Bab.16 apakah ini kebenarannya?

1101 Words
Dalam lamunan, aku teringat kembali kejadian demi kejadian saat itu. Mungkinkah handphone baru ibu yang aku belikan, menjadi awal mula terjadinya tragedi dalam keluargaku. Ibu yang pada saat itu sibuk dengan handphone-nya, apakah karena kegiatannya bertukar pesan dengan laki-laki itu? Ibu yang sangat menjaga handphone-nya, tidak ingin dan boleh ada orang yang melihat. Apakah karena ada sesuatu didalamnya? Juga sikap-sikap kasar ibu pada ayah saat itu. Apakah semua karena pria itu. Kepala ini menjadi terasa sangat sakit, aku memutuskan untuk masuk kamar dan berbaring. Meninggalkan nenek sendiri didepan TV. Kaki ini serasa tak memiliki tulang, bergetar tak menentu. Ditambah batuk-batuk seharian ini yang tak kunjung berhenti, menambah keadaanku semakin tidak baik-baik saja saat ini. Terdengar nada dering dari gawaiku. Terdapat panggilan masuk dari pak Yustarto. "Assalamualaikum" ucapku "Waalaikum salam" terdengar jawaban dari seberang. "Ya, pak Yus!" Ucapku. "Maaf ya Tar, aku telepon. Ganggu istirahatmu ya?" Ucap pak Yus. "Ah, tidak kok pak! Kebetulan saya sedang berbaring saja. Ada apa ya pak? tumben sekali telepon." Ucapku. "Bagaimana kondisimu saat ini Tar?" Tanya pak Yus. "Kondisi saya saat ini tidak lebih baik dari sebelumnya pak, sampai saat ini belum menunjukan perkembangan kearah yang lebih baik." Jawabku. "Begini Tar, saya langsung keintinya saja ya. Selain ingin mengetahui kondisimu. Saya juga ingin memastikan, tepatnya menanyakan kapan kamu bisa mulai aktif bekerja lagi? Sampai hari inikan sudah hampir dua minggu kamu ijin, kebetulan juga pekerjaan ditoko sedang banyak. Jadi kami benar-benar membutuhkan personil yang cukup." Ucap pak Yus. "Sebelumnya saya minta maaf ya pak, karena ijin terlalu lama." Jawabku. "Iya, aku paham akan hal itu! Siapapun pasti tidak ada yang mau sakit berlama-lama. Tapi saya harap kamu memahami ya, karena ini tuntutan dari perusahaan." Ucap pak Yus. "Iya,pak! Saya sangat mengerti situasi yang bapak alami saat ini. Untuk itu saya sangat berterima kasih karena sejauh ini bapak sudah memaklumi keadaan saya. Tapi saya minta waktu dua hari kedepan ya pak! Saya usahakan lusa akan mulai bekerja lagi, untuk besok saya minta ijin lagi satu hari." Ucapku. "Ya, sudah baik! Sekali lagi saya minta maaf ya, terima kasih karena sudah mengerti situasinya." Ucapnya. "Iya pak sama-sama." Jawabku. "Silahkan lanjutkan kembali istirahatnya, saya sudahi teleponnya ya. Assalamualaikum." Ucap pak Yus menutup panggilan telepon. "Terima kasih pak, waallaikumsalam." Jawabku. Aku dan atasanku itu sebenarnya cukuplah dekat, tentunya dekat dalam artian hubungan antara atasan dan bawahan. Pak Yus banyak membantuku dalam hal pekerjaan. begitupun sebaliknya, aku termasuk salah satu bawahannya yang paling bisa dia andalkan. Selain itu aku juga mengenal istrinya, bu Mira. Aku yakin sebenarnya untuk pak Yus pribadi, dia tidak terlalu mempermasalahkan dengan aku yang sakit terlalu lama. Tetapi, dia sendiri mungkin harus menanyakan itu padaku karena profesionalisme pada pekerjaan. *** Sebelum ashar ibu sudah pulang, tentunya dengan diantar oleh om Hendra lagi. Aku baru menyadari, ibu yang kulihat sekarang ini memang sangat berbeda dengan sosok ibu yang kukenal dulu. Wanita yang hangat itu, yang dahulu kesehariannya disibukkan dengan keluarga dan sosialisasi dengan tetangga saja. Kini telah berubah menjadi sesosok wanita yang lebih mewah, pulang pergi dengan turun naik mobil. Juga komunitasnya saat ini sungguh berbeda dengan dulu. Aku tidak tahu bagaimana dan dengan apa ibu menutupi segala kebutuhannya itu. "Teteh sudah makan siangkan?untuk makan malam tadi ibu beli diluar. Nanti kita makan sama-sama." Ucap ibu. "Hemm.." jawabku singkat, hanya itu yang bisa keluar dari mulutku. Rasanya malas sekali melakukan obrolan dengan ibu. Tapi nampaknya aku harus tetap membuat obrolan dengan ibu. Aku harus bicara dengannya, tentang pembicaraaanku tadi dengan pak Yus ditelepon. "Bu, sepertinya lusa teteh akan mulai bekerja lagi, tadi atasan teteh sudah menghubungi." Ucapku. "Kamu yakin?memang kondisimu saat ini sudah bisa dibawa bekerja? Ibu pikir kamu akan mengundurkan diri?" "Rasanya teteh masih sulit membuat pilihan untuk mengundurkan diri atau tetap bekerja. Kita lihat saja lusa nanti, kalau kondisi badan memungkinkan untuk bisa dibawa bekerja, kemungkinan teteh tidak akan mengundurkan diri. Tapi kalau nanti kondisinya malah bertambah buruk, mau tidak mau teteh harus mengundurkan diri." Jawabku pada ibu. "Kalau menurut ibu sih, sebaiknya kamu fokus dulu dengan pengobatanmu. Paling tidak selama tiga atau lamanya enam bulan kedepan ini. Setelah dari dokter Paru kemarin, saat ini sampai dua bulan kedepan teteh sedang proses pengobatan intensif. Baru pengobatan lanjutnya empat bulan kedepannya kan?" Ucap ibu memberiku masukan. "Iya, teteh tahu! Tapi teteh bingung, belum bisa mengambil keputusan untuk saat ini." Ucapku. "Ya sudah, kita lihat lusa kalau begitu." Ucap ibu. Setelah obrolan itu, ibu keluar kamar dan duduk didepan TV bersama nenek. Saat ini perasaanku campur aduk terhadap ibu. Gara-gara obrolanku dengan nenek tadi pagi, tak dapatku hindari ada rasa kecewa dan sedikit benci pada ibu. tapi dilain sisi, aku juga memiliki perasaan menyayangi dan menghormatinya karena dia adalah ibuku. Jika benar om Hendra adalah alasan terbesar ibu untuk meminta berpisah dari ayah. Entah bagaimana aku harus bersikap pada ibu. *** Selama hampir dua minggu ini sungguh aku merasa bosan. Selain berbaring dan menonton TV, tidak ada lagi kegiatan yang dapat aku lakukan. malam ini, selepas makan malam dan shalat isya, aku mencari udara segar keluar rumah. Walaupun hanya sebatas diteras rumah nenek. "Liat, bulannya bagus banget teh!" Terdengar suara ibu sambil menunjukan jarinya kearah sang putri malam. Dengan segelas teh manis hangat ditangannya, iya menyusulku mencari udara segar. "Ya, langitnya sangat cerah." Jawabku. "Sudah mengabari ayahmu, untuk mengambil barang-barang yang masih tertinggal ditempat kost?" Tanya ibu. "Sudah, kemarin teteh sudah mengirim pesan pada Neng. Tadi juga neng sudah memberi kabar, besok ayah akan mengambilnya." Jawabku. "Ngomong-ngomong ibu sudah lama tidak pernah melihat Andi. Selama kamu sakit, Andi juga tidak terlihat. Kamu sudah putus dengan Andi?" Tanya ibu "Saat ini Andi sedang ada di seberang pulau bu. Sudah satu bulan lebih Andi dipindah tugaskan kesana." Jawabku. "Oh, pantas saja!" Ucap ibu. "Ibu, apakah hubungan ibu dan om Hendra serius?" Kulontarkan pertanyaan itu seraya kuarahkan tatapanku padanya. Tak langsung menjawab, ibu terlihat berpikir sejenak. "Kenapa ibu diam? Apakah pertanyaanku sulit untuk ibu jawab?" Tanyaku kembali. "Om Hendra adalah laki-laki yang bisa membahagiakan ibu. Dia laki-laki yang mapan. Walaupun saat ini dia telah memiliki istri, dia tentunya mampu untuk menjadikan satu atau dua wanita lagi yang dia inginkan untuk dia jadikan istrinya." Ucap ibu dengan jawabannya yang membuatku amat terkejut. "Jadi om Hendra sudah memiliki istri? Kenapa? Kenapa bu? Ibu jugakan seorang perempuan, kenapa ibu harus mendekati laki-laki yang sudah beristri." tanyakubtak mengerti. "Selama dia bisa membahagiakan ibu, dia bisa memenuhi semua kebutuhan ibu dan membelikan apapun yang ibu inginkan. Ibu tidak mempermasalahkan status menjadi istri kedua." Ucap ibu dengan penuh keyakinan. Aku tidak habis pikir dengan pemikiran ibu itu. Obrolan dengan ibu kali ini membuat emosiku menjadi naik. Bagaimana bisa ibu yang aku kenal itu memiliki pemikiran seperti itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD