Pak Melvin Bikin Salting

1063 Words
Setelah berbicara dengan calon karyawan yang bernama Gendis barusan. Melvin pun langsung menghela nafasnya berat, pikirannya lalu menerawang jauh ke depan. Seumur umur menjadi seorang HRD baru kali ini Malvin memberikan kesempatan pada calon karyawan nya, apalagi saat Melvin tahu Gendis sama sekali tidak masuk dalam kriteria calon karyawan di perusahaan ini. Entah mengapa Melvin berani mengambil keputusan yang sangat berat. Disini ia mempertaruhkan jabatan juga pekerjaannya, Melvin sendiri yang menjadi jaminan bahwa kedepannya Gendis akan bekerja dengan baik dan sungguh-sungguh. Ya, semoga saja Gendis tidak mengkhianati kepercayaannya. "Masuk," seru Melvin kala mendengar seseorang mengetuk pintu ruangannya. Daun pintu pun terbuka dan masuklah seorang pria berpenampilan rapih persis seperti Melvin. Ya, pria itu adalah Ehsan. Rekan kerja Melvin yang menjabat sebagai staff personalia, yang tak lain adalah anak buah Melvin di kantor. "Ada apa?" tanya Melvin to the point. Tanpa dipersilahkan Ehsan lalu mendudukan dirinya di kursi tepat di depan meja kerja Melvin. "Lo, lolosin karyawan yang nilai IPK nya dibawah 2.75?" "Iya," jawab Melvin santai seolah tanpa beban. "Kenapa bisa?" Ehsan pun tampak mengerutkan keningnya bingung dengan keputusan yang sangat langka, yang dilakukan sahabat sekaligus rekan kerja nya itu. "Bisa aja. Itu buktinya, dia udah masuk tahap medical check up," kata Melvin dan kini pria itu malah terlihat sibuk dengan laptop yang ada di depannya. "Vin, lo jangan bercanda deh. Dia itu seharusnya nggak lolos. Dia nggak memenuhi kriteria calon karyawan di perusahaan ini," decak Ehsan kesal sambil menggelengkan kepalanya heran. Tadi kala merekap data karyawan yang lolos ke tahap medical check up, Ehsan dibuat terkejut pada nama salah satu karyawan. Ya, Gendis Cahyaningtyas di nyatak lolos tahap medical check up, dan yang buat Ehsan tak kalah tercengang adalah saat tahu Melvin pun telah menandai Gendis, sebagai calon karyawan yang sudah pasti diterima nantinya. Ya, bisa dibilang semua tesnya hanya besikap formalitas saja. "Lo kenal dia atau gimana dah gue malah bingung sendiri," gumam Ehsan yang masih setia menunggu penjelasan dari Melvin. Melvin menoleh lalu melirik sekilas. "Berisik banget lo, San. Sana keluar ganggu gue kerja aja." Karena kesal mendengar Ehsan mengoceh saja sejak tadi, akhirnya Melvin pun terpaksa mengusir Ehsan. Ia paling tidak suka dibantah apalagi di interogasi seperti itu. Jika Melvin berkata Gendis di terima kerja, maka begitulah kenyataannya. Masalah alasan apa yang mendasari Melvin mengambil keputusan ini atau hal lain sebagainya, cukup Melvin saja yang tahu. Toh selama ini penilaian nya terhadap calon karyawan tidak pernah gagal apalagi meleset sama sekali. Hanya dengan mengamati lawan bicaranya Melvin sudah bisa menilai dan tahu watak asli orang tersebut. "Tapi, Vin. Ini nggak adil. Lo terkesan." Ucapan Ehsan pun terputus kala Melvin langsung menatap tajam dirinya. Jadilah Ehsan kicep seketika. "Keluar, San. Gue sibuk!" titah Melvin tegas dan tak terbantahkan. Ehsan mengangguk sambil menelan susah salivanya. Sumpah demi apapun Ehsan takut juga segan melihat raut wajah Melvin yang tampak garang seperti itu. Tak ingin merusak suasana mood sahabatnya Ehsan pun buru-buru keluar dari ruangan itu. Masalah Gendis yang di terima bekerja di perusahaan ini biar nanti Ehsan tanya lebih lanjut di luar jam pekerjaan. Begitu pikir Ehsan. Selepas kepergian Ehsan. Melvin pun langsung memijat kepalanya yang sedikit pusing. Jangankan Ehsan, ia sendiri pun tampak kebingungan dengan sikapnya sendiri. Kemarin saat sedang melakukan interview dengan Gendis. Melvin sempat dibuat tertegun dengan alasan wanita itu yang ingin mengangkat derajat kedua orang tuanya, di tambah sikap Gendis yang mau berkata jujur kala menceritakan segala bentuk kekurangannya. Ya, rupanya dua hal itu yang menjadi pertimbangan Melvin untuk mempekerjakan Gendis di perusahaan ini. *** Keesokan harinya Gendis tampak bersemangat menjalani hari-harinya. Kemarin setelah selesai melakukan medical check up Gendis pun dinyatakan lolos dan diterima bekerja di perusahaan Nur Ihsan Sejahtera. Dan rencananya seluruh calon karyawan yang lolos akan melakukan tanda tangan kontrak pagi ini. "Ndis, nggak nyangka ya kita akhirnya lolos juga," ucap Mona yang terlihat begitu senang. Gendis pun mengangguk lalu tersenyum. "Iya alhamdulillah, ini rezeki kita, Mon." Kini keduanya tengah berada di lantai lima belas tempat ruangan manager HRD berada. Baik Gendis maupun Mona tengah menunggu nama mereka dipanggil untuk melakukan tanda tangan kontrak. "Oh iya gimana, Ndis kita jadi ngontrak bareng?" tanya Mona lalu melirik sekilas ke arah Gendis. Gadis manis berlesung pipi itu pun mengangguk cepat. "Jadi, Mon. Biar kita bisa hemat biaya bayar kontrakan. Hmm, gimana kalau kamu aja yang pindah ke kontrakan aku? Yang punya kontrakan orangnya baik lho. Kapan hari aku dengar ada yang telat bayar kontrakan. Tapi, ibu kontrakan aku nggak marah sama sekali dan malah maklumin gitu," jelas Gendis kemudian. "Oke. Aku setuju, Ndis. Nanti setelah selesai tanda tangan kontrak kamu mau kan, anterin aku ke kontrakan? Aku mau ambil barang-barang dulu," pinta Mona yang meminta Gendis untuk menemaninya. "Sip lah. Itu bisa diatur," kata Gendis santai, padahal sejak tadi di dalam dadanya terasa berdegup kencang, ia gugup juga merasa tidak sabar ingin bertemu dengan bule tampan itu. Lima belas menit kemudian, nama Gendis pun dipanggil. Dengan perasaan yang senang ia pun melangkahkan kakinya masuk keruangan HRD tersebut. "Ya, silahkan duduk!" Melvin mempersilahkan Gendis untuk duduk lebih dulu. Sementara pria itu masih sibuk menyiapkan beberapa lembar dokumen, surat kontrak kerja yang akan di tanda tangani Gendis. "Ini dibaca dulu. Kalau ada yang belum jelas kamu bisa tanyakan dulu sebelum menandatanganinya," ucap Melvin lalu menyerahkan lima lembar surat kontrak kerja dan meminta Gendis memahami isinya dengan teliti. Gendis pun mengangguk patuh. "Baik, Pak," ujar gadis itu dengan sopan, dan selanjutnya Gendis pun tampak serius membaca setiap isi kontrak kerja tersebut. "Bagaimana sudah jelas semua?" tanya Melvin setelah memberikan waktu pada Gendis selama lima menit untuk membaca. Mendengar suara bass pria itu, Gendis pun refleks mendongakkan kepalanya cepat. "Iya, Pak sangat jelas sekali," ucap Gendis dan tidak mengalihkan pandangan matanya sekalipun. "Bagus. Lalu kesimpulan apa yang dapat kamu ambil setelah membaca kontrak kerja tersebut?" Melvin kembali memberikan pertanyaan sepertinya pria itu pun ingin sekaligus mengetes apakah Gendis benar-benar membaca kesepakatan kontrak kerja itu atau tidak. Lagi-lagi Gendis mengangguk yakin dan dengan penuh rasa percaya diri gadis manis itu pun berkata. "Terlihat sangat jelas, Pak Melvin tampan sekali." Gendis benar-benar terpana kala melihat pria bule tampan di depannya ini. Tubuh Melvin yang tinggi, kekar dan berotot di tambah rahang tegasnya itu tampak ditumbuhi bulu-bulu halus yang menggugah selera. Gendis sempat menelan susah salivanya kala mendadak pikiran kotor berseliweran di sekitar otaknya. "Ya ampun, bulu-bulu nya, Pak Melvin kenapa jadi bikin merinding dan panas dingin gini sih," gumam Gendis terpesona dalam hati.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD