Bapak m***m!

1638 Words
Selamat malam . Up Vines . Semoga suka Jangan lupa Votement'a Happy reading . . . . Alvino Pov Pagi ini aku mengendarai mobil menuju perusahaan, semalam Joko memberi tahu jika ada rekan bisnis yang memaksa untuk bertemu langsung denganku, sebelum penandatanganan kontrak. Perusahaan yang aku kelola bergerak di bidang Konstruksi dan Marka Jalan. Aku jadi penasaran siapa rekan bisnis yang memaksa untuk bertemu, padahal biasanya semua Joko yang handle, apalagi saat ini aku sudah memiliki sekretaris baru yang bisa membantu Joko. Sekretaris baru? Tunggu, tiba - tiba saja kedua sudut bibirku tertarik, karena teringat sekretaris baruku, gadis nakal yang belakangan ini selalu memenuhi pikiranku, bahkan semalam dengan kurang ajarnya dia hadir dalam mimpiku. Sudah tiga hari sejak insiden terciduk mommy, hingga sekarang aku belum bertemu lagi dengannya. Rindu? Sudah pasti, bahkan dua hari berturut – turut aku datang ke ruang TMC, di jam biasanya gadis itu terlihat di layar monitor. Tapi sialnya aku tidak melihatnya, aku sempat berpikir, mungkin aku terlalu memberi banyak pekerjaan padanya, hingga gadis itu tak ada lagi waktu untuk berbagi, jika benar karena kesibukan yang aku beri, aku akan sangat menyesalinya dan aku berjanji akan mengurangi pekerjaan Ines, agar ia bisa kembali berbagi seperti dulu lagi. Aku memarkirkan mobil di tempat parkir khusus pejabat penting perusahaan, keluar dari mobil dan langsung memasuki lift khusus pejabat juga. Aku keluar dari lift berjalan menuju ruang kerja, aku melirik meja sekretaris yang berada di depan ruang kerjaku, harusnya di sana ada Ines, tapi gadis itu tak terlihat di sana. Aku menatap ke bilik sampingnya yang di tempati Joko, di sana terlihat Joko yang sibuk di depan laptopnya sampai tak menyadari kehadiranku. Ke mana perginya gadis nakal itu? Joko saja sudah sibuk dengan pekerjaannya, kenapa dia tidak ada? Apa ada kerjaan di luar? Harusnya aku tahu jika ada kerjaan di luar, dia ‘kan sekretarisku, batinku. “Ines ke mana Ko?” tanyaku langsung, membuat fokus Joko pada laptop teralih padaku. “Pagi, pak Vino.” Sapa Joko sopan dan aku hanya mengangguk saja, “Tadi izin ke pantry, mau bikin teh manis karena belum sempat sarapan katanya pak.” Lanjut Joko dan aku kembali mengangguk. Aku melangkahkan kaki memasuki ruang kerja dan langsung duduk manis di kursi kebesaran, sambil memeriksa beberapa dokumen yang berada di atas meja kerja. Sudah sepuluh menit aku di dalam ruang kerja, mungkin Ines sudah kembali, coba aku lihat. Aku berjalan menuju kaca pembatas ruang kerjaku dengan dua meja di depan, meja Joko dan Ines. Perlahan aku menyingkap tirai untuk memastikan apakah Ines sudah duduk manis di balik meja kerjanya apa belum, aku harus pelan jangan sampai ketahuan, bisa makin menjadi anak itu jika tahu aku mengintip. Mataku memindai ke setiap sudut di depanku, s**l! Dia belum juga kembali. “Pantrinya pindah ke Bandung apa Bali sih, bikin teh manis saja lama sekali.” gerutuku. Aku menatap layar monitor di ruang kerja yang menunjukkan semua ruangan yang terpasang CCTV, mencari CCTV di pantry. Betapa terkejutnya aku melihat gadis nakal itu sedang berduaan dengan seorang pria yang tidak aku kenal, mereka sedang duduk manis sambil sesekali tertawa membuat dadaku terasa sesak. Aku menekan interkom, meminta Joko untuk segera memasuki ruang kerjaku. Tak butuh waktu lama, Joko mengetuk pintu dan memasuki ruang kerjaku. “Ya pak, apa ada yang pak Vino butuhkan?” tanya Joko saat sudah berada di depanku. “Siapa pria itu? Apa dia pegawai di sini?” tanyaku langsung, sambil menunjuk ke monitor menggunakan gerakan dagu. Joko pasti tahu jika saat ini aku sedang menahan amarah, sangat terlihat jika dia gugup, orang bilang mataku ini tajam, jika sudah menatap maka orang yang di tatap benar – benar merasa terintimidasi, tapi tajamnya mataku masih kalah dengan mommy, aku bahkan selalu takut kalau mata mommy sudah menatap tanpa berkedip. Joko melihat ke layar monitor, “Dia, karyawan baru pak, bagian lapangan.” Jawab Joko. “Apa perusahaan membayar mereka berdua untuk berduaan dan tertawa seperti itu?” aku benar – benar kesal melihat mereka berdua yang terlihat akrab. “Maaf pak, akan saya tegur mereka berdua.” “Panggil Ines, suruh menghadap saya saat ini juga! oya Ko proyek yang di Surabaya sudah berapa persen?” “Sudah 70% pak, tinggal pemasangan reflektor sama di gardu, untuk semua rambu sudah terpasang.” Jawab Joko, Vino mengangguk. “Ya sudah, jangan lupa suruh Ines menghadap saya.” “Baik pak, permisi.” Aku kembali menatap layar monitor tapi gadis nakal itu sudah tak terlihat di sana, “Ke mana perginya? Cepat sekali ngilangnya.” Gumamku. Tok tok tok “Masuk!” Ceklek Aku menatap ke arah pintu, di sana gadis yang baru saja aku cari berdiri dan mulai berjalan mendekatiku, wajahnya? ya ampun tak ada senyum sama sekali. “Pagi, pak Vino.” Sapanya, tanpa senyum dan wajahnya datar, aku sengaja tak menjawab, mataku terus menatap tajam ke arahnya. “Kata pak Joko, bapak panggil saya?” tanya Ines lagi, mungkin karena sapaannya yang tadi belum juga mendapat jawaban dariku. Lagi, aku tak menjawab Ines tapi mataku terus menatapnya. Aku benar – benar kesal melihat gadis di depanku ini, dia berduaan dengan pria lain, aku kira dia sangat sibuk hingga tak ada waktu untuk berbagi, nyatanya dia asyik berduaan di pantry, berarti Ines perlu diberi tambahan pekerjaan agar dia makin sibuk. Cukup lama aku mendiamkannya, selain masih panas karena melihatnya dengan pria lain, aku juga sedang mati – matian menetralkan detak jantungku, yang sejak dia memasuki ruang kerjaku langsung kebat kebit tak karuan. Tanpa aku duga, dia balik badan akan pergi dari ruang kerjaku, wajahnya terlihat sekali jika dia kesal padaku, mungkin karena sejak tadi aku mendiamkannya. Aku tidak boleh membiarkannya pergi, rasa rinduku belum terobati semua. “Siapa yang suruh pergi? Nggak sopan banget ya kamu! Kerja pacaran melulu, kamu pikir perusahaan bayar kamu cuman untuk pacaran? Berduaan sama laki – laki di pantry? Kamu makan gaji buta?” Ines menghentikan langkahnya, berbalik menatapku, entah kenapa perkataan itu yang malah keluar dari mulutku. “Maaf, saya berdiri di depan pak Vino sudah cukup lama, kaki saya lelah, sedangkan yang saya ajak bicara diam saja seperti patung, saya harus apa? Maaf juga jika saya terlalu lama di pantry, perlu anda tahu pak saya tidak pacaran dan saya tidak makan gaji buta, dia karyawan baru bagian lapangan dan bertanya mengenai beberapa rambu yang belum jadi, menurut bagian produksi bahan kosong dan ya saya jawab memang masih menunggu kedatangan bahan – bahannya karena ada kendala pengiriman.” Katanya sambil menatapku. Sumpah ya, matanya itu loh, meski sedang kesal denganku tetap saja terlihat indah, bibirnya yang terus nyerocos terlihat sangat sexy, gimana aku bisa marah dengannya coba, kalau seluruh tubuhku saat ini sudah memberi reaksi berlebihan, hanya dengan menatapnya yang sedang marah. Marah? Tunggu, kenapa malah dia yang marah padaku? Harusnya aku yang marah karena dia sudah berduaan dengan pria lain dan membuat dadaku panas. Tapi, apa ini? Dia yang marah padaku karena aku diamkan? Huuuhhh, dasar wanita maunya menang sendiri. “Siapa suruh berdiri? Kamu ‘kan bisa duduk! Apa kamu berharap duduk di pangkuanku? Jangan mimpi.” Jawabku. Lihatlah, mata indah itu membulat sempurna, bibir sexy-nya sudah mulai berkedut bersiap kembali mengoceh. Ines duduk di kursi depanku, jarinya beberapa kali mengetok kepalanya dan meja bergantian sambil bibirnya terus berucap, “Amit amit, amit amit ya Allah.” Membuatku cengo menatapnya. Maksudnya apa coba, kenapa amit amit? Wanita di luaran sana ingin sekali duduk di pangkuanku, tapi dia? Dengan kurang ajarnya dia bilang amit amit seakan aku makhluk paling menjijikkan saja, membuat egoku sebagai pejuang cinta terasa tersentil. “Maksudnya apa?” tanyaku sambil menaikkan satu alis. Ines menatapku, “Saya rasa bukan saya yang berharap, tapi bapak yang berharap saya mau duduk di pangkuan bapak, sorry pak saya wanita baik – baik dan masih normal.” Jawabnya santai, membuatku mengernyitkan dahi. Tahu saja dia kalau aku yang berharap, ya ampun dia makin bisa baca pikiranku saja. Wanita baik – baik? Normal? Maksudnya apaan ini? Apa dia pikir aku bukan pria baik – baik? Apa dia pikir aku nggak normal? Benar - benar ya gadis nakal ini, bisa nggak sih kalau ketemu jangan ngajak perang, manis dikit aja. “Saya pria baik – baik keturunan Abhimanyu dan saya pria normal, ingat itu!” “Benarkah? Bukannya bapak pisang makan pisang ya?” kata Ines sambil mencondongkan tubuhnya ke depan membuat jantungku makin menggila, apa lagi saat mataku tak sengaja melihat satu kancing kemejanya yang terlepas. Ya Allah, ampuni hamba-Mu yang tampan dan shaleh ini, hamba galau ya Allah, nggak di lihat, terpampang jelas di depan mata, di lihat hamba berdosa, mommy maafkan putra tampan mommy karena saat ini matanya sudah ternoda. Tunggu, tadi dia bilang apa? Pisang makan pisang? s**l! Jangan – jangan dia masih teringat kejadian tiga hari yang lalu saat aku dan dia terciduk mommy. Aku menatapnya dan ikut mencondongkan tubuhku ke depan, “Saya pria normal, jika kamu mau bukti saya bisa buktikan, kamu mau di sini apa kita booking hotel? saya masih doyan wanita, bahkan dari tadi saya tergoda dengan itu.” Kataku sambil menunjuk kemeja yang ia pakai dengan gerakan mata. Ines mengikuti arah yang aku tunjuk, detik berikutnya dia langsung berbalik dan mengancing kemejanya kembali. Kemudian menatapku, “Bapak m***m!” Teriaknya membuat aku terkekeh. Padahal aku tuh hanya menggodanya saja, mana berani aku ajak dia booking hotel segala, bisa di gantung sama mommy di atas Monas, aku juga masih waras, jangan sampai bikin malu keluarga besar dan juga instansi di mana aku mengabdikan diri. “Mulai besok kemeja itu jangan di pakai lagi, kalau mau pakai khusus saat bersama saya.” Kataku sambil kembali terkekeh. “Mimpi!” teriaknya sambil ngacir keluar ruang kerjaku, aku tertawa puas melihat wajahnya yang sangat menggemaskan. *** Terima kasih Yang sudah memberi Votement . . Bagaimana part kali ini? . . Jika suka karyaku jangan lupa tambhkan ke library + follow my Acc
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD