20. Cemburu

1047 Words
Jero kembali ke penginapan sudah lewat tengah malam dan gilanya pria itu langsung membangunkan Gween tanpa belas kasihan meskipun wanita itu sudah tertidur pulas di kasurnya. "Ada apa?" Gween terbangun dengan mata yang terasa masih begitu berat. "Delete the last photo you uploaded," ujarnya datar. "What?" Gween mengerutkan dahi dan menggeleng samar. "Kamu yang menghapus atau aku?" ucap pria itu membuat pilihan yang sama-sama tidak masuk di akal bagi Gween. "Oh, kenapa harus dihapus? it's not you." Gween ingat dengan foto yang diguakannya untuk memanas-manasi Geisya beberapa jam yang lalu. "I know, He's Red." "Lalu?" Jero mengepalkan tangannya geram. "Bapak Jero yang terhormat tidak perlu takut orang-orang akan tahu hubungan ini, karena saya bukan perempuan terkenal yang setiap postingannya akan membuat heboh seluruh negeri. Lagi pula postur tubuh kalian kan berbeda, jadi tidak akan ada yang mencurigakan. Saya jamin itu." Yap. Gween menebak kekhawatiran pria itu yang pastinya tidak akan mau orang-orang mengetahui Dia memiliki hubungan dengan wanita kelas rendah seperti Gween. Jero mendengkus kasar dan berlalu pergi dari sana tanpa menjawab penuturan wanita itu. Gween sendiri kembali melihat unggahan cerita yang dibagikannya dan memeriksa beberapa komentar masuk yang kebanyakan adalah teman-temannya yang penasaran dengan sosok pria itu. Ia memeriksa siapa-siapa saja yang sudah melihat unggahannya itu dan setelah dirinya menemukan nama Geisya, Gween merasa misinya sudah berhasil dan langsung menghapus postingan tersebut. Gween jahat ya? Tidak apa-apa, dia juga menyadari hal itu. Tapi, bukankah orang jahat juga sering terbentuk dari orang baik yang selalu disia-siakan kebaikannya? Wanita itu baru saja mengingat satu hal dan langsung beranjak dari tempat tidur untuk menemui Jero yang ternyata sedang duduk di kursi bar seorang diri. "Ponselmu tadi tertinggal," ujar wanita itu sembari menyodorkan benda pipih itu di atas meja. Jero menoleh sesaat dan kembali fokus pada minumannya tanpa bersuara. "Ada pesan dari Salia," ucap Gween lagi tanpa minat. Lagi-lagi tak ada sahutan dari pria berkemeja putih itu, membuat Gween bertanya-tanya apakah pria itu benar-benar marah hanya karena postingannya tadi? "Aku sudah menghapusnya," ujar Gween berdehem pelan. Jero meletakkan gelasnya dan memutar ujungnya dengan gerakan pelan. "Do you like him?" tanyanya tanpa ekspresi. "Siapa?" "Red." "Are you crazy?" Gween menggeleng tak habis pikir. "Aku hanya sedikit memanfaatkan keberadaannya untuk kepentingan pribadiku," ujarnya mulai menjelaskan. "Ingin memamerkannya pada seseorang?" tebak pria itu tepat sasaran. "Ya," sahut Gween tak mengelak. "Siapa?" "Adikku." Jero menatap gelas kosongnya sesaat sebelum menyunggingkan senyum miring. "Adik kakak yang sedang berkompetisi, eh?" Gween menggeleng dan duduk di sebelah Jero, ia menarik botol sisa minuman pria itu dan hendak menuangkannya ke dalam gelas. Namun Jero merebut botol itu dan menjauhkannya dari jangkauan Gween. "Aku ingin mencobanya sedikit, orang bilang bisa melupakan semua masalah," protes wanita itu yang tidak senang dengan sikap Jero barusan. "Melupakan masalah dengan menambah masalah baru," ujar pria itu yang mendorong segelas coklat hangat ke hadapan Gween. "Itu artinya kamu menambah masalah baru setiap hari," sindir Gween sinis. "Aku sudah terbiasa, masalah-masalah itu sudah menjadi makanan sehari-hariku bahkan sejak dulu sebelum aku dewasa." Gween menoleh dan mengamati wajah pria itu sesaat. Amat sangat tampan sekali, batin Gween berteriak kurang ajar. "Ceritakan sedikit untukku, agar aku tak merasa hidupku paling menderita di dunia ini," pinta Gween yang melipat tangan di atas meja dan menumpukan dagunya di sana. Jero melirik wanita itu yang bertingkah seperti bocah kecil sedang menunggu sang Ibu berdongeng sebelum ia tidur. "Sejak kecil, aku selalu dianak tirikan oleh ayahku. Dia meletakkan banyak beban dan tanggung jawab di pundak anak yang dulu kelahirannya begitu dibenci oleh tua bangka itu." Gween menahan nafas sesaat tapi masih tetap diam mendengarkan. "Saat aku tumbuh dewasa dan dia tidak memiliki anak laki-laki selain aku, maka dengan entengnya dia memungutku dari tempat pembuangan sampah dan meletakkan semua beban tanggung jawab di atas pundakku tanpa bertanya apakah aku siap atau sanggup untuk melakukan tugas itu." "Ibumu?" Gween bertanya pelan dan hati-hati. "Dia sangat bahagia karena bisa kembali pada pria pujaannya ditambah dengan segudang harta yang dimintanya sebagai syarat melepaskan aku, padahal sebelumnya pun aku dipaksa bekerja untuk menghasilkan uang bagaimanapun caranya." Gween baru sadar, ternyata wanita seperti Talia tak hanya satu di dunia. "Ketika berumur delapan tahun, aku bahkan pernah sengaja menabrakkan diriku supaya mendapatkan uang ganti rugi yang akan kuberikan pada wanita itu." Gween menahan napas dan menggeleng samar. Ia dapat melihat dengan jelas kepalan tangan pria itu semakin mengerat. Gween menariknya, lalu perlahan menyusupkan jarinya ke sela-sela jari pria itu "Terima kasih sudah bertahan sampai saat ini," ucap wanita itu dengan senyum yang menguatkan. Jero diam, menikmati senyum wanita itu yang anehnya mampu mengisi energi di tubuhnya dengan cepat. "Kadang tanpa kita sadari, banyak orang-orang bersyukur dengan kehadiran kita meski lewat hal-hal kecil yang kita lakukan tanpa sadar." "Apa itu berlaku untuk pria seperti ku?" tanya Jero yang membawa genggaman tangan mereka ke atas pangkuannya. Gween merasakan jantungnya kembali berulah karena sikap pria tersebut. "Kamu sendiri yang mengatakan bahwa aku adalah pria kejam dan b******k," ujar Jero kembali bersuara. "Tentu saja hal itu berlaku untuk semua orang. Aku percaya setiap orang pasti masih memiliki sedih kebaikan di hatinya. Apalagi kamu, yang mampu menciptakan banyak lapangan pekerjaan yang jelas sangat membantu ribuan perekonomian rumah tangga." Gween menoleh pada Jero dan tersenyum manis. "Contohnya saja orang tua Red, mereka pasti sangat berterima kasih padamu karena sudah mempekerjakan anaknya sehingga semua adik Red bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi." Jero menyipitkan mata tajam. "Dari mana kamu tahu semua info itu?" Gween mengedikkan bahu. "Yang aku tahu kan hanya itu." "Hanya?" Jero membeo tak senang. "Kamu bahkan tahu soal adik-adiknya!" "Itu kan karena kemarin dia sempat merayakan graduation adiknya dan sempat bertanya tentang kado yang unik dan cocok dengan kepribadian adik perempuannya." Gween mengerutkan dahi melihat wajah masam yang Jero tunjukkan. "Besok aku akan menyiapkan bodyguard lain untuk membantumu," gumamnya bermonolog. "Hei, jangan kekanakan. Apa salahnya mengetahui tentang adik-adik Red?" protes Gween tak habis pikir. "Jelas salah! Kamu bahkan tidak tahu tentang saudaraku." "Oh, Astaga! Apa Jero yang sudah dewasa tertinggal di Indonesia?" geram wanita itu jengkel. "Aku tidak mau tahu, dia akan --" Cupp Gween mendaratkan sebuah ciuman untuk membungkam mulut pria itu yang terus mengoceh tidak masuk akal. Sayangnya keputusan Gween itu adalah sesuatu yang salah karena Dia seolah menjebloskan diri sendiri ke dalam lubang buaya yang langsung menerkamnya dan tidak melepaskan wanita itu begitu saja. To be continued
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD