Pagi yang cerah memang tidak melulu membuat hariku pun menjadi cerah, birunya langit serta putihnya awan di pagi ini sangat berbanding terbalik dengan suasana yang ada dirumahku.
Setelah melewati hari-hari yang tenang tanpa pertengkaran. Entah mengapa? pagi ini suasana dirumah terasa sangat suram. Aku tidak terlalu paham apa yang menjadi awal mula pertengkaran ibu dan ayah, tetapi yang pasti keributan dipagi ini lebih serius dibanding pertengkaran - pertengkaran mereka yang pernah terjadi sebelumnya. Aku hanya bisa diam mematung menyaksikan keduanya saling melontarkan kata-kata penuh emosi tanpa memperdulikan keberadaanku di dekat mereka, sungguh aku tak tau apa yang harus aku perbuat saat itu.
Setelah percekcokan panjang antara ayah dan ibu. ucapan terakhir ibu, sontak saja membuat ayah terdiam, begitu pun aku yang sama terkejutnya.
"Sudahlah, saya minta kita pisah saja!" ucap ibu.
Ayah pun terdiam. Saat itu, nada bicara ibu memang sudah mulai menurun, hanya saja semua kata-kata yang ibu ucapkan terdengar tegas dan sungguh-sungguh.
"Sepertinya saya memang sudah tidak bisa lagi hidup seperti ini. Saya capek!! puluhan tahun hidup susah sama kamu, nggak pernah sekali pun kamu buat saya bahagia." ucap ibu melanjutkan.
"Oh, jadi selama ini kamu tidak pernah bahagia hidup sama saya?" jawab ayah dengan emosi.
"Ya, kenyataannya memang seperti itu. APA ? APA yang pernah kamu kasih sama saya selama ini APA?" bentak ibu.
Ayah tidak langsung membalas perkataan ibu. Ayah memilih duduk dan menundukan kepala, seraya memejamkan kedua matanya.
Ayah terlihat sedang berusaha untuk menahan emosinya. Ibu yang masih penuh dengan amarah masih berdiri membelakangi ayah sambil menyilangkan kedua lengannya didepan d**a.
"Tidak baik sepertinya bila kita terus berdebat seperti ini, lebih baik kita mendinginkan pikiran kita masing - masing dulu saja nanti baru kita bicara lagi." ucap ayah pada ibu.
"Saya sendiri sudah tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, keinginan saya untuk berpisah sudah sangat bulat. Hari ini saya akan pulang ke rumah ibu. Tolong, kamu yang urus perceraian kita! " jawab ibu seraya berlalu menuju kamar membereskan semua barang – barangnya.
Ibu pergi meninggalkan rumah kami pagi itu. Setelah semua drama pertengkaran yang panjang antara ayah dan ibu. Saat ibu pergi, ayah hanya duduk diam– membiarkan ibu berlalu. Sebelumnya ibu sempat memelukku, pamit untuk keluar dari rumah. Ibu berpesan padaku untuk menjaga Rani– ibu meminta aku menjaga Rani selama ibu tidak dirumah. Tidak ada satu patah kata pun yang keluar dari mulut. Perasaanku saat itu sangat bercampur aduk, aku kecewa dengan keadaan juga marah pada ayah dan ibu. Kenapa mereka harus bertengkar seperti ini? Kenapa ibu harus meminta berpisah dari ayah? dan keluar meninggalkan rumah.
Pagi itu adikku Rani sudah berangkat kesekolah lebih awal. Sehingga Rani tidak menyaksikan pertengkaran antara orang tua kami dan tidak mengetahui jika ibu meninggalkan rumah pagi ini.
Sesaat setelah kepergian ibu, dengan sedikit rasa kecewa aku memberanikan bicara pada ayah.
"Kenapa ayah tidak menahan ibu?kenapa ayah membiarkan ibu meninggalkan rumah?" tanyaku pada ayah saat itu.
"Biar kan ibu menenangkan pikirannya, disaat nanti amarahnya sudah mereda ayah akan datang kerumah nenek untuk menjemput ibu." itulah alasan yang saat itu ayah ucapkan.
"Teteh tidak perlu terlalu merasa khawatir, biarkan ayah dan ibu menyelesaikan permasalahan ini! Doakan saja yah!" pinta ayah.
Seharian ini, aku benar-benar merasa kacau. Pikiranku jauh melayang memikirkan segala kemungkinan yang bisa saja terjadi kedepannya. Bagaimana jika ayah dan ibu benar-benar bercerai? Bagaimana ayah dan ibu harus menjalankan masa tuanya dengan hidup masing-masing? Keluarga bahagia dengan anak menantu serta cucu-cucu dari ayah dan ibu yang berkumpul seketika sirna dalam angan-anganku.
Aku selalu mengharapkan masa depan yang bahagia. Suatu saat nanti, bisa membahagiakan kedua orang tuaku dengan memberikan segala sesuatu yang mereka inginkan, aku akan berusaha memenuhinya. Memiliki suami yang baik, anak-anak yang menggemaskan serta keluarga yang bahagia, agar ayah dan ibu tidak perlu memgkhawatirkan kehidupanku lagi kelak. Tapi saat ini entahlah? Aku merasa sangat kacau, harapan-harapan itu sirna dalam seketika. Saat ini aku hanya berharap jika ibu hanya emosi sesaat, saat ayah menjemputnya nanti, semoga semua amarahnya telah hilang dan ibu mau untuk ikut pulang lagi bersama ayah. Semoga!
****
Hari ini, tiga hari telah berlalu semenjak ibu meninggalkan rumah. Saat ini pastinya adikku Rani sudah mengetahui yang terjadi di saat pagi tiga hari yang lalu. Siang tadi Rani sempat pergi ke rumah nenek untuk menemui ibu, tetapi di sore harinya Rani sudah kembali pulang kerumah dengan raut wajah yang sendu.
" Teh Tari kira neng malam ini nginep dirumah nenek?" tanyaku pada Rani.
" Tadi nya gitu, tapi ibu bilang neng pulang aja." Jawab Rani.
" Ya sudah! biarkan saja dulu! mungkin ibu ingin ayah yang menjemput." Ucap ku.
" Kapan ayah jemput ibu ya, teh? Tanya Rani lirih.
" Nanti teh Tari coba bicara sama ayah." Jawab ku.
Saat ini, mungkin aku dan Rani sudah dewasa. Kami berdua sudah mandiri dan bisa mengurus segalanya sendiri tanpa tergantung pada ibu. tetapi ketiadaan ibu dirumah kali ini terasa berbeda. Aku tidak ingin ayah dan ibu berpisah. Aku ingin ayah dan ibu bisa mengabiskan masa tuanya bersama-sama, dan aku ingin dapat membahagiakan mereka saat tiba waktunya itu.
Aku sangat kecewa, siapapun itu pasti akan sangat merasa kecewa dan sedih jika mengetahui kenyataan bahwa kedua orang tuanya benar-benar berpisah.
Sambil duduk diteras rumah aku menunggu kepulangan ayah. Biasanya sebelum maghrib ayah pasti sudah dirumah, tetapi sampai sekarang waktu sudah menunjukan pukul delapan malam ayah belum juga pulang ke rumah.
Malam ini udara terasa lebih dingin, angin bertiup sedikit lebih kencang dari biasanya. bahkan sang bulan tidak menampakan rupa-nya hanya sesekali mengintip dari celah-celah awan yang telihat menutupi hampir seluruh langit malam. Sepertinya malam ini akan turun hujan, aku menjadi semakin merasa khawatir, karena belum juga terlihat tanda-tanda kedatangan ayah.
Setelah menunggu beberapa saat sambil memainkan gawai. Terlihat ada bayangan hitam berjalan dalam kegelapan semakin mendekat kearah rumah.
Ayah pulang!!
"Assalamualaikum." Ucap ayah.
"Waallaikumsalam." Jawabku.
"Kenapa pulang terlambat banget, yah?" Tanyaku melanjutkan
"Tadi ayah mampir kerumah nenek dulu, ketemu sama ibu." jawab ayah.
Rupanya itu yang membuat ayah pulang telat dari biasanya.
"Ibunya mana? belum mau pulang?" Tanyaku kembali.
"Nanti ayah coba lagi ya!" Ucap ayah.
"Ya sudah! Ayah sudah makan? Tadi teteh sudah membeli makanan buat ayah, sudah teteh siapin di dalam ." Ucap ku.
"Ya sudah! ayo masuk sepertinya mau hujan! " Ajak ayah.
Semenjak kepulangan Rani dari rumah nenek. Dia terlihat banyak terdiam. Menyadari ada yang menjadi beban pikirannya, aku mencari tahu apa yang sedang menjadi ganjalan pada dirinya. Aku bertanya pada Rani saat dikamar, sedikit memulai perbincangan sebelum tidur, menanyakan padanya bagaimana keadaan ibu? dan juga apa saja yang Rani obrolkan tadi dengan ibu? belum sempat menjawab pertanyaanku, saat itu tangisnya pun pecah. Rani seperti merasa terluka. Saat tadi dirumah nenek Rani sempat meminta ibu untuk pulang tapi seperti nya jawaban yang diberikan oleh ibu tidak sesuai dengan harapan Rani, bahkan Rani bilang saat itu ibu meminta Rani untuk menerima kenyataan bahwa ibu sudah tidak mau tinggal bersama ayah lagi dan ibu juga menyarankan agar Rani sebaiknya ikut bersama ayah saja, itu semua membuat Rani merasa bahwa saat ini ibu sudah benar-benar tidak perduli dengan keluarga ini. Ia sangat kecewa bagaimana bisa ibu tidak meminta kami anak-anaknya untuk ikut bersamanya, setidaknya walaupun seorang istri meminta berpisah dari suaminya tetapi seorang ibu tidak mau berpisah dari anak-anaknya. Itu semua membuat Rani merasa ibu terasa semakin menjauh. Saat itu aku beri Rani pengertian, agar hatinya merasa tenang. Setidaknya mengobati sedikit luka hatinya.