Hari ini Raina dengan beberapa tim dari LC akan berangkat ke salah satu desa di Jogjakarta. Di pagi buta ini wanita tersebut sudah siap dengan pakaian yang akan dikenakan selama perjalanan.
Wanita itu sibuk mengumpulkan ASI yang nanti nya akan dibekukan pada freezer untuk kebutuhan Baby G beberapa waktu.
"Berangkat jam berapa nanti?" tanya Daison yang kebetulan melintasi dapur.
"Dari rumah jam 7, Pa. Soalnya Papa Cakka semalem ngasih info di grup kita semua bakal berangkat dari Bandara jam 08:30."
Daison menyeruput santai kopinya sambil sesekali bertanya perihal pekerjaan kepada putri nya. Raina berpamitan menuju dapur untuk membuatkan makanan untuk Baby G.
Sekitar 30 menit kemudian Baby G keluar dari lift dengan di dorong oleh Mbak Desy. Alan dan Gala sudah terlihat tampan dengan setelan hem nya dan Chacha yang terlihat cantik dengan dress berwarna peach.
"Wah cucu Opi wangi banget," puji Cakka menghampiri ketiganya.
"Opi!!" panggil Alan sembari bertepuk tangan.
"Ya Alan. Kamu semakin mirip dengan Ayahmu," tutur Cakka mengelus rambut cucunya.
Raina datang membawa semangkok bubur tim untuk Baby G. Terlihat mereka sangat antusias menerima suapan dari sang Bunda.
Bella bergabung dengan Grego yang berada di gendongannya. Bocah tampan itu masih asik berceloteh.
"Mamam," rengek Grego menunjuk kearah Baby G yang asik disuapin.
"Gre laper? Bentar ya nunggu Papa kamu dulu," tutur Bella memberi pengertian.
"Sini sama Opa ya." Rega yang baru saja tiba menggunakan pakaian santai langsung mengambil alih Grego.
"Nitip Gre dulu ya Uncle," ucap Bella segan.
"Iya Bel santai aja. Gre kan cucu Uncle juga," jawab Rega sambil tersenyum geli. Cucu?
Bella langsung menuju dapur karena tak ingin ketinggalan mengantarkan Adik iparnya ke bandara.
***
Para warga Desa Kanoman sejak pagi tadi masih disibukkan dengan aktivitas nya untuk membersihkan desa karena akan kedatangan petinggi dari Kota yang katanya menginap beberapa waktu disana.
"Apa benar orang kota itu akan kesini? Mereka pasti tidak akan betah tinggal disini karena terbiasa hidup mewah," tanya seorang wanita setengah baya.
"Mereka utusan kantor. Saya dengar, menantu dari petinggi itu juga akan ikut kesini," jelas Bu Muti selaku istri dari kepala desa. Setelah menjelaskan, dia langsung berlalu karena masih harus memantau para warganya.
"Wah kalau menantu dari petinggi, pasti cakep. Tapi kasian juga kalau mereka hidup susah disini."
"Semoga menantu dari petinggi itu orang nya baik ya. Kalau sombong mah kita semua gak akan dapet ilmu. Kayak beberapa bulan lalu. Harusnya kita dapat bantuan layanan kesehatan, malah mereka santai-santai," celetuk Ibu-ibu lainnya.
"Kali ini tamu nya dari perusahaan apa? Kesehatan lagi?" tanya Bu Lastri.
"Kalau saya tidak salah denger sih bidang garmen gitu. Apa ya, pokoknya mereka yang akan ngajari kita pengukuran sama model-model baju terbaru," jelas Bu Made dengan senyuman lebar. Di desa itu memang hanya Bu Made yang sangat menyukai Fashion model terbaru karena memang suami nya termasuk orang terkaya disini.
"Wah pasti Bu Made seneng nih bisa belajar bikin baju. Apalagi Ibu tau mode pakaian," sahut Bu Risty dengan terkekeh.
Wajah Bu Made sumringah. "Tentu saja. Saya sangat suka lihat-lihat outfit yang dikenakan anak ABG sekarang."
Brum Brum
***
Rombongan para pekerja dari Lesan Company tiba di Desa Kanoman sekitar pukul dua siang. Mereka semua terlihat masih tertidur di kendaraan masing-masing karena terlalu lelah selama dalam perjalanan. Alasan lainnya mereka tak mau keluar dari mobil karena terlihat cuaca hari ini sangatlah terik.
Dimohon untuk mobil 5 segera turun dan berkumpul di bagian selatan
Suara pengumuman yang berasal dari speaker membuat Raina segera keluar.
Para warga yang melihat dari sekitar lokasi berkumpulnya para karyawan LC dibuat kagum melihat penampilan Raina yang sederhana namun sangatlah cantik
Tidak akan ada yang menduga bahwa Raina seorang Ibu dari tiga orang anak jika dilihat dari badannya yang sangat terjaga.
Yaampun itu cantik banget
Sederhana ya
Dia sombong gak ya?
Saya takut kita bakal ditelantarin lagi kalau lihat penampilannya
Raina yang tadinya menunduk seketika mendongak dan tersenyum lebar sebagai sapaan untuk para warga yang menyambut kedatangan mereka semua.
"Selamat siang semuanya." Sapaan dari suara lembut Raina membuat mereka semakin penasaran dengan sosok tersebut.
"Siang nduk."
Kini Raina dan para karyawan lain berada di sebuah bangunan bertuliskan 'Balai Desa Kanoman'. Mereka semua melangsungkan istirahat siang seperti ishoma. Raina sendiri langsung menikmati makan siang nya yang terlihat sederhana namun rasanya sangat lezat
Gudeg
Itu nama makanannya yang baru ia ketahui.
"Enak kan Dek?" goda Mbak Lala yang membawa satu porsi Gudeg.
Keyzala Lodrea Rumon
Wanita berusia 25 tahun dengan status jomblo itu merupakan anggota divisi Raina. Dia merasa sangat beruntung mendapatkan Mbak Lala sebagai partner untuk menemani kegiatannya.
"Enak banget Mbak." Raina menunjukkan cengirannya sebentar lalu fokus kembali pada makanannya.
Julian memasuki ruangan bersantai itu dengan wajah wibawa nya tanpa mengingat betapa kurangnya moral ketika mendekati Raina
"Selamat siang semua. Bagaimana hari ini?" tanya Julian selaku Manager Pusat.
"Siang Pak."
"Jam 3 nanti kalian bisa menempati rumah yang akan menjadi tempat tinggal kalian selama kurang lebih 2 bulan," kata Julian sembari mengecek ponselnya.
***
Saat ini Raina berada di salah satu kamar rumah warga bersama Mbak Lala. Keduanya tengah berbaring menatap langit-langit ruangan dan sejenak melupakan bahwa mereka atasan dan bawahan.
Raina sendiri sebenarnya tak setuju dengan statement Mbak Lala yang selalu berlaku kaku dan formal.
"Enak banget kita dapet tempat nyaman kayak gini ya Mbak," ujar Raina berguling ke sembarang arah.
"Mbak beruntung bisa dapet partner kamu. Coba kalau dapet Rinjani pasti bakal jauh banget tempatnya," jawab Mbak Lala sembari terkekeh.
"Makanya Mbak kita gak usah jadi orang julid biar hidupnya enak." Raina terkekeh sendiri dengan ucapannya. Apa bedanya dia dengan Rinjani jika bergosip seperti ini?
"Mbak mah gak suka gosip Dek. Mending langsung aja ngomong di depannya."
"Gak gitu juga konsepnya mbak!" kesal Raina pada akhirnya.
Drrtt..Drrtt
"Hp kamu bunyi tuh Dek," kata Mbak Lala mengambil ponsel Raina yang sedang di charger. Raina menerimanya dan seketika berbinar
Mama Alena is Calling...
"Halo Mama."
"Bububu," terdengar celotehan dan wajah Chacha dari sebrang sana.
"Hayo Bunda," sapa Alan dengan wajah ceria.
"Bun," kini giliran Gala menyapa.
Mbak Lala yang tadinya bermain ponsel seketika menatap minat ponsel Raina
"Halo anak Bunda. Jangan nakal sama Omi sama Opi ya."
"Hayo Bun."
"Halo ponakan Unti," sapa Mbak Lala ikutan nimbrung.
"Hayo nti," jawab Alan dengan senyuman lebarnya.
"Yaampun Dek anak kamu...pada cakep-cakep bener," puji Mbak Lala takjub saat melihat ketiga anak Raina.
"Chacha, Alan, Gala pamit dulu sama Bunda. Kalian harus minum s**u!!" Suara teriakan Alena membuat bahu Raina merosot.
"Da Bun," pamit ketiganya lalu layar ponsel kembali menjadi lockscreen.
"Cepet banget Dek. Padahal Mbak masih pengen lihat mereka," celetuk Mbak Lala dengan nada sebal.
"Neng, ayo keluar dulu. Ibu barusan buat kue." Suara pemilik rumah menginterupsi Raina dan Lala.
"Iya Bu," sahut Raina. "Ayo Mbak."
Raina dan Lala menghampiri Bu Anggia selaku pemilik rumah. Namun wanita tersebut tak sendiri. Disana ada gadis mungkin sekitar umur 18 tahunan memandang Raina dari atas hingga bawah seperti menilai.
"Ada yang bisa saya bantu, Bu?" tanya Raina menyalami Bu Anggia.
Bu Anggia tersenyum ramah. "Sudah selesai semua kok." katanya. "Eh iya kenalin anak Ibu, namanya Melisya."
"Halo Meli," sapa Mbak Lala ramah. Namun tanggapan Meli tak sesuai ekspektasi. Gadis itu terlihat melirik sinis para tamu nya.
"Maaf ya neng. Meli sedikit susah berbaur dengan orang baru," jelas Bu Anggia sungkan.
"Ah gak papa Bu. Namanya juga anak-anak," kata Raina dengan terkekeh.
"Saya sudah lulus SMA. Jadi saya bukan lagi anak-anak!" tukas Meli tajam.
Raina tersenyum lembut, "Jika kamu bukan anak-anak, sudah pasti kamu bisa menghargai tamu bukan? Bu Anggia saja bisa menerima tamu dengan ramah," katanya telak. Sudah dibilang bukan, Raina yang dulu dan sekarang tentu tak sama.
"Jaga bicara kamu!" marah Meli dengan wajah memerah.
Bu Anggia hanya geleng-geleng melihat kelakuan anaknya
"Maafkan kelakuan anak saya neng. Dia memang sudah beberapa tahun ini seperti itu," tutur Bu Anggia dengan senyum canggung.
Mbak Lala sedari tadi sudah geram melihatnya. Jika saja yang berada disini Rinjani sudah dipastikan mulut enteng Melisya akan dibakar.
"Gak papa Bu," jawab Mbak Lala singkat.
"Minggir kamu anak cacat. Apa yang kamu bisa kamu lakukan tanpa kaki!"
"Lebih baik kamu pulang temani Ibumu memasak."
Raina mengernyit saat mendengar suara ricuh dari depan rumah. Sementara Melisya sudah berlari keluar.
"Ada apa itu Bu?" tanya Raina bingung.
"Ayo kita lihat kedepan. Hal seperti itu selalu terjadi dan mungkin kalian akan bosan ketika melihatnya selama beberapa waktu mendatang," kata Bu Anggia malas lalu berjalan keluar diikuti Raina dan Mbak Lala.
"Kalian jangan hina Mas Bayu! Apa salah dia?" tanya Meli dengan isakannya. Terlihat disana ia melindungi seseorang yang terduduk di kursi roda dengan menggunakan masker wajah.
"Dia terlalu mengganggu Mel. Harusnya dia gak mempersulit warga yang sedang bekerja bakti dengan sok membantu karena itu akan menghalangi pekerjaan kita semua," kata seorang Ibu-ibu.
Disini ada pembullyan juga? Batin Raina kaget.
"Ada apa ya ini? Mengapa berkumpul disini dan membuat keributan?" tanya Raina dengan sopan.
"Ini neng. Kami semua sedang bekerja bakti dan pemuda ini justru mengganggu," kata Ibu-ibu tadi dengan nada sombong nya.
Raina melirik seseorang yang tadi dilindungi Meli. Meskipun orang itu mengenakan masker tapi tetap saja terlihat jika di wajah dan sekujur tubuhnya penuh banyak luka. Entah apa penyebabnya.
"Sudah Bu tidak baik seperti itu. Lebih baik Ibu lanjutin saja pekerjaannya. Biar Mas nya saya yang mengurus," tutur Raina lembut. Meli menatap tak suka kearah Raina yang menurutnya sok baik itu.
Ibu-ibu itu membubarkan diri dengan raut tak puas namun juga tak berani membantah.
Setelah Ibu-ibu itu pergi, Raina menatap pria yang hanya berdiam di kursi rodanya dengan Meli yang setia mendampingi.
"Kamu o--"
"Gak usah sok baik dengan kekasih saya!" tukas Meli lalu mendorong kursi roda itu meninggalkan rumah.
Hati Raina berdenyut mendengar seseorang menyebut kata kekasih karena mengingatkannya tentang seseorang yang tidak akan bisa ia gapai lagi.
"Neng maaf ya kalau anak Ibu tidak sopan."
Raina tersenyum dan menggeleng. "Gak papa Bu."