Memilih pergi

1492 Words
Pagi itu Senopati terbangun dan ia menghela napasnya karena ia ingat begitu jelas apa yang telah ia lakukan kepada Alea.  Seorang Senopati bukan penganut seks bebas mesikpun ia telah lama tinggal diluar negeri. Malam tadi adalah hari tersialnya karena salah satu koleganya telah menjebaknya dengan memberikan obat perangsang padanya dan dicampur kedalam alkohol. Kesialan itu, membuatnya segera pulang karena ia tidak ingin menambah masalah dengan menyetuh perempuan yang bukan istrinya. Istri?  Kata itu langsung teringiang ditelingannya jika saat ini ia telah menyentuh istrinya yang sebentar lagi mungkin akan ia ceraikan.  Mungkin?  setelah kejadian ini Senopati sepertinya akan membatalkannya.  Ia melihat noda darah yang ada atas tempat tidurnya membuatnya menghembuskan napas kasarnya.  Senopati segera bangun dan melangkahkan kakinya masuk kedalam kamar mandi.  Ia membersihkan tubuhnya sambil memikirkan apa yang akan ia katakan kepada Aleandra nanti.  Setelah mandi,  ia segera memakai pakaiannya dan keluar dari dalam kamarnya.  Ia tidak melihat keberadaan Alea yang biasanya ada di dapur menyiapkan sarapan, walaupun selama ini  ia tidak pernah memakan masakan Alea.  Senopati masuk ke dalam ruang kerjanya dan ia segera mengambil berkas yang berisi surat perjanjian kontrak yang telah ia dan Alea tanda tangani.  Senopati merobek kertas itu dan ia  membuangnya kedalam kotak sampah.  Ia akan membatalkan perjanjian itu dan akan bertanggung jawab atas kehidupan Alea. Walaupun ia akan meninggalkan Alea dalam waktu cukup lama karena ia akan melanjutkan kuliahnya di Amerika.  Seno mengetuk pintu kamar Alea  namun tidak mendengar suara yang terdengar dari dalam kamar Alea, membuat Seno memilih untuk segera masuk.  Ia melihat kamar Alea terlihat rapi, namun Alea tidak berada disana.  Seno memasuki kamar mandi dan mengedarkan pandangannya. Ia menghela napasnya karena Alea tidak terlihat.  Seno membuka lemari pakaian Alea dan lemari itu kosong menyisahkan sepucuk surat yang membuat amarahnya memuncak. "Terimakasih Kak karena malam tadi kau benar-benar menghancurkanmu.  Aku pergi karena hubungan kita telah berakhir walau masih tersisa satu minggu lagi. Semoga kita tidak akan pernah bertemu lagi, karena melihatmu hanya akan mengingatkanku jika aku pernah menjadi istrimu. Semuanya aku kembalikan! Tidak perlu membayarku sebagai mantan istrimu. Aku cukup berterimakasih  karena kau memberikanku tempat tinggal selama satu tahun di Apartemen mewahmu ini dan menggunakan uangmu untuk membayar pendidikanku selama satu tahun." Seno meremukkan kertas yang ditulis Alea dan ia melemparkan dengan kasar.  Ia kemudian meminta orang suruhannya mencari keberadaan Alea karena sebelum pergi kembali ke Amerika, ia ingin permasalahan ini selesai.  Ia akan bertanggung jawab atas hidup Alea. Namun setelah satu bulan setelah kepergiaan Alea,  Senopati tidak menemukan jejak Alea. Ia kemudian akhirnya memilih untuk pergi ke Amerika. Semua keluarga tidak tahu tentang masalah yang dihadapi Alea dan Senopati.  Alea benar-benar menghilang dan itu membuat Lukman Aditya Aindra murka karena putri sulungnya itu telah membuatnya malu.  Apalagi istrinya mengatakan Alea kabur bersama laki-laki lain dan meninggalkan Senopati.  ***     Aleandra memilih tinggal di Jogya. Ia memulai kehidupannya sebagai Aleandra yang baru bukan sebagai istri dari Senopati Arya Bagaskara dan juga bukan sebagai putri sulung Lukman Hidayat Aindra.  Alea menghilangkan nama Aindra dan hanya memakai nama depannya saja, yaitu Aleandra Jovanka. Alea menyewa sebuah kamar kecil, dengan kamar mandi didalamnya.  Baru kali ini ia hidup tanpa kemewahaan dan  hidup sendirian.     Alea yakin saat ini Senopati Arya Bagaskara mantan suaminya itu telah pergi ke Amerika.  Ia telah bekerja dan sambil berkuliah mengambil jurusan ekonomi.  Atas bantuan salah satu temannya, Alea bisa memindahkan nilai-nilainya di dua semester  ke Universitas barunya dan ia bisa mengambil mata kuliah yang belum ia ambil. Alea bisa melanjutkan semester tiga di Universitas baru ini. Hari ini Alea sangat lelah,  sejak tadi perutnya bergejolak dan ia tiba-tiba merasa ada sesuatu yang salah pada tubuhnya.  Alea memejamkan matanya karena ia harap apa yang ia pikirkan tidak terjadi saat ini.     "Baru pertama kalinya bagaimana bisa?" ucap Alea menyetuh perutbya dan ia takut,  bingung dan cemas saat ini.  "Kalau benar aku harus bagaimana?" lirih Alea.     Alea mengganti pakaiannya dengan cepat dan ia harus segera memeriksakannya dengan  membeli alat tes kehamilan. Alea menarik handel pintu kamarnya dan segera keluar. Ia mengunci pintunya dan memasukan kunci rumahnya kedalam tasnya. "Alea nggak pergi kerja?" tanya Dea tetangga yang menyewa disebelah kamarnya. "Aku kurang enak badan De," ucap Alea. "Mau ke dokter?" tanya Dea. "Nggak De,  aku mau ke apotik. kamu nitip nggak?" tanya Alea. "Nggak Le, aku mau lanjut tidur semalam angkringan rame banget.  Capek Al udah nyuci baju mau lanjut bermimpi indah," ucap Dea.  "Sana pergi wajah kamu pucat banget.  Kayaknya kamu mesti ke Dokter aja  Le!" ucap Dea. "Aku pergi ya De,  Assalamualikum." "Waalaikumsalam."     Alea melangkahkan kakinya menuju Apotik yang tidak terlalu jauh dari kontrakannya.  Pikirannya berkecamuk saat ini apalagi jika ia sedang mengandung.  Alea menghela napasnya karena mungkin saat ini yang terlihat mencari keberadaannya adalah Ningrum Maminya Senopati Arya Bagaskara.  Sedangkan Papa dan Mama tirinya mungki saat ini sedang mengutuknya karena memutuskan untuk bercerai dari Senopati.     Alea sampai di Apotik dan ia segera mengatakan kepada karyawan Apotik, apa yang ingin ia beli.  Alea merasa malu dan  ia  membayarnya lalu segera mempercepat langkahnya keluar dari apotik.  Alea  melangkahkan kakinya dengan pelan,    entah sejak kapan ia merasa jatuh cinta pada Senopati Arya Bagaskara, padahal Seno jelas-jelas tidak menyukainya.  Bahkan apapun yang dimasak Alea, Seno tidak akan memakannya.  Alea pernah mengikuti saran dari Ningrum Maminya Seno jika ia harus berusaha mengambil hati Seno walaupun saat itu ia tidak menyukai Seno.  Beberapa menit kemudian ia sampai di kontrakannya.  Alea segera masuk ke kamar mandi dan meemeriksanya dengan alat tes kehamilan itu.  Sejak bangun tidur dan merasakan mual  ia  belum sempat buang air kecil.  Alea menunggu hasil pemeriksaan itu dan setelah menunggu beberapa menit, akhirnya ia mengambil alat tes kehamilan dan melihatnya.      Alea terduduk lemas saat melihat dua garis tertera disana.  Alea meneteskan air matanya karena kehadiran bayi ini pasti akan membuatnya kembali bertemu Senopati suatu saat nanti.  Alea tidak mungkin selamanya berada di Jogja,  ia memiliki Papanya sebagai orang tuanya dan ia menyayangi Papanya.  Walaupun Lukman mungkin masih  sangat murka padanya saat ini. "Apa yang harus aku lakukan?" lirih Alea.     Alea mengambil ponselnya dan mengaktifkannya,  satu nama yang ingin  coba ia hubungi yaitu Senopati Bagaskara, Ayah dari janinnya.  Tangis Alea pecah,  baginya anak ini adalah anugerah walaupun sebenarnya kehadirannya tidak ia harapkan.  Apalagi dengan kondisinya yang harus berkerja dan hidup sendirian seperti ini.  Jika saja ia tahu ia hamil, mungkin ia akan meminta Seno agar menceraikannya setelah anak mereka lahir.      Alea menghubungi Seno, namun ponsel Seno tidak menjawab panggilannya.  "Maafkan  Mama nak,  kamu harus tumbuh sehat hanya bersama Mama dan tanpa Papamu nak!" ucap Alea mengelus perutnya.  Alea berharap ia bisa menyelesaikan kuliahnya sambil bekerja dan merawat bayinya. Alea menangis sesegukkan membuat Dea yang berada dikamar sebelah merasa khawatir dan segera mengetuk pintu Alea. "Le...buka Le!" ucap Dea.     Alea membuka pintunya dan Dea terkejut melihat wajah Alea bersimbah air mata.  Tanpa banyak berpikir Dea  segera memeluk Alea dengan erat.  "Kamu kenapa Le?" tanya Dea. "Hiks...hiks... Aku hamil Le," ucap Alea membuat Dea terkejut.      Dea baru mengenal Alea selama dua bulan ini.  Ia tidak pernah melihat Alea bersama laki-laki atau terlihat genit.  Pekerjaan Alea juga jelas yaitu sebagai pelayan di restauran dan terkadang bekerja di rumah olahan kue. "Siapa yang menghamili kamu Le?  Biar Dea  yang temui dia Le!" ucap Dea kesal.      Alea menangis sesegukan membuat Dea menepuk punggung Alea dengan lembut. "Suamiku yang menghamiliku," ucap Alea. "What?  Suami?  Kamu udah nikah?  Mana suami kamu?" tanya Dea bingung sekaligus penasaran.     Alea menarik tangan Dea agar masuk kedalam kamarnya dan duduk bersamanya.  Ia kemuidan menceritakan tentang masalah yang ia hadapi.  Dea menghela napasnya  dan ia sangat prihatin dengan apa yang dialami Alea.  "Sebenarnya aku juga sama dengan kamu Le,  tapi aku tidak pergi begitu saja dan bersembunyi di kota ini.  Orang tuaku bercerai dan memiliki pasangan masing-masing.  Mereka memang memberikanku uang, tapi tidak dengan perhatian.  Aku sengaja memilih kuliah disini sambil bekerja dibandingkan tinggal di Jakarta dan kemudian salah satu dari mereka memaksaku untuk tinggal bersama mereka," jelas Dea.     Alea memegang tangan Dea. ternyata Dea yang terlihat seperti perempuan preman ini nemiliki sisi  yang lain dari dirinya yang terlihat ceria.  "Aku juga prustasi saat pacarku putus dariku karena keluargaku broken home, dia tidak ingin menjalani pacaran serius jika aku nantinya yang akan menjadi istrinya." "Iya De,  kita sama," ucap Alea.     "Beda Le,  kamu itu istri yang kabur.  Kalau aku jadi kamu, minta tanggung jawab saat dia memperkosa kamu,  sebenarnya apa yang kalian lakukan itu harusnya memang terjadi karena kalian suami istri," ucap Dea. "Tapi itu nggak sesuai perjanjian De," ucap Alea. "Kamu cinta kan sama dia?  Ayo ngaku?" goda Dea. "Iya baru-baru ini aja De," ucap Alea.     "Nggak aku yakin kamu udah lama suka sama dia Le, sebentar!" Dea membuka aplikasi pencarian dan ia mengetikkan nama  Senopati Arya Bagaskara. "Astaga suami kamu tampan banget Le,  gila  mana hebat dan pintar," ucap Dea memuji latar berlakang seorang Senopati Arya Bagaskara.     "De,  aku sekarang tidak berniat kembali bersamanya De.  Dia tidak mencintaiku dan aku sadar jika aku mengatakan aku hamil padanya, pasti  aku akan menjadi beban baginya De,” jelas Alea.     “Apapun keputusanmu akan kau dukung Le, aku yakin kau adalah perempuan yang kuat,” ucap Dea sambil tersenyum agar membuat Alea merasa kuat. “Aku akan menjadi ibu tunggal De!” ucap Alea membuat Dea menganggukkan kepalanya.     “Kalau begitu aku juga akan menjadi ibunya, kita akan bekerjasama membesarkan dan mengasuh anakmu!” ucap Dea membuat Alea menangis haru. “Terimakasih De.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD