Bab 3 - Titik Kelemahan

1810 Words
Selina menghentakkan kakinya kesal ketika memasuki dapur hotel tempatnya bekerja. Wajah gadis itu memerah karena marah bercampur malu. Mike Foster—kepala koki hotel tempatnya bekerja, menghampirinya dan menepuk pundaknya. "Kamu kenapa, Selly?" Mike memperhatikan raut wajah Selina yang ditekuk. Selly adalah nama kecil Selina. Hanya orang-orang terdekat yang memanggilnya dengan sebutan itu. Selina dan Mike adalah teman sejak kecil. Mike juga merupakan senior Selina semasa kuliah dulu. Usia mereka yang hanya terpaut empat tahun membuat mereka tampak seperti kakak adik. Mike juga yang merekomendasikan Selina untuk bekerja di Hotel Grand Luxury. Walau umur Mike masih di bawah kepala tiga, tetapi pria itu memiliki segudang prestasi dan kepemimpinan yang cukup baik. Mike diangkat menjadi kepala koki menggantikan kepala koki terdahulu yang pensiun sebulan yang lalu. Selina mendongak menatap wajah Mike yang terlihat khawatir kepadanya. "Tidak apa-apa, Mike. Aku hanya bertemu pria gila tadi," celoteh Selina. Gadis itu tidak ingin menceritakan kejadian memalukan tadi kepada Mike. Rasanya ia ingin menghajar pria itu jika bertemu dengannya lagi. "Oh iya, maaf pencuri tadi aku tidak berhasil menangkapnya," ucap Selina merasa menyesal. "Tidak apa-apa, Selly. Lagian pencurinya sudah ditangkap kok sama petugas keamanan," jelas Mike. "Lho, kok bisa?" tanya gadis itu heran. "Entahlah." Mike mengedikkan pundaknya. "Lagian sepertinya pencuri itu mencuri makanan di dapur karena terpaksa katanya. Aku dengar karena dia kelaparan dan tidak punya uang jadi dia mengendap-endap masuk ke hotel ini." "Ternyata kasihan juga orang itu, tapi mencuri itu tetap saja salah," timpal Selina. Mike mengangguk menyetujui pendapat gadis itu. "Kalau CEO berhati baja kita tahu kejadian ini, pasti penjagaan di hotel ini akan lebih diperketat lagi. Semoga saja petugas keamanan di sini tidak kena imbas kemarahannya." Selina menggedikkan bahunya ngeri membayangkan CEO Grand Luxury yang terkenal kejam dan berhati baja itu mengetahui kejadian hari ini. Walau Selina sudah lima bulan bekerja di tempat itu, tetapi ia belum pernah bertemu dengan CEO perusahaan itu sekalipun. Hanya saja terdengar desas-desus mengenai temperamen buruk CEO mereka dari para karyawan yang pernah terkena imbas kemarahannya. CEO mereka terkenal dengan sebutan raja iblis di hotel itu. Tidak heran ia mendapatkan julukan tersebut karena pria itu mampu menghancurkan hidup mereka dalam sekejap, termasuk saingan perusahaan mereka. "Ya, semoga saja mereka baik-baik saja," timpal Mike menenangkan Selina yang masih membayangkan betapa menyeramkan CEO mereka yang tidak pernah ditemuinya itu. "Ayo, kamu bersiap-siap membuat menu pastry untuk hari ini," ajak Mike. Selina mengangguk pelan dan bersiap-siap untuk bekerja hari ini. ° ° ° ° Perusahaan Gesund Corporation. Seorang pria berusia lima puluhan sedang duduk di kursi kebesarannya sambil menundukkan kepalanya. Terukir wajah frustasi di balik kerutan-kerutan halusnya. Ia memijat pelipisnya yang terasa berat dan berdenyut hebat. Pria paruh baya itu adalah Alfonso Anderson, pemilik Gesund Corporation. Di samping Alfonso berdiri seorang pria muda yang sedang membacakan hasil laporan di tangannya. Berdasarkan laporan keuangan yang dibacakan oleh asisten mudanya, Henry Johnsons, perusahaan Gesund yang bergerak di bidang farmasi itu mengalami kerugian hingga puluhan miliar dalam kurun waktu satu minggu. Semua itu dikarenakan pabrik miliknya yang berada di Kota Brimingham melakukan penghentian produksi. Pabrik mereka disegel oleh pihak berwajib dan badan pengawas obat-obatan. Alasannya karena perusahaan Gesund dituduh telah melakukan produksi pemalsuan obat-obatan. Beberapa pihak rumah sakit melaporkan hal ini kepada pihak berwajib karena ada pasien mereka yang mengonsumsi obat dari pabrik Gesund mengalami komplikasi dan bahkan kematian. Sampai sekarang belum diketahui penyebab dan dalang di balik semua kejadian itu. "Bagaimana bisa seperti itu, hah?" teriak Alfonso kepada asistennya. Menggebrak meja kerjanya hingga Henry terperanjat. "Karena penyegelan pabrik kita minggu lalu, kita tidak dapat memenuhi permintaan klien yang sudah bekerjasama dengan kita, Pak. Mereka mengajukan tuntutan untuk kompensasi kepada kita karena tidak menyerahkan barang tepat waktu," jelas Henry dengan lugas. Pria itu sudah menduga atasannya pasti akan mempertanyakan hal ini, tetapi semua sudah terjadi. Henry pun tidak mampu berbuat apa-apa. Karena terlalu emosi dan kalut, denyut jantung Alfonso tiba-tiba berpacu dengan sangat cepat. Napasnya pun menjadi semakin sesak karena pasokan udara dan peredaran darahnya terhambat. Perlahan kesadaran pria tua itu pun menghilang. "Pak! Pak!" teriak Henry histeris. ° ° ° ° Langkah tergesa-gesa dari seorang gadis memenuhi koridor rumah sakit Belliton. Gadis itu membuka pintu sebuah kamar VIP pasien. Sebelum memasuki ruangan itu, ia berusaha mengatur deru napasnya yang tersengal-sengal. Di atas brankar terbaring seorang pria berusia sekitar lima puluhan dengan selang oksigen di hidungnya dan beberapa kabel pada d**a pria tua itu yang terhubung ke sebuah layar monitor di sampingnya. Tampak seorang wanita yang berusia hampir sama dengan pria tua itu sedang duduk di samping brankar. Wajah wanita yang hampir menginjak usia lima puluh tahun itu tampak kusam dan lelah. "Daddy …," ucap gadis itu dengan suara tercekat menahan tangis. Sepasang mata indahnya telah berkaca-kaca dengan cairan bening yang menganak sungai. Wanita tua itu menoleh ke arah gadis itu. "Selina? Untuk apa kamu ke sini?" tanya wanita itu dengan nada tidak senang melihat kehadiran Selina di tempat itu. Pria yang terbaring itu adalah Alfonso Anderson. Ia mengalami gagal jantung setelah mendengar kabar perusahaannya yang terpuruk. Selina Anderson adalah putri kandung Alfonso dari istri pertamanya. Alfonso bercerai dengan istri pertamanya dan menikah lagi. Selina ikut dengan ayahnya setelah kedua orangtuanya bercerai. Wanita yang sekarang sedang menemani Alfonso adalah Emma Milton, istri kedua Alfonso. Emma tidak menyukai Selina sejak dulu karena Alfonso begitu menyayangi Selina melebihi putrinya, Jessica Anderson. Sejak Selina berusia tujuh belas tahun, gadis itu telah meninggalkan rumahnya karena tidak ingin melihat ayahnya terus bertengkar dengan ibu tirinya itu demi dirinya. Selina melanjutkan hidupnya dengan bekerja sambilan dan mengambil kuliah dengan penghasilannya sendiri. Padahal Alfonso selalu mengirim uang kepadanya, tetapi Selina tidak pernah memakai sepeserpun uang tersebut. Semua ini karena Selina ingin membuktikan kepada ayahnya bahwa dirinya masih bisa bertahan hidup dengan kekuatannya sendiri. Siang ini Selina mendapat telepon dari asisten ayahnya, Henry. Pria itu memberitahunya bahwa Alfonso dirawat di rumah sakit. Selina pun segera datang ke rumah sakit, tetapi sekarang Emma tampaknya ingin menghalanginya untuk menemui ayah kandungnya sendiri. "Emma, aku tidak ingin berdebat denganmu. Aku hanya ingin melihat keadaan ayahku," balas Selina menatap Emma dengan sinis. Ia tidak pernah memanggil Emma dengan sebutan ibu karena menurutnya wanita itu tidak pantas menjadi pengganti ibunya. "Keluarlah! Ayahmu tidak akan mau bertemu denganmu!" seru Emma seraya mendorong tubuh Selina agar keluar dari ruangan itu. Selina berdecak sinis, lalu menatap Emma dengan tajam. "Apa kamu cacing di perut Ayahku?" sindirnya. Selina tidak terima diperlakukan seperti itu. Ia membalas perbuatan Emma dan mendorong wanita itu dengan kuat hingga ia terduduk di lantai. "Kau! Dasar gadis kasar! Kau sama saja dengan ibumu yang murahan itu, sama-sama tidak tahu malu!" balas Emma menorehkan luka di hati gadis itu. Selina mengeratkan giginya, tidak terima Emma menghina ibunya. Ia menarik kerah baju Emma dan menatapnya tajam. "Coba katakan sekali lagi kalau kau berani! Aku akan mematahkan seluruh gigimu!" gertak Selina tidak main-main. "Sebaiknya kamu berkaca, wanita tidak tahu malu itu kamu!" Tubuh Emma bergetar mendengar ancaman Selina. Ia tahu gadis itu selalu melakukan hal yang telah diucapkan olehnya. Ia membungkam mulutnya rapat-rapat kali ini. Takut seluruh giginya yang telah di-bleaching menjadi hilang begitu saja. Selina mendengkus dan menyeringai. Dilepaskannya cengkeraman tangannya dari pakaian Emma hingga membuat wanita tua itu kembali terduduk lemas di lantai. Walau tubuh Selina kecil seperti wanita pada umumnya, tetapi gadis itu memiliki tenaga yang cukup besar karena dirinya terlatih melakukan pekerjaan kasar dan juga ia pernah belajar dasar-dasar bela diri untuk melindungi dirinya sendiri. Selina melatih dirinya untuk tumbuh kuat agar tidak mudah ditindas, terutama oleh orang seperti Emma dan putrinya. Selina mendekati ayahnya yang masih belum sadarkan diri. Cairan bening terlihat telah menumpuk di sudut matanya. Walau bagaimanapun Selina masihlah seorang perempuan. Ia masih memiliki perasaan lembut di dalam dirinya. "Daddy …," lirihnya. Alfonso mendengar suara putrinya dan membuka matanya perlahan. Ia tersenyum tipis tanpa sanggup mengeluarkan suaranya. "Dad, ini aku … Selly …," lirih Selina lagi. Kali ini cairan bening di sudut matanya berhasil lolos menghujam wajahnya. "Sel … ly…," ucap Alfonso dengan napas terputus-putus. Selina segera meraih tangan ayahnya yang mengawang di udara dan tersenyum lebar. Gadis itu meletakkan tangan ayahnya itu pada wajahnya agar pria tua itu dapat merasakan kehadirannya. Sudah beberapa minggu Alfonso tidak melihat putrinya itu karena dirinya yang sibuk mengurus perusahaan dan Selina yang sibuk dengan pekerjaannya sendiri. Apalagi mereka hanya bisa bertemu di luar rumah karena Emma yang tidak suka dengan kehadiran Selina di rumah mereka. Rasa rindu antara ayah dan anak terpancar dari sinar mata kedua orang tersebut. "Dad, jangan berbicara dulu. Pulihkan kondisimu dulu. Masalah perusahaan serahkan kepada Henry, dia akan mengatasinya terlebih dahulu. Aku akan memantaunya," bujuk Selina agar ayahnya tidak banyak berpikir mengenai masalah perusahaan. Selina telah mendengar mengenai kondisi perusahaan ayahnya yang merugi. Gadis itu tidak dapat berbuat apa-apa. Ia hanya berusaha menenangkan ayahnya agar penyakitnya tidak semakin parah. ° ° ° Hotel Grand Luxury. "Bagaimana dengan perusahaan Gesund?" tanya Reagan dengan pandangan menatap jendela besar di depannya. "Seperti rencana kita, Bos. Perlahan kondisi keuangan mereka semakin menurun dan Tuan Anderson dikabarkan sedang dirawat di rumah sakit karena kondisi jantungnya," jelas Hans. Reagan menyeringai. "Dasar lemah, tidak seperti rekannya yang lain masih perlu kita bereskan sendiri. Dia belum apa-apa sudah tumbang," cibir Reagan. "Terlalu membosankan." Selain Gesund, masih ada beberapa perusahaan besar lainnya mengalami hal yang sama, tetapi Reagan harus mengirim beberapa bawahannya untuk membereskannya alias mempermainkan mereka hingga mereka kehilangan tempat bernaung dan juga tujuan sebelum hidup mereka menghilang dari muka bumi. Pria itu sangat puas melihat penderitaan mereka. Dendam kedua orangtuanya selama lima belas tahun ini hampir diselesaikannya satu per satu tanpa adanya belas kasihan. Mereka harus merasakan bagaimana rasanya kehilangan orang-orang yang mereka cintai termasuk segala aset berharga mereka. "Apa kita perlu mengirim orang untuk menghabisinya, Bos?" tanya Hans. "Sementara ini tidak perlu, aku ingin melihat penderitaannya sedikit demi sedikit. Sepertinya akan menyenangkan," timpal Reagan tersenyum sinis. Hans hanya membalasnya dengan anggukan. "Bos, saya sudah menyelidiki latar belakang gadis yang kita temui waktu itu," lapor Hans. Reagan segera berbalik menatap Hans menunggu laporannya, entah kenapa ia begitu tertarik dengan gadis yang dibicarakan Hans. Bayangan gadis itu terus menari di dalam benaknya semalam. "Gadis itu baru bekerja di hotel ini selama lima bulan. Pekerjaannya cukup bagus dan diangkat menjadi chef khusus pastry. Nama lengkap gadis itu Selina Anderson," terang Hans. "Anderson? Nama keluarganya Anderson?" Reagan mengernyitkan keningnya. Kedua manik mata kuning amber itu menatap asistennya itu menuntut jawaban. "Iya, Bos. Dia adalah putri dari istri pertamanya Alfonso. Sudah hampir tujuh tahun dia tidak tinggal di keluarga Anderson karena tidak akur dengan istri kedua Alfonso. Jadi gadis itu jarang tampil di publik. Yang saya dengar Alfonso sangat menyayangi putri pertamanya itu," terang Hans lebih lanjut. Reagan termangu mendengar penjelasan Hans. Ia tak menyangka dunia ternyata begitu kecil. Tanpa perlu ia mencari titik kelemahan mangsanya, mangsanya malah datang sendiri ke hadapannya. Sejenak terbesit ide gila di dalam kepalanya. Seulas seringai licik terpatri di wajah tampannya yang dingin. To be continue ….
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD