3

1200 Words
Adnan diam dalam beberapa saat karena ia bingung harus jujur atau tidak pada papanya. Ia sebenarnya ingin jujur agar Papa dan Mamanya berhenti menjodohkan dirinya dengan perempuan manapun itu. Namun jika ia jujur pasti Papa dan Mamanya akan langsung meminta Adnan untuk membawa pacar Adnan kepada mereka, dan itu tidak mungkin terjadi karena Milea belum mau dikenalkan kepada orang-orang sebagai pacarnya Adnan. "Papa ga ada pertanyaan lain apa Pa, tiap ketemu Adnan masa tanyanya itu terus. Pertanyaan yang lain dong Pa, biar bervariasi." ujar Adnan menjawab dengan nada lelahnya. "Ya udah Papa masih pertanyaan lain, kira-kira kapan Papa punya mantu Nan?" tanya Papa Adnan yang membuat Adnan kini menatap Papanya dengan wajah lelahnya. Jika pertanyaan itu sama saja pada akhirnya. "Itu sama saja kan Pa. Pertanyaan selain pertanyaan yang ranahnya mengarah kesitu deh Pa, mending tanya tentang perusahaan aja deh Pa." ujar Adnan tapi Papanya menggelengkan kepala, sebab perusahaan mereka pasti sudah bagus karena di handle oleh Adnan. Jadi tidak akan ada masalah juga. "Kamu itu selalu saja alasan sama Papa. Pokoknya ya Adnan, kalau saat ulangtahun kamu tidak mengenalkan calon mantu buat Papa sama Mama, Papa akan mengenalkan kamu dengan anak kolega Papa." ujar Papa Adnan. "Iya Pah, iya. Ya sudah kalo begitu Adnan masuk ke kamar dulu Pah." ujar Adnan yang sekarang ini sudah masuk ke dalam kamarnya. Kepalanya pusing memikirkan tentang siapa yang akan ia kenalkan saat ulangtahunnya nanti karena ia tidak mungkin menerima perjodohan dari Papa atau Mamanya. Malam itu Adnan hanya memikirkan bagaimana cara bisa keluar dari perjodohan yang sama sekali tidak ia inginkan. Lagi pula Mama dan Papanya terlalu memikirkan calon istri untuknya padahal ia juga baru akan berusia dua puluh lima tahun. Ia pasti akan menikah, tapi ia juga tidak tahu kapan karena lagi pula usia dua puluh lima juga masih muda untuk seorang lelaki menikah. Karena terlalu pusing memikirkan hal itu akhirnya Adnan pun sekarang tidur. Pagi harinya, Adnan terbangun dengan kepala yang masih pusing memikirkan bagaimana ia akan mendapatkan seseorang nantinya. Mungkin nanti ia akan bertanya kepada Chiko karena biasanya Chiko bisa menemukan solusi untuk masalah-masalahnya. Saat ini Adnan mandi dan setelah mandi dia pun sudah bersiap-siap menggunakan pakaiannya. Ia sudah siap, tinggal menggunakan sepatu saja tapi biasanya ia menggunakan sepatu di bawah. Sekarang Adnan sudah sampai di ruang makan. Disana ada Mama dan Papanya yang sudah menunggu dirinya untuk sarapan bersama. Sebenarnya Adnan seringkali malas ikut sarapan bersama dengan keluarganya karena ia hafal dengan jelas bahwa Mama dan Papanya akan terus menanyakan perihal jodoh, pacar, calon mantu dan hal-hal yang berhubungan dengan pernikahan. Haduh semoga Mama sama Papa ga ngomongin tentang pernikahan deh. Bisa-bisa gua nanti kenyang sama nasihat lagi. Batin Adnan tersebut. Doa Adnan terkabul karena Mama dan Papanya sama sekali tidak membahas tentang pernikahan atau sejenisnya pada Adnan. Entah apa yang membuat mereka seperti itu tapi jelas bahwa sekarang Adnan sangat bahagia karena paginya sangat cerah tidak diawali dengan pertanyaan kapan nikah. "Mah, Pah, Adnan berangkat dulu ya." ujar Adnan pada Mama dan Papanya saat ia sudah selesai makan. Mereka pun kini mengangguk. "Hati-hati di jalan ya kamu Nan." ujar Mamanya dan Adnan giliran yang mengangguk. Sekarang Adnan sudah berada di dalam mobilnya, tadi mobilnya sudah dipanaskan jadi ia tinggal memakainya saja. Kini ia sudah membawa mobilnya keluar dari rumahnya. Adnan sedang dalam perjalanan menuju ke Naki Group. Di perjalanan ia ditelfon oleh Chiko yang pastinya akan membahas apa jadwal Adnan hari ini. Adnan menggunakan airpodsnya. "Selamat pagi Pak Adnan. Saya akan memberikan jadwal Pak Adnan di email bapak hari ini. Saat ini saya akan menyebutkan apa saja jadwal Pak Adnan hari ini dan Pak Adnan juga bisa melihatnya nanti di email." ujar Chiko yang sekarang ini sudah menyebutkan apa saja jadwal dari Adnan hari ini. Ya, bahasa Chiko memang sangat formal jika menyangkut dengan pekerjaan yang penting seperti ini. Meskipun jika bukan dalam pekerjaan ia dan Adnan akan biasa saja dan malah menggunakan kata lo-gua yang mana panggilan itu lebih nyaman untuk mereka berdua karena mereka sudah kenal lama. Namun tetap jika sedang dalam ranah pekerjaan mereka harus bersikap profesional. Itu lah yang sekarang sedang dilakukan oleh mereka berdua. "Baik, apakah ada yang bisa di cancel?" tanya Adnan membuat Chiko yang ada di seberang sana mengernyitkan dahi. Tak biasanya Adnan ingin mengcancel salah satu jadwalnya karena bagi Adnan semua jadwal penting. "Mohon maaf pak, semua meeting hari ini penting. Mungkin jika bisa di cancel untuk besok bisa cancel jadwal pagi ini yang mana seharusnya Pak Adnan pergi ke gudang untuk pengecekan terakhir produk baru kita Pak." ujar Chiko dan Adnan sekarang berpikir sembari menganggukkan kepalanya. "Ya sudah cancel itu untuk sekarang. Pindahkan ke jadwal untuk besok. Ah ya, Pak Chiko tolong nanti saat sudah sampai di kantor langsung pergi ke ruangan saya ya. Terimakasih." ujar Adnan dan panggilan itu berakhir setelah Chiko mengatakan ia akan pergi kesana dan setelahnya Adnan mematikan panggilan itu. Ia yakin Chiko pasti sudah menebak tentang apa hal ini. Adnan sekarang sedang ada di lampu merah yang untung saja meskipun tak lancar tapi juga tidak terlalu macet. Tangannya kini memijat dahinya yang masih pusing karena permasalahan 'calon mantu' yang tak kunjung selesai. Sepertinya Mama dan Papanya khawatir bahwa dirinya tidak suka perempuan atau khawatir ia jadi bujangan tua. Entahlah yang pasti kekhawatiran itu tak kan pernah terjadi karena faktanya Adnan masih suka perempuan, ia masih memacari perempuan dan ia pastikan bahwa ia tidak akan menjadi bujangan tua karena ia juga pasti akan menikah. Namun kapan itu akan terjadi lah yang dirinya belum bisa tahu dan belum bisa memastikan karena itu perlu waktu. Mobil Adnan akhirnya sampai juga di parkiran kantor. Ia pun langsung turun dan masuk ke dalam kantornya. Beberapa karyawan tampak menyapa dirinya dan ia pun menyapa balik mereka meskipun ia jujur saja tidak tahu semua yang menyapanya karena karyawannya sangat banyak, tak mungkin ia bisa mengingat mereka semua dengan baik. Ia hanya mengingat yang benar-benar sering berhubungan dengannya saja karena ia sering melihat mereka. "Duh si Bos benar-benar ga ada tandingannya sih." ujar Nia pada Silla. "Weh jangan bahas Pak Bos disini, nanti kalo ketahuan Pak Chiko bisa gawat loh. Bisa-bisa kena SP nih kita. Yok lah Nia kita fokus." ujar Silla yang padahal dirinya pun juga melirik terus menerus ke arah Adnan yang kini sudah hilang ditelan lift karena Adnan sudah masuk ke dalam lift utama ke ruangannya. Melihat Adnan sudah tak terlihat kini Silla dan Nia menjadi lesu. "Ya ga papa lah bahas sedikit doang. Lagi pula Pak Adnan tuh yang bisa bikin kita jadi always semangat. Lo ga ngerasain kayak gitu apa Sil? Eh tapi jujur sih Pak Chiko juga sering bikin semangat. Ah pokoknya dua orang paling ganteng di perusahaan ini tuh Pak Adnan sama Pak Chiko." ujar Nia dan Silla menatap ke arah Nia dengan mengangguk. Ia pun setuju dengan hal itu. "Bener banget sih... Eh Nia, stop dulu mobil Pak Chiko dah keliatan masuk ke parkiran. Fokus kerja." ujar Silla yang mana ia melihat hal itu karena perusahaan tempat ia bekerja ini di depannya memang banyak kaca yang bisa membuatnya melihat apa saja yang ada di luar. Karenanya ia bisa melihat siapa saja yang datang ke kantor termasuk saat kedatangan dari Chiko saat ini. Mereka berdua pun mencoba untuk tetap fokus dalam bekerja kali ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD