan, mengakhiri pembicaraan dengan perintah konyol itu. Sejenak, dia menatap ke arah spion mobil. Tak sengaja tatapannya bertabrakan dengan Reyhan, segera saja dia menunduk. Windy sedikit ragu, lantas memegang tangan Chandra agar sentuhannya itu tak begitu cepat menaikkan tensi emosi Chandra.
"Papa-mamaku pergi ke Singapore untuk waktu seminggu, trus mereka nggak ngizinin aku tinggal sendirian di rumah, Chan," tutur Windy.
"Trus? Kamu harus ke mana?"
"Itu juga yang lagi kupikirin."
Chandra tersenyum kecil. "Kamu tinggal di rumahku aja, ya. Orangtuaku juga jarang di rumah. Aku akan bilang ke mereka kalau-"
"Woi! Pikiran lo udah ketebak, Chan," sela Karina.
Di tengah perdebatan mereka, Windy berharap Reyhan mengajaknya lebih dulu tinggal di rumahnya. Selama ini memang Reyhan-lah tempat dia bersandar dan meminta perlindungan. Namun, sikap dingin Reyhan sekarang membuat Windy sedih. Sepertinya Reyhan serius dengan ucapannya untuk mengakhiri persahabatan mereka.
"Rin, aku tinggal di rumah kamu aja, ya! Please."
"Ck, sejak kapan kita akrab? Lagian aku punya dua abang. Ga baik kalau ada cewek lain tinggal di rumah," ketus Karina.
Chandra sebenarnya tahu apa yang terjadi. Hubungan keluarga Windy dan Reyhan itu sangat dekat. Keluarga Pramana dan Keluarga Wijaya sudah akrab sejak dulu. Tak mungkin mamanya meninggalkan Windy begitu saja tanpa menitipkan putri tersayangnya itu pada orang yang dia percayai. Windy masih berwajah teduh. Chandra tampak kesal sambil mengalihkan wajahnya. Dia menatap pemandangan indah sepanjang mereka melintas dari kaca jendela yang sedikit berembun.
Dering ponsel Reyhan terdengar. Panggilan masuk dari Tante Wenny tertulis jelas di layar ponsel-nya. Reyhan mengangkat panggilan dengan raut yang sama bingungnya dengan Windy.
"Ya, Tan," sapa Reyhan.
"Rey, mamamu udah bilang, belum? Tante titip Windy, ya! Tolong jaga Windy selama tante dan om di Singapore. Awas, jangan lecet sedikit pun. Jaga dia dari pacarnya itu. Jujur, tante kurang suka dengan cowok itu."
"Tapi, Tan-"
"Kamu kenapa lagi, Rey? Kamu sama canggungnya kayak Windy. Ya udah, tante mau berangkat, nih. Jaga dia, ya. Kalau dia nggak mau dengerin kamu, aduin aja ke Tante."
"Baik, Tan."