BAB 4. ALASAN APA?

1147 Words
Lelaki selurus Devan saja mampu menghancurkan hatiku. Apalagi seorang lelaki yang hobinya mempermainkan wanita. Hatiku pasti berdarah-darah dibuatnya. "La itu kamu tahu," jawabku. "So gimana? Mau ku bantu mendapatkan hati Devan? Sebagai gantinya kau harus membantuku menjauhkanku dari istri kakakku, deal?" tanyanya. "Aku ...." "Baiklah aku setuju," sahutku sedikit gamang dengan keputusanku. Apa aku sanggup merebut Devan dari Alexa? Apa aku bisa sejahat itu? Entahlah.... "Sebenarnya apa yang terjadi antara dirimu dan kakak iparmu? Kamu menikungnya dari kakakmu sendiri?" tanyaku ada perasaan tak suka saat mengatakannya. "Kau pikir aku sanggup melakukannya? Bagiku kakakku adalah pengganti kedua orang tuaku. Sejak kematian mereka kakakkulah yang mengurusku. Bahkan saat ..." katanya tergugu dengan kalimatnya sendiri. Ada apa? Apa ini ada kaitannya dengan vision yang kulihat? Kesakitan itu. Apa itu dirinya? Ya tuhan.... Apa sih sebenarnya yang sudah kau lalui? "Bahkan saat?" tanyaku karena dia hanya mematung tak beniat melanjutkan ucapannya. Wajahnya memucat. Aku memandangnya penuh selidik. Aku jengkel sekarang! Kenapa disaat aku ingin menyelami pikiran seseorang kemampuanku seakan menghilang. Apa benar aku sudah tidak memiliki indera keenam??? Kenapa sekarang aku merasa sedih? Padahal sudah lama aku berharap kemampuanku itu menghilang. Sekarang saat itu terjadi aku merasa kehilangan. "Ah itu... Aku hanya asal bicara saja. Intinya aku tidak mungkin melakukan 'itu' dengan kakak iparku saat aku sedang sadar," katanya dengan wajah menahan amarah. Dia marah sama siapa? Aku memang sudah tidak bisa membaca pikiran orang, tapi karena aku terbiasa membaca pikiran orang aku jadi terbiasa memperhatikan ekspresi mereka. Jadi aku dengan mudah mengetahui kalau Morgan sedang marah. Entah marah sama siapa? Apa padaku? Tapi apa salahku? Atau marah oada kakak iparnya? Sebentar.... "Maksudmu kamu melakukannya dalam keadaan tidak sadar?" tanyaku mencoba meyakinkan diriku akan persepsiku sendiri. "Wah kamu memang luar biasa, ah... Aku jadi takut jatuh cinta padamu," katanya dengan seringai nakalnya. Aku terkekeh geli mendengarnya. "Oh ya? Kupikir kamu bakalan jadi kekasih yang posesif heh?" tanyaku ikut menggodanya. Dia tersekesima entah karena apa. Dia memandangku dengan tatapan lembut. Membuatku bergidik ngeri. "Kenapa kau memandangku seperti itu, jangan bilang kau jatuh cinta padaku. Hell no! Kan kamu bilang mau mebantuku mendapatkan Devan," sentakku membuatnya gelagapan dan seketika merubah mimik wajahnya menjadi jahil kembali. Laki-laki ini, yang mana dirinya yang asli? Apa wajah penuh kasihnya? Atau wajah penuh seringai nakalnya? Entahlah.... Aku juga tak peduli. "Ah sudahlah, aku mau pulang. Mommyku pasti mencariku," kataku sambil mengambil semua barangku. "Kau tidak melakukan hal menjijikkan padaku kan disaat aku tidak sadar?" tanyaku menatapnya penuh selidik. Dia terkekeh geli. Sangat tampan. "Oh kau tidak tahu saja, sekuat apa aku menahan diriku untuk menyentuhmu apalagi lehermu, seakan memanggilku untuk menyecap rasanya... Aku tak berdaya baby," sahutnya dengan wajah memelasnya. Hell apa-apaan lelaki itu? Aku masuk ke kamar mandi untuk mencuci wajahku. Aku terlalu takut kalau mandi di sarang buaya. Takutnya si m***m itu ikutan mandi denganku. Kan aku takut khilaf say.... Saat aku menatap cermin pandanganku terganggu dengan bercak merah di sepanjang leherku. Aku menatapnya tak percaya. Aku membersihkan kaca, barangkali itu noda di kaca. Tapi tak ada noda setitikpun di kaca. Aku lantas meraba leherku terasa perih. Kenapa baru terasa ya saat dipegang? Aku mengikuti jejak merah itu. Ternyata sampai pundakku dan dadaku bahkan di bagian payudaraku. Dasar sialan! Mesum tetap saja m***m!!! "MORGAN MORERA f*****g Bastard!!!!" *** "Honey, kenapa tak bilang kalau kau bermalam dengan temanmu?" tanya mommy saat aku memasuki mansion keluargaku. Disana sudah ada daddyku seperti biasa membaca majalah bisnis yang menampilkan wajah tampannya. Uh...aku iri dengan mommyku yang bisa mendapatkan daddyku seorang. "Teman?" tanyaku tak percaya. Jadi si bastard itu menghubungi keluargaku. Berani sekali dia. Tapi kenapa mommy dan daddyku bersikap biasa saja? "Kok mommy tidak marah?" tanyaku penuh selidik. "Yah kamu kan bisa menjaga diri sweety, lagipula daddy kenal dengan keluarga Morera. Kakaknya adalah relasi bisnis daddy," kata daddyku tenang. Hell!! Kenapa aku merasa tersinggung ya dengan ketenangan mereka. Ah ... fix aku lebay. Kurasa aku mau mendapatkan periodeku. "Mommy bisa aku bicara denganmu berdua," tanyaku sambil berbisik. Mommyku tersayang mengangguk dengan lembut. "Oh ya mom dad, Abe kemana? Kok aku tak melihatnya sepagi ini?" tanyaku sambil melihat sekitar. "Iya tadi pagi sekali dia dijemput teman kuliahnya katanya ada outbond ke puncak," kata daddy lembut. "Uh selalu saja, kurasa pacar dia adalah tebing-tebing itu," kataku sebal karena dia lebih sering menghabiskan waktu liburnya dengan mendaki gunung atau kegiatan alam lainnya. Kalau aku merengek ikut dia pasti tidak akan mengijinkanku. Alasannya dia tidak mau aku terluka. Ish, keterlaluan! Aku tak selemah itu. Mommy dan daddy hanya tertawa mendengar omelanku. Karena aku selalu menggerutu kalau tidak diajak Abraham saudara kembarku untuk mendaki. "Ayo mom, aku mau bertanya hal penting padamu," kataku masih dengan nada merajukku. "Kenapa tidak bertanya pada daddy saja sweetheart? Daddy juga tau banyak hal," kata daddyku penuh perhatian. "Tentu saja daddy, tapi ini urusan perempuan," kataku terkekeh geli. "Baiklah sayang," kata daddy lembut sambil mengecup lembut keningku. Aku dan mommy berlalu menuju ke kamarku. "Mommy, apa menurutmu kemampuan indera keenamku ada masa kadaluarsanya?" tanyaku langsung ke inti pembicaraan. Mommy terkekeh mendengarnya. "Kau ini selalu saja to the point," katanya disela tawanya. "Aku tak suka berbelit-belit mom," kataku manja. "Baiklah sayang, mommy rasa segala kemungkinan bisa saja terjadi. Memang kenapa? Apa kau kehilangan kemampuanmu?" tanya mommy sambil menatapku penuh perhatian. "Iya mom, kemarin aku melihat sesuatu yang mengerikan dari masa lalu seseorang, sampai aku pingsan. Saat aku sadar aku tidak bisa membaca pikirannya. Bahkan saat dia menyentuhku aku tidak mendapat vision apapun," kataku dengan cepat. Sampai nafasku tersengal saat mengatakannya. "Hei bicaralah dengan tenang, kau bisa kehabisan nafas kalau bicara seperti itu," kata mommy Cia sambil memelukku lembut. Aku kembali melihat kilasan vision mommy dengan daddy yang... "Ish mommy sama daddy nakal, m***m ih..." kataku terhenti karena tersadar sesuatu, "Mom, kemampuanku tidak hilang." "Itu artinya lelaki itu adalah soulmatemu," godanya. "Ish, mommy nggak lucu. Masak aku soulmatean sama si tuan m***m," kataku tak terima kalau harus berjodoh dengan lelaki yang super m***m macam Morgan Morero. "m***m?" tanya mommy dengan pandangan menyelidik andalannya. Mommy memang bisa membaca pikiran orang tapi tidak denganku. Aku selain bisa membaca pikiran orang aku juga bisa melindungi memoriku dari pembaca pikiran. "I... Iya... m***m. Itu... Itu emm orang itu m***m kata anak-anak," kataku terbata. Tak mungkinkan kalau kubilang si tuan m***m itu sudah meberiku hadiah banyak sekali cupang dileher sampai ke payudaraku. Uh kurasa mukaku merona saat mengingatnya. "Tapi kau merona sayang, mommy curiga si tuan Morera Junior sudah melakukan skin ship padamu, apa mommy benar?" tanya mommy Cia penuh selidik. Mommyku ini harusnya jadi pengacara atau penuntut umum karena mommyku itu orangnya cerdas dan mampu mencium ketidak beresan dan analisanya selalu benar. Tapi mommy malah memilih menjadi dokter. "Itu ... Itu ... Benar mommy," sahutku menunduk malu. Apa yang akan dilakukan mommy dan daddy pada si m***m itu saat tau dirinya berani menyentuhku. "Apa? Jadi Morera junior sangat lancang ternyata." teriak cinta pertamaku itu. Ada amarah dalam suaranya. Entahlah, semoga lelaki itu tidak mati. >>BERSAMBUNG>>

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD