Tak terasa kini Raina dan keempatnya sudah meninggalkan Indonesia selama satu bulan lamanya. Ia kira meninggalkan tempat yang menjadi persinggahan penantiannya adalah tempat yang memberikan kebahagiaan. Ternyata, dari tempat itulah rasa sakitnya kembali bangkit. Tok! Tok! Raina bangkit dari duduknya saat mendengar suara ketukan pada pintu kamarnya. Cklek! "Apa kau sudah bersiap? Kata Mama, kita akan pergi ke butik tiga puluh menit lagi," ujar Kei memberitahu. "Ya, aku sudah bersiap," balas Raina seadanya. Kei menghela nafasnya lalu menatap Raina lekat. "Kita bisa membatalkannya, Raina. Aku mencintaimu, karena kasih dari Bapa-ku. Aku tak akan memaksamu untuk menikah denganku, jika masih ada sesuatu yang memberatkanmu." Mata Raina berkaca-kaca mendengar ucapan pria yang selalu ada