Bab 11

2000 Words
Riana terus saja menatap pantulan dirinya di cermin beberapa kali. Saat ini ia tengah mengenakan sebuah dress casual motif bunga-bunga dipadukan dengan sepatu kets berwarna putih. Rambut hitamnya yang panjang hungga mencapai pinggang ia biarkan tergerai lalu dipakaikan bandana berwarna putih agar tidak terkesan berantakan. "Nggak kelihatan lebay kan ya?" gumam Riana bertanya pada dirinya sendiri sambil terus memperhatikan pantulan dirinya di cermin untuk memastikan bahwa ia tidak berpenampilan berlebihan saat ini. Suara ketukan pintu di kamarnya membuat Riana segera berbalik mengalihkan pandangannya yang tadinya ke arah cermin berpindah menatap pintu kamarnya saat ini. "Kamu udah siap belum?" Tanya Rangga yang saat ini berdiri balik pintu kamar Riana. "Sudah kok, bentar lagi aku keluar," jawab Riana. Ia kemudian segera berjalan menjauh dari arah cermin kemudian meraih tas selempang miliknya di atas meja belajar serta ponselnya miliknya yang kemudian ponsel tersebut ia masukkan ke dalam tas selempang yang sudah ia kenakan. Riana kemudian berjalan menuju pintu kamarnya untuk keluar dari kamar agar tidak membuat Rangga menunggu lebih lama lagi. Begitu keluar ia melihat Rangga yang sudah berdiri di ruang tengah. Pria itu mengenakan kemeja berwarna biru langit yang tidak dikancing sehingga kaos putih dibalik kemeja terlihat dipadukan dengan celana cargo berwarna hitam. Jujur saja Riana tidak bisa menyangkal bahwa penampilan Rangga saat ini tentu saja terlihat begitu tampan, menaan dan juga keren. "Kita berangkat sekarang ya?" Riana langsung saja memberikan anggukan pada Rangga. Rangga kemudian segera berbalik dan berjalan menuu ruang tengah apartemen yang tentu saja diikuti Riana dari belakang. Begitu mereka sampai di ruang tengah, Rangga langsung mengambil sebuah tas hitam besar di samping sofa serta ransel hitam kecil. "Kamu bisa pegang ini?" Tanya Rangga sambil menyodorkan ransel hitam berukuran kecil pada Riana yang saat ini tengah berdiri di sampingnya. Riana tentu saja langsung menerima ransel tersebut. Keduanya kemudian berjalan bersama keluar dari unit apartemen mereka menuju basement apartemen tempat dimana Rangga memarkirkan mobil miliknya. Selama beberapa minggu tinggal satu atap, Riana sama sekali tidak menduga kalau Rangga punya mobil di sini. Ia sempat lupa, apartemen yang mereka berdua tinggali adalah milik kakak sepupu pria itu. Keluarganya memiliki apartemen di luar negeri, tentu saja mereka pasti bukan dari keluarga sederhana. Riana memperhatikan dengan seksama penampilan Rangga yang akhirnya membuatnya menyadari bahwa semua barang yang dikenakan pria itu tidaklah murah. Keduanya tiba di depan sebuah mobil berwarna biru tua, Rangga segera berjalan menuju salah satu pintu mobilnya lalu membukakan pintu tersebut bagi Riana. Setelah Riana masuk ke dalam mobil, Rangga berjalan ke belakang mobil untuk menaruh tas besar yang dipegangnya ke bagasi mobil tersebut, barulah kemudian ia berjalan menuju pintu mobil bagian kemudi dan masuk ke dalam sana. Begitu masuk ke dalam mobil tanpa menunggu lama Rangga segera mengenakan sabuk pengaman dan mulai menyalakan mesin mobilnya itu. Perlahan mobil yang ia kendarai melaju perlahan keluar dari basement apartemen tersebut. Mobil melaju di jalanan kota yang saat ini cukup ramai karena sedang weekend hari ini. Sudah pasti banyak orang yang ingin menghabiskan hari ini dnegan berlibur dan juga jalan-jalan bersama keluarga, teman-teman, maupun kekasihnya. Ketika Riana sudah masuk ke dalam mobil, Rangga menyadari bahwa Riana sedari tadi terlihat sibuk memeriksa tasnya beberapa kali. "Kamu nyari apa?" Tanya Rangga pada Riana, sambil tetap fokus menyetir mobil. Sesekali ia juga melirik ke arah Riana yang duduk di sampingnya. "Lagi nyari sesuatu," jawab Riana yang terlihat sedikit tidak bersemangat, berbeda dengan ekspresinya saat baru berjalan keluar dari apartemen mereka. Ia masih sibuk mencari sesuatu di dalam tas selempangnya yang sebenarnya tidak terlalu besar, jadi jika benda yang dicarinya memang berada di dalam tas, maka seharusnya Riana sudah menemukannya dari tadi. Mobil yang dikendarai Rangga berhenti begitu lampu lalu lintas berwarna merah. Rangga kemudian membuka laci dashboard yang ada di depan Riana, membuat satu bungkus besar permen mint lemon yang sering Riana makan terlihat. Riana menatap Rangga yang sudah kembali fokus mengendarai mobil begitu lampu kembali hijau. Riana sama sekali tidak mengatakan apa benda yang ia cari pada Rangga, maka dari itu saat melihat permen mint lemon yang ada di hadapannya ini ia tentu saja cukup terkejut. Ia melirik pada Rangga yang sama sekali tidak menatap dirinya dan tengah fokus dengan jalanan di depan. "Ini?" Tanya Riana masih menatap ragu pada Rangga. "Kamu bukannya nyari itu dari tadi?" Tanya Rangga berusaha memastikan bahwa dugaannya benar. Riana mengangguk pada Rangga. "Boleh aku minta satu permennya?" Tanya Riana meminta ijin. Rangga tersenyum geli mendengar pertanyaan gadis di sampingnya ini. "Aku udah bukain itu berarti aku ngizinin kamu buat makan dong. Kenapa harus nanya lagi sih?" jelas Rangga. Riana tersenyum sumringah kemudian mengambil satu buah permen dari bungkusan tersebut dan memakannya dengan senang. Moodnya yang tadinya sudah hampir hancur karena tidak bisa mengawali hari dengan makan permen kesukaannya terselamatkan oleh Rangga yang ternyata juga suka membawa permen ini setiap kali berpergian. Rangga melirik sekilas pada Riana yang terlihat begitu menikmati permen yang ada di dalam mulutnya dengan begitu bahagia. "Kamu sepertinya suka banget sama permen itu." Riana mengangguk dengan bersemangat. "Aku nggak bisa sehari aja nggak makan permen ini. Pokoknya nggak ada satu hari pun yang terlewatkan oleh aku untuk menikmati permen ini," jawab Riana. "Kenapa?" Tanya Rangga merasa penasaran. "Soalnya pertama kali makan permen ini karena diberikan oleh seseorang yang berhasil ngebuat aku semangat lagi," cerita Riana sambil tersenyum bahagia mengingat orang tersebut. "Apa kamu tahu orang yang memberikan permen itu?" Tanya Rangga lagi. Riana menggeleng. "Aku nggak tahu wajah maupun namanya. Tapi siapapun dia aku selalu merasa berterimakasih padanya," jelas Riana. Rangga ikut tersenyum mendengar perkataan Riana. Setelah itu ia memilih diam dan tidak menanyakan lagi apapun pada Riana. Pria itu membiarkan Riana untuk menghabiskan waktu selama perjalanan dengan fokus menikmati permen kesukaannya itu. Setelah perjalanan yang cukup panjang, akhirnya mobil yang dikendarai Rangga tiba di parkiran universal studio. Dari dalam mobil Riana tentu saja menatap takjub melihat area universal studio yang sudah begitu ramai oleh pengunjung walau saat ini mereka masih berada di area parkiran. Rangga kemudian segera mengemudikan mobilnya untuk mencari tempat parkir yang kosong. Seteleh beberapa menit berkeliling, akhirnya ia berhasil menemukan satu tempat parkir kosong. Tanpa menunggu lama Rangga segera memarkirkan mobilnya di sana sebelum tempat parkir tersebut direbut orang lain. "Ini pertama kali kamu ke sini kan?" Tanya Rangga yang sudah mematikan mesin mobil dan sedang melepaskan sabuk pengamannya setelah selesai memarkirkan mobilnya. Riana ikut melepaskan sabuk pengaman sambil mengangguk menjawab pertanyaan Rangga. Matanya tidak berhenti menatap kagum melihat area luar dari universal studio yang ada di deoan matanya saat ini. "Tempatnya ramai banget," ujar Riana penuh semangat sambil tangannya bergerak melepaskan sabuk pengaman yang ia kenakan saat ini. Keduanya bersama-sama keluar dari mobil milik Rangga. Riana masih memegang ransel kecil milik Rangga, sedangkan pria itu berjalan ke arah belakang mobilnya membuka bagasi. Riana yang berjalan mengikuti Rangga ke arah belakang mobil pria itu langsung terkejut begitu melihat bahwa ternyata di bagasi mobil tersebut selain ada tas besar yang dipegang Rangga tadi, ternyata juga ada sebuah Canva putih yang ukurannya cukup besar. "Buat apa Canva itu?" Tanya Riana kebingungan. Rangga hanya tersenyum tanpa menjawab pertanyaan Riana. Ia sibuk mengeluarkan Tas serta canva tersebut dari bagasi mobilnya, sehingga kedua tangannya saat ini sibuk memegang kedua benda besar tersebut. "Ayok masuk," ajak Rangga setelah sudah mengeluarkan Canva dan tas besar tersebut kemudian menutup bagasi. Keduanya berjalan bersama masuk ke area Universal Studio yang terlihat begitu ramai oleh pengunjung dengan berbagai usia. Sampai di dalam area universal studio Riana tetap saja menatap kagum menikmati area yang begitu ramai. Ia beberapa kali memperhatikan wahana-wahana yang ada, dalam hatinya ia sangat ingin mecoba untuk merasakab beberapa wahana permainan di sana, namun uangnya belum ada saat ini. Jika sudah ada uang ia akan menyisipkannya untuk bermain di sini nanti. Rangga kemudian membawa Riana ke depan istana universal studio. Tempat mereka berdiri saat ini bisa melihat dengan jelas seluruh bagian depan istana di universal studio ini. Sampai di posisi yang cukup strategis menurut Rangga, ia kemudian segera membuka Tas ransel besar yang ia bawa. Di dalam tas itu ia mengeluarkan bangku lipat kemudian di letakkan di lantai, ia juga mengambil stand canva lipat kemudian meletakkannya lalu menaruh Canva putih tersebut. "Kamu bisa ngelukis?" Tanya Riana begitu melihat peralatan yang dikeluarkan Rangga saat inii. Entah kenapa Riana bisa melihat ada senyum getir dari bibir Rangga. Kemudian pria itu menatapnya dan tersenyum padanya. "Hanya hobi yang suka kulakukan untuk melepas lelah disaat sedang ada waktu luang kaya sekarang," jawab Rangga. Ia kemudian mengeluarkan satu bangku lipat lagi dan meletakkannya di samping nya serta memberi kode pada Riana untuk duduk di bangku tersebut. "Bisa tolong buka ransel yang kamu pegang nggak?" pinta Rangga. Riana tentu saja langsung memebrikan anggukan dan kemudian membuka tas ransel yang saat ini ada di pangkuannya. Di dalam tas ransel itu terdapat berbagai macam kuas serta beberapa botol cat air yang sepertinya sudah sering digunakan oleh pria itu. Rangga kemudian mengeluarkan sebuah palet lukisan dan meja kecil untuk meletakkan palet tersebut. Barulah setelah itu pria itu mulai mengeluarkan satu persatu cat air yang ada di dalam botol ke atas palet. Riana memperhatikan semua gerak-gerik Rangga. Lama kelamaan ia menikmati melihat Rangga yang seperti terlihat santai dan bahagia dengan aktifitas yang tengah dilakukanya saat ini. Setelah semua peralatan sudah selesai disiapkan. Rangga mulai menyapukan perlahan kuas di atas Canva yang ada di hadapannya saat ini. Riana yang duduk di samping Rangga menopang dagu dengan tangannya dan sibuk melihat wajah samping Rangga yang terlihat begitu serius menatap Canva dan beberapa kali melihat ke arah pemandangan di depan mereka saat ini. Posisinya saat ini benar-benar adalah spot terbaik yang bisa menggambarkan betapa tampan dan kharismatiknya Rangga saat tengah fokus melukis. Waktu berlalu begitu cepat. Sebuah gambar mulai terlihat di Canva yang ada di hadapan Rangga dan Riana saat ini. "Padahal belum jadi sempurna, tapi hasilnay udah kelihatan bagus banget," gumam Riana memuji hasil lukisan Rangga yang belum benar-benar jadi namun sudah terlihat begitu indah dan mempesona. "Aku masih belajar," jelas Rangga berusaha merendah di hadapan Riana. "Yang kaya gini aja masih belajar?" Tanya Riana takjub. "Aku malah mikir kamu udah kaya para pelukis profesional loh," ujar Riana kagum. Rangga tersenyum kemudian menatap wajah Riana lekat. Ia kemudian mengambil sebuah buku note yang biasa ia gunakan untuk menggambar sketsa di dalam tas besar yang ia pegang tadi dan juga mengambil sebuah pensil. "Coba kamu mundur sedikit," pinta Rangga. Walau kebingungan Riana tetap mengikuti perkataan Bagas, ia memundurkan bangku yang diduduki dirinya sambil menatap Rangga heran. Rangga kemudian mulai menggerakkan pensil di jarinya ke atas buku note yang ia pegang. "Kamu ngapain? Jangan lukis aku," ujar Riana sambil menutupi wajahnya karena malu pada Rangga. “Sebentar aja. Nggak akan lama kok," mohon Rangga. Riana akhirnya memilih diam membiarkan Rangga lanjut menggambar dirinya di buku note. Ia menatap Rangga tanpa bergerak sama sekali. Melihat Rangga yang terus menatapnya dan buku note beberapa kali bergantian entah kenapa membuat Riana menjadi malu dan gugup. Ia berusaha mengontrol ekspresi dirinya dan mengontrol degup jantungnya yang berdebar kencang. Hanya dua puluh menit dan sapuan pensil Rangga berakhir di buku note tersebut. Ia tersenyum puas melihat hasil gambarnya. Rangga memberi kode pada Riana untuk mendekatinya menggunakan tangannya. Riana segera menggeser kembali bangku mendekati Rangga untuk melihat hasil gambar pria itu. "Bagus banget," gumam Riana menatap hasil gambar wajahnya yang dilukis Rangga. "Modelnya cantik, tentu saja hasilnya bagus," bisik Rangga. Riana mengangkat wajahnya dan gerakannya terhenti begitu menyadari Rangga sedang menatapnya dan wajah mereka begitu berdekatan. Jantung Riana berdegup kencang seakan merasa bahwa Rangga seperti akan menciumnya. Wajah mereka semakin dekat dan tiba-tiba tangan Rangga naik menyentuh rambut Riana kemudian menyelipkannya ke belakang telinga wanita itu. Begitu Rangga menjauhkan wajahnya barulah Riana bisa bernafas kembali dengan normal, sedari tadi dirinya menahan nafas karena gugup dan jantungnya berdegup kencang. Rangga kembali melanjutkan kegiatan melukisnya. Sedangkan Riana, begitu selesai menormalkan detak jantungnya ia menatap kembali hasil gambar dirinya yang dilukis oleh Rangga. Ia kemudian menatap kembali wajah Rangga yang terlihat serius memoles kuas di atas Canva. Riana menyentuh dadanya. Bertanya-tanya di dalam hatinya apa arti dari hal yang ia rasakan ini. Rasa gugup, jantung berdegup kencang, dan rasa bahagia yang ia rasakan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD