Saat ini Av tengah sibuk melayani para pelanggan di butik milik Mamanya, Alena. Hidup tanpa kasih sayang kedua orang tua sedari lahir membuatnya cukup tertekan karena cemooh yang ia dapatkan sedari jaman sekolah.
Namun diusia ke 22 ini, ia sangat beruntung bisa mendapatkan kasih sayang dari Alena dan Daison selayaknya orang tua kandung.
Tring
Lonceng pertanda pelanggan masuk membuat senyuman Av merekah tanda menyambut pelanggan. Namun saat melihat siapa yang datang, senyuman indah itu seketika luntur.
"Av, dengerin gue."
Av tak menggubris orang yang terus mengganggunya itu.
"Apa gue salah kalau punya perasaan sama lo?" desak orang tersebut.
"Kamu gak salah punya perasaan untuk siapapun. Tapi, bisakah kamu hanya menyimpannya sendiri? Aku ini kekasih Adik kamu!" ucap Av dengan sedikit malas.
"Gak bisa Av. Lebih baik diutarakan daripada gue rasain sendiri."
"Terserah Kakak deh. Aku mau lanjut kerja dulu." Av melenggang pergi meninggalkan pria yang selalu merecoki nya karena sebuah perasaan.
***
Saat ini Meli sedang berkeliling desa bersama dengan seseorang yang sudah menjadi kekasihnya selama 2 bulan ini.
"Mas Bay," panggil Meli.
"Hm?"
"Mas Bay tau nggak kalau Meli, sayang banget sama kamu?"
Bayu membuka sedikit maskernya lalu tersenyum kecil. "Tau kok. Makasih udah nerima keadaanku yang cacat ini Mel," ucapnya pelan.
Meli sumringah dan reflek memeluk Bayu, "Makasih Mas Bay. Meli beruntung punya Mas."
Bayu membalas pelukan tersebut. Secara tiba-tiba gelenyar aneh menyeruak di dadanya. Bukan jatuh cinta, tapi...
"Mas, kok ngelamun," tegur Meli dengan wajah cemberut.
"Enggak sayang. Mas gak ngelamun," kata Bayu lembut membuat Meli seketika blushing.
Kini mereka melanjutkan kegiatannya berkeliling desa dengan hati yang berbunga-bunga.
"Nanti kalau Mas udah punya uang banyak. Mas mau ajak kamu ke Parangtritis Mel," ucap Bayu tiba-tiba.
"Wah beneran mas?" tanya Meli antusias.
Bayu mengangguk ringan. "Apapun untuk kamu."
Apapun untuk kamu
Aku janji
***
"Desa ini, jauh dari manapun ya Bu?" tanya Mbak Lala kepada Bu Anggia yang sedang menyiapkan makan malam.
Bu Anggia menyiapkan berbagai hidangan asal desa tersebut membuat mereka yang menginap disana merasa beruntung.
"Lumayan jauh neng. Kenapa? Pengen ke kota?" tanya Bu Anggia.
"Kalau weekend saya mau jemput anak saya Bu ke kota," jelas Raina membuat Bu Anggia terkejut.
"Neng cantik sudah nikah? Saya kira fresh graduate gitu baru lulus SMA," ucap Bu Anggia masih dengan keterkejutannya.
"Saya sudah punya anak 3 Bu."
"Wah tapi neng masih kelihatan muda banget. Malah cantik," puji Bu Anggia kagum.
"Raina masih 22 tahun Bu. Masih cantik mah sudah jelas," celetuk Mbak Lala sembari terkekeh.
"Wah. Kamu nikah muda toh. Suami kamu, satu kantor?" tanya Bu Anggia tanpa disortir.
Raut Raina berubah pias. Wanita itu berpamitan untuk melihat bintang malam hari di depan rumah. Mbak Lala yang menyadari langsung angkat bicara
"Suaminya sudah tiada Bu satu tahun lalu karena kecelakaan pesawat," jelas Mbak Lala pelan.
Bu Anggia terkejut
"Aduh neng. Maaf kalau Ibu membuka luka lama. Ibu nggak tahu," kata Bu Anggia menyesal. "Kecelakaan nya dimana?"
"Kalau nggak salah di Laut Jawa Bu. Atau laut mana ya saya lupa. Pokoknya sudah dekat sama Bandara," kata Mbak Lala sedikit berpikir.
"Kasihan Raina sama anak-anaknya neng. Pasti dia wanita yang hebat."
Mbak Lala mengangguk menyetujui
Di depan rumah, Raina memegang setangkai mawar merah yang ia temukan di depan pintu saat ia keluar tadi.
Matanya menatap kosong langit malam. Sudah malam kesekian ratus tanpa mendiang suaminya.
Raina duduk di sebuah kursi kayu dengan memeluk badannya sendiri.
Dinginnya malam tak membuat ia masuk kedalam rumah. Pikirannya berkelana mengingat semua kenangannya bersama Roy yang harus selalu dipisahkan.
Raina meneteskan air matanya setiap ia merindukan sang suami.
"Roy....aku kangen..." ucapnya lirih.
Sepasang mata menatap kearahnya dari rumah yang berbeda
"Kenapa wanita itu selalu menangis? Apa dia terlalu banyak masalah?" Batin orang tersebut lalu kembali masuk kedalam rumah.
***
Ero tengah duduk santai di kursi kebesarannya sambil menyesap segelas wine. Mata elangnya menatap monitor kecil yang tersambung dengan chips di suatu tempat.
Drrtt..Drrtt
"Halo."
"..."
"Ck dasar bodoh, awasi!"
TUT
Selepas menutup telfonnya, Ero menyeringai setan
"Dasar serangga. Berani sekali bermain-main denganku."
"Sayang, kok aku telfon gak angkat sih." Suara manja seorang wanita membuat Ero menghela napasnya jengah.
Masuklah seorang wanita dengan pakaian mini dan dengan kurang ajarnya langsung duduk di pangkuan Ero.
Sabrina Yuncalister
Wanita bayaran yang akan Ero gunakan disaat sedang banyak masalah. Namun Sabrina justru menyimpan perasaan lebih pada bos nya.
"Kenapa Sab?" tanya Ero berusaha sabar. Jika saja ia tak sedang emosi pasti tak akan diijinkan wanita manapun duduk di paha nya.
"Wanna play?" tawar Sabrina menggoda. Ero menyeringai dan langsung membawa Sabrina ke kamar pribadinya.
***
Siang ini El mengajak Av ke salah satu pusat perbelanjaan untuk menghabiskan waktu bersama karena mereka jarang sekali bisa berduaan.
Yap, El menjalin hubungan dengan Av sudah setengah tahun ini. Berawal dari masa sekolah yang selalu memperhatikan Av secara diam-diam hingga menunjukkan rasa sukanya secara gamblang.
"Mau kemana dulu?" tanya El datar.
Av mengetukkan jarinya di dagu seolah berpikir. "Aku mau cari baju buat kembar."
El mengangguk dan menggandeng gadisnya menuju Baby Shop
"Saya mau semua jenis baju bayi cowok sama cewek. Dibungkus semua," ucap El langsung membuat Av menganga.
"Usia berapa?"
"Satu tahun lebih."
Pegawai itu menunduk sopan lalu masuk kembali untuk mencarikan pesanan pelanggan nya
"Kamu ngapain beli semua? Kalau gak cukup kan sayang bajunya tuh nganggur," omel Av kesal. Mengingat Baby G cepat sekali mengembang takutnya gak muat dipakai.
El yang gemas langsung mengacak rambut Av. "Cerewet!"
"Jangan acakin rambut aku El!" kesal Av lalu menghentakkan kakinya pergi dari hadapan El.
***
Keesokan harinya Alena terlihat mondar-mandir di depan kamarnya sembari menunggu dokter selesai memeriksa cucu bungsu nya.
Wanita setengah baya itu nampak sangat kalut karena secara mendadak badan Gala demam tinggi.
"Nyonya, sebaiknya Tuan muda Galadra segera dibawa ke rumah sakit. Karena demamnya mencapai 40 derajat," saran dokter perempuan kepercayaan keluarga William tersebut.
"Lakukan yang terbaik untuk cucuku dok."
Dokter Nia langsung menghubungi rumah sakit meminta dikirim sebuah ambulance agar tidak terlambat dalam perawatan cucu dari bos nya.
Setelah ambulance tiba, Alena dengan mengajak Baby sitter si kembar langsung ikut menaiki mobil pribadi nya.
"Omi...Adek Omi." Alan menangis saat melihat wajah pucat sang Adik.
Alena mengambil alih si sulung dari Mbak Mia, "Gak papa Alan. Adik kamu kuat."
Ting!
Ting!
Sedari tadi ponsel Alena terus berdenting namun tak dipedulikan oleh si empu karena sibuk menenangkan cucunya.
"Nya, ini Tidakan telfon saya," kata Mbak Dea menunjukkan ponselnya.
"Tolong angkat dulu ya Mbak."
Mbak Dea mengangguk
"Halo Tuan."
"..."
"Rumah sakit permata Tuan."
TUT
"Bapak bilang apa Mbak?" tanya Alena sambil menggoyangkan cucunya.
"Beliau bertanya Tuan muda Gala dibawa kemana," jelas Mbak Dea dan diangguki oleh Alena.
***
"Boleh kita bicara?"
Raina berhenti melangkah saat sebuah suara menginterupsi. Wanita itu memutar matanya malas.
"Ada apa ya Pak?" tanya Raina dengan nada malas.
"Ijinkan aku untuk bahagiakan kamu Raina," pinta Julian dengan nada memohon.
"Maaf Pak saya tidak bisa."
Julian menggeram atas penolakan kesekian kalinya dari wanita yang selalu ia kejar secara terang-terangan. Langsung saja Julian menyeret Raina membuat wanita itu meronta-ronta
"Pak lepas pak!!"
"TOLONG hhmmmmpppp...,"
Bugh!
"b******n lo! Enyah lo dari dunia!"
Raina yang masih menangis seketika tersentak saat mendengar suara yang sangat dikenalinya.
Bugh!
Bugh!
Julian terkapar ditanah setelah beberapa kali mendapat serangan tak terduga dari Luke. Entah bagaimana bisa pria itu berada disini.
"Kakak..." lirih Raina. Luke yang sadar langsung menyentak Julian dan berlari kearah adiknya.
"Ssyuuuuttt udah ya. Ada gue Rain," ucap Luke menenangkan.
Mbak Lala dan Rinjani berlari tergopoh-gopoh melihat keadaan bos nya.
"Dek, apa yang terjadi?" tanya Mbak Lala panik.
Luke memberikan kode kepada teman kantor Adiknya agar tak bertanya apapun karena keadaan sang Adik tak memungkinkan. Lala yang paham akhirnya mengangguk.
"K-kakak hiks ngapain di-sini?" tanya Raina dengan terbata-bata.
"Ah iya gue lupa. Aunti nyuruh gue jemput lo," kata Luke sambil membenarkan tatanan rambut Adiknya.
"Mama? Kenapa?"
Luke tak menjawab dan menarik Raina menuju mobil. Hal itu membuat pikiran Raina semakin tak karuan.
***