Uly melangkahkan kaki dengan sempoyongan, berjalan memasuki halaman luas dari kediaman Angkasa. Ia ingin bertemu dan meluapkan segala emosi yang menggerogoti rongga d**a pada pria b******k yang sudah mengkhianatinya. Pengaruh alkohol benar-benar sudah mempengaruhi gadis itu.
Saat di club tadi, Diva bertemu dengan temannya yang mengajaknya ke lantai dansa. Uly tentu saja menolak ikut dan ingin pulang saja.
Akhirnya Diva memesankan taksi dan menyuruh sang supir mengantar sahabatnya itu pulang. Tapi di tengah jalan Uly malah memutar haluan menuju rumah besar ini.
"Arya ... Arya ... pengkhianat! Keluar kamu!" Wanita itu mengetuk pintu dengan tangan kecil yang mulai melemah.
"Arya!" pekik gadis itu lagi dengan kesal.
"Non Uly, ada apa?" Satpam yang tadi membukakan gerbang kini sudah berdiri di sebelah gadis itu dengan raut bingung.
"Arya! Saya mau ketemu Arya, Pak!" rancau gadis itu.
"Tapi--"
Ucapan satpam itu terpotong karena pintu utama yang terbuka dan menampilkan sosok Dewa dengan rambut berantakannya.
"Ada apa ribut malam-malam begini?" tegurnya jengkel.
"Maaf, Den, ini pacarnya Den Arya sepertinya mabuk," ucap sang satpam gugup.
"Nggak! Saya nggak mabuk! Arya memang b******k! Pengkhianat! Tukang selingkuh!" Uly memukuli d**a Dewa tanpa sadar, meluapkan kekesalannya yang terpendam.
"Biar saya yang urus, Pak Diman bisa balik ke pos aja," ucap Dewa tenang.
"Baik, Den." Pria paruh baya itu mengangguk sopan dan menuruti perintah sang tuan muda.
"Arya b******k! Pengkhianat kamu!" gumam Uly, kini tubuhnya mulai melemah dan bersandar di d**a Dewa.
"Ck, bego!" gerutu laki-laki itu, membawa Uly masuk dan menutup pintu.
Dewa membiarkan Uly berjalan dengan langkah goyang, menaiki tangga guna mencari kamar milik Arya.
"Di mana kamu pengkhianat? Pencinta s**********n perempuan!" umpatnya kasar.
Dewa sempat terkejut dengan mulut Uly yang selalu berkata lembut penuh sopan santun bisa berkata sekurang ajar itu.
Gadis itu membuka kamar satu persatu, tapi semuanya terkunci rapat. Hanya tinggal satu harapannya, dan ia tertawa senang ketika mendapati pintu yang tak terkunci.
Uly masuk ke dalam kamar bernuansa abu-abu itu, sementara Dewa hanya mengekori dari belakang sambil tersenyum simpul.
Mata sayu gadis itu begitu tergoda saat mendapati ranjang besar di sudut ruangan, ingin menjatuhkan tubuh lelahnya barang sejenak.
"Uh, nyamannya," ucapnya mendesah senang.
Sementara Dewa menyeringai lebar dengan kedua tangan terlipat di depan d**a.
"Nyaman, hm?" tanyanya.
"Hm," sahut Uly dengan gumaman pelan.
"Mama dan Papi sedang keluar kota, sementara Arya pergi entah kemana, dan elo malah masuk ke kandang singa," tuturnya geli.
"Ugh, panas sekali," gerutu gadis itu, menarik dressnya tanpa sadar tempat dan waktu.
Senyum Dewa spontan menghilang, digantikan raut menegang. "Sialan!" umpatnya kasar.
Laki-laki itu spontan mendekat, menarik selimut dan menutup tubuh gadis itu yang membangkitkan sesuatu dalam dirinya.
Namun sayang, Uly yang merasa gerah luar bisa menghentak selimut itu hingga jatuh ke ujung kaki.
Dewa menggeram kasar. "Baiklah, Gadis bodoh, kalau memang itu yang elo mau."
Laki-laki itu meraup tubuh Uly yang begitu mungil, lalu memindahkannya ke tengah ranjang. Mata Dewa menatap intens bibir merah gadis itu yang menggodanya. Bocah itu tersenyum simpul, satu ide gila melintas begitu saja di pikirannya.
Lihat! Apa yang terjadi esok pagi setelah ini.
Perlahan, Dewa menundukkan wajah, menghapus jarak hingga bisa mencecap kekenyalan bibir gadis yang kini tergeletak pasrah di atas ranjangnya.
____
"Dewa! Apa yang kalian lakukan?" Bentakan kasar yang memekakkan telinga itu sukses mengganggu tidur nyenyak Uly. Mata gadis itu mengerjap perlahan sebelum membola secara sempurna saat menyadari keberadaannya.
"Apa ... apa yang kamu lakukakan?" pekik Uly seraya menatap Dewa panik.
Bocah yang hanya mengenakan celana pendek tanpa baju melekat di badan tersenyum simpul. "Elo nggak inget apa yang udah kita lakuin semalam?" Dewa tersenyum misterius.
"Apa yang kalian lakukan?!" Seruan ity kembali terdengar dari pria tinggi yang tadi memasuki kamar adiknya guna mencari informasi tentang Uly yang Pak Diman laporkan datang mencarinya tadi malam.
Tapi, betapa syoknya ia melihat pemandangan di depannya. Adik tirinya itu sedang tidur nyenyak dengan seorang gadis yang tak lain adalah kekasihnya.
"Menurut lo?" tanya Dewa santai.
"Ada apa ini?" Suara berat Abas membuat suasana sunyi seketika.
"Ya Tuhan, Uly! Dewa! Apa yang terjadi?" tanya Tere penuh raut terkejut di wajahnya.
"Mama ... ini ... ini ... bukan seperti yang kalian pikirkan," ucap Uly panik.
"Dewa! Uly! Keluar sekarang! Kita bicarakan ini segera!" Setelah mengatakan hal itu, Abas berlalu dengan wajah mengeras.
"Aku nggak nyangka kamu sepicik ini, ngebals perbuatanku dengan cara hina seperti ini!" Arya mendesis geram sebelum pergi dengan langkah lebar.
Uly tak mampu berkata apa-apa, air matanya mengalir dengan deras. Apalagi saat Tere ikut berlalu dengan pandangan kecewa luar biasa.
"Elo mau mandi dulu atau keluar dengan tampang begitu?" Suara santai di belakangnya membuat gadis itu menoleh.
"Kamu ... kamu ... harus jelasin ke mereka, kita nggak ngapa-ngapain 'kan semalam?" tanya gadis itu penuh isakan.
Dewa mengangkat sebelah alis tinggi. "Elo nggak ingat kita ngapain aja? Bahkan bibir gue sampai berdarah saking lo nggak sabarannya," ujarnya dengan senyum penuh ejekan.
"Ap ... apa? Aku nggak mungkin gitu," ucap Uly mengelak.
"Lo mau bukti?" Dewa berjalan ke hadapan gadis itu dan menunduk agar sejajar dengan wajah sayu itu. "Nih, lihat!" perintahnya seraya menunjukkan bibir yang terluka karena ulah gadis itu semalam.
"Nggak mungkin ...," gumam Uly tak percaya.
Dewa berdiri tegak seraya tersenyum simpul. "Persiapkan diri elo untuk sidang kita pagi ini," ucapnya santai seraya melenggang pergi meninggalkan Uly seorang diri.
"Oh, ya, kalau lo mau ganti, cari kaos gue di lemari, siapa tahu lo malu dengan pakaian super kekurangan bahan yang lo pake itu."
Uly mengutuk nasib buruk yang menimpanya secara bertubi-tubi. Arya yang berselingkuh, kenapa dirinya yang harus kena karma?
Ini semua karena kebodohannya mengikuti saran Diva untuk mabuk, dia jadi lupa segalanya, hilang kewarasan hingga melakukannya hal-hal buruk yang benar-benar membuatnya menyesal.
Bagaimana cara ia harus menghadapi keluarga Angkasa? Mereka pasti menganggap Uly adalah w************n yang benar-benar hina. Menjalin kasih dengan anak pertama, tapi malah ketahuan tidur bersama dengan anak mereka yang lainnya. Benar-benar memalukan.
Sekali lagi Uly mengingat-ingat apa saja yang telah terjadi tadi malam anatara dirinya dan Dewa. Tapi sayang, otak bodohnya yang biasa selalu berpikir cerdas kini tak mengingat apa-apa. Membuat gadis itu mengetang frustasi karena masalah berat yang kali ini ia hadapi.
****