LIMA

2982 Words
Tak lama kemudian datang Ali yang masih menggunakan jas kerjanya dengan terburu-buru, kakak kandung Azkia itu datang karena Resti yang menelponnya dan untungnya Ali sudahg selesai rapat. Hal yang pertama Ali lihat adalah Agam yang sedang tertidur didalam dekapan Azkia. Dan juga Azkia yang sedang mengelus kepala Agam dengan mata tertutup. Dan Ali merasa hatinya menghangat. " Mereka makin deket ya nda!" Ucap Ali dan Resti tersenyum sambil mengangguk, perempuan paruh baya itu berdoa dalam hati, semoga hubungan dua anak manusia yang saling mendekap itu benar-benar semakin dekat. Darko tersenyum sinis sambil menatap Agam, Putra satu-satunya dengan Sonya " Kayaknya rencana kita berhasil ya Han!" Ucap Darko sambil menepuk bahu Handi, membuat Handi menyingkirkan tangan Darko dibahunya. Respon yang diberikan Handi justru hanya memutar jengah bola matanya, sahabatnya ini jika bercanda memang suka berlebihan " Tapi rencana lo keterlaluan banget Ko! Liat noh anak lo, matanya sampe bengkak gitu" Ucap Handi sambil menunjuk Agam dengan dagunya " Hehe.. Gue kan kalo akting selalu total! Lagian Agam juga sayang banget mamanya" Ucap Darko sambil menatap Agam, ada sedikit perasaan bersalah ketika Putranya benar-benar seperti kehilangan separuh hidupnya. Seumur-umur baru melihat Agam menangis sampai sebegininya. " Rencana? Maksudnya rencana apaan Yah? Om?" Tanya Ali yang mulai bingung, kenapa jadi seperti drama sih ada rencana-rencana segala. Pikir Ali sambil menggaruk tengkuknya walaupun tak gatal. " Sebenernya.. Tante Sonya itu gk kecelakaan. Ini cuma rencana kita semua supaya mereka bisa nikah cepet. Jadi nanti, kalo tante udah sadar, dia bakal minta Agam nikahin Azkia sekarang juga.. Dan udah pasti Agam bakalan nurut dong!" Jelas Darko " Anjir! Om pinter banget! Ali setuju tuh!" Ucap Ali sambil menepukkan tangannya " Jangan berisik bang!" Ucap Resti sambil mencubit lengan Ali, hingga membuat Ali meringis karena merasa panas pada area tangannya. Saat Agam dan Azkia masih terlelap ditempat yang tidak seharusnya, semuanya menyiapkan rencananya. Seperti Resti yang sibuk menyiapkan make up dan baju kebaya untuk Azkia, Darko yang sedang berbicara dengan seorang penghulu melalui telepon – Sebenarnya, sudah lama Darko mendaftarkan keduanya ke KUA, dan saat pemotretan untuk foto buku nikah pun Darko mengelabuinya hingga keduanya hanya menurut --, Handi menemui pemilik rumah sakit ini yang tak lain adalah milik sahabat Agam, dan sang pemilik mengizinkan dengan syarat mereka hanya boleh melakukannya dikamar pribadinya, dan Ali menelpon seseorang untuk membantu memindahkan barang-barang Agam dan Azkia ke apartment milik guru kimia itu serta meminta yang lainnya untuk menghias kamarnya. Setelah semuanya selesai, dan Sonya sudah dipindahkan ke ruangan pribadi milik sang pemilik rumah sakit, barulah Darko membangunkan sepasang calon suami-istri itu. " Gam bangun! Mama udah sadar tuh!" Ucap Darko sambil menepuk pipi Agam dengan pelan, mata bengkak Putranya itu membuatnya terkekeh geli. Putranya sekarang sudah dewasa, akan segera menikah dan akan meninggalkannya untuk keluarganya yang baru. Ah, Darko merasa matanya memanas. Agam mengerjap-ngerjapkan matanya, dan setelah matanya terbuka sempurna ia baru sadar kalau dia tidur didalam dekapan seseorang yang akan menjadi istrinya nanti. Aroma stroberi dan vanilla yang bercampur menjadi satu membuat Agam nyaman. Pantas saja ia cepat terlelap tadi. Agam tak menyangka si bocah jutek ini akan rela mengobarkan dadanya untuk sandaran kepala Agam. " Ki! Bangun yuk! Mama udah sadar" Ucap Agam sambil menyingkirkan beberapa anak rambut yang menutupi mata Azkia, Agam jadi deg-degan sendiri saat melakukannya. " Eh?" Azkia mengerjap-ngerjap sebentar lalu menatap Agam yang juga sedang menatapnya, mata Agam yang bengkak membuat Azkia mengusapnya lembut dan Agam hanya bisa memejamkan matanya menikmati sentuhan Azkia disekitar kelopak matanya. Darko tersenyum melihat adegan itu “ Mama udah dipindahin ke kamar paling atas, jadinya ayo” Ucapnya dan Agam mengangguk sedangkan Azkia langsung menarik tangannya dari wajah Agam. Setelah Azkia bangkit, Agam langsung berlari kedalam lift yang berada disamping kanan IGD meninggalkan Azkia sendiri ditempatnya. Menyadari kalau ia salah karena meninggalkan Azkia begitu saja padahal sudah menenangkannya tadi, Agam berhenti dan berbalik lalu meraih tangan Azkia dan menuntunnya ikut masuk kedalam. Handi, Darko, Resti dan Ali hanya saling lirik melihat apa yang dilakukan Agam. Lalu akhirnya memutuskan untuk masuk kedalam. Hati mereka menghangat melihat perubahan yang ditunjukkan oleh calon pengantin mereka ini, walaupun merasa sedikit tidak enak karena harus membohongi mereka dengan kecelakaan Sonya. Tapi, hanya ini satu-satunya cara agar mereka bisa menikah secepatnya. Bukan tanpa alasan mereka ingin segera menikahkan Agam dan Azkia, karena Zaiya, gadis itu sangat terobsesi dengan Agam. Zaiya adalah anak dari kolega bisnis Darko, dan mengancam akan membunuh siapapun yang menjadi calon istri Agam. Dan mumpung gadis itu masih ada di Inggris, Darko buru-buru menikahkan mereka sebelum gadis itu pulang ke Indonesia. Dan pastinya ada alasan yang sangat kuat kenapa dua keluarga itu melakukan ini. Dan suatu saat nanti, Agam akan tau. " Mama! Mama kenapa? Mama udah nggak apa-apa kan?” Tanya Agam sambil memeluk tubuh Sonya dengan pelan, takut akan melukai tubuh Mamanya. " Mama gk kenapa-napa sayang" Jawab Sonya sambil mengelus kepala Agam "Mama boleh minta satu hal nak?" Tanyanya yang pastinya langsung diangguki oleh Agam, perempuan dengan wajah pucat itu tersenyum lemah. " Jangankan satu, seribu juga bakal Agam bolehin ma! Apa ajaa.. Asal mama jangan ninggalin Agam" Ucap Agam sambil menggenggan tangan mamanya Sonya mengeratkan genggaman tangan Putranya pada tangannya, air matanya menetes saat melihat wajah khawatir Agam " Mama mau kamu sama Azkia. Nikah sekarang" Ucapnya, yang membuat Azkia menatapnya tak percaya. Gadis itu terkejut dengan permintaannya yang tiba-tiba. " Apa ma! Sekarang? Tapi mana bisaa?" Tanya Agam langsung bangkit namun tak melepaskan genggaman tangannya pada Sonya. " Bisa Gam! Papa kan udah lama daftarin kalian ke KUA" Jawab Darko saat masuk kedalam Laki-laki berkemeja putih itu tampak berpikir " Agam sih setuju tapi Ki-" Ucap Agam sambil menoleh pada Azkia yang sedang menggigit bibir bawahnya cemas-cemas. " Aku juga setuju!" Ucap Azkia memotong ucapan Agam " Yaudah, sekarang papa telpon penghulunya dulu ya" Ucap Darko, padahal penghulunya sudah ia telepon saat Agam dan Azkia masih tertidur. Sambil menunggu penghulu datang, Azkia disuruh berganti baju menjadi kebaya berwarna putih yang dibawa Resti tadi, didandani sederhana oleh Resti, dan Agam hanya tinggal memakai jas hitam saja karena ia sudah memakai kemeja putih. Keduanya duduk disofa dengan raut wajah yang dipaksakan tersenyum. Anehnya, Agam dan Azkia tidak menyadari kenapa perlengkapan untuk pernikahan sudah siap tersedia padahal kan ini dadakan sekali? 30 menit berlalu, akhirnya seseorang yang ditunggu-tunggu 2 keluarga ini datang. Membawa sejumlah surat-surat penting dalam tasnya. " Untuk calon mempelai, ikuti bacaan ayat-ayat yang saya ucapkan yaa" Ucap pak Amir -- sang penghulu. Pak Amir mulai membacakan sejumlah ayat-ayat yang terasa asing di telingan Agam maupun Azkia. Kemudian Azkia dan Agam mengikutinya dan sesekali saling lirik. Azkia masih tidak menyangka dirinya akan menjadi seorang istri secepat ini. Bahkan untuk mencuci piring saja tidak bisa, bagaimana ia menjalani rumah tangganya nanti. Apa Agam akan menerimanya? Entahlah. Sedangkan Agam disini, merasa grogi sendiri, ia bahkan belum menghafalkan kalimat ijab qobulnya. Dan bagaimana kehidupannya nanti setelah ia menikahi muridnya sendiri, apa akan berjalan seperti pasangan suami-istri pada umumnya atau akan terasa canggung. " Siapa wali perempuannya?" Tanya pak Amir lalu Handi mendekat dan duduk disebelahnya sambil menyodorkan tangannya " Silahkan dijabat nak Agam" Agam menjabat sodoran tangan Handi, tangannya gemetar. Bagaimana kalau dia salah saat ijab qobul? Ini pertama kalinyaa mbak, mas, bu, pak. Agam gugup banget ini! Tolongin kenapa?:v " Sudah siap?" Tanya pak Amir lalu Agam mengangguk mantap "Silahkan dimulai pak Handi" Dengan tangan yang sedikit gemetaran, Agam menjabat Handi yang terasa dingin. Lkai-laki itu disuruh untuk menghafal dulu kalimat sakral yang nantinya akan merubah seluruh hidup Agam. Ketika dirasa sudah mantap, Handi mendiktekan kalimat ijab qobulnya dengan lantang, dan Agam bisa membalasnya setelah satu kali ia salah menyebutkan nama Handi. Setelah kalimat itu terucap, seluruh tubuh Agam melemas, tanggung jawab yang amat besar kini tersimpan di kedua bahunya. " Bagaimana para saksi? Sah?" Tanya pak Amir lalu semuanya menjawab sah " Alhamdulillah.. Sekarang nak Agam dan nak Azkia tandatangi dulu surat-surat ini" Agam dan Azkia menandatangi surat-surat pernikahan mereka. Dan setelah itu mereka telah resmi menjadi sepasang suami-istri yang sah dimata hukum dan agama. Ali mengeluarkan kamera DSLR dari dalam tas kerjanya dan memotret moment penting adiknya itu. Ali berteriak menyuruh mereka berdua tersenyum, dan pengantin baru itu menurut. Ali memotret banyak foto, baik dari gaya biasa hingga yang luar biasa konyol. Semuanya tersimpan rapi didalam memori Ali. " Cium dulu istrinya Gam!" Goda Darko sambil menyenggol tangan Agam Dengan ragu-ragu -- pertama kalinya juga-- Agam bangkit dan mencium kening Azkia yang telah sah menjadi istrinya. Saat Agam kembali duduk, Azkia meraih tangan Agam dan mengecupnya sebentar. Ia tidak ingin dicap istri tidak tau sopan santun oleh keluarga Agam. Saat Handi dan Darko berbincang-bincang dengan pak Amir, Azkia tiba-tiba lari keluar dari ruangan tempat Sonya dirawat. Membuat semuanya panik. Dan Ali hanya menautkan alis tebalnya, kok yang dilakukan adiknya itu seperti sinetron yang suka undanya tonton ya? Dramatis sekali. Azkia lari keluar bukan tanpa alasan, gadis remaja itu sedari tadi menahan air matanya, masa depannya harus terhalang oleh pernikahan dadakan kedua orang tuanya. Saat melewati lorong rumah sakit, banyak yang menatapnya bingung, mungkin aneh melihat seorang perempuan memakai kebaya berlarian sambil berurai air mata dirumah sakit. Azkia tak peduli, ia masuk kedalam kamar mandi yang letaknya dpojok belakang rumah sakit. Sedangkan di dalam kamar, semuanya tegang apalagi Agam yang kini melepas peci hitam dan jasnya. Laki-laki itu bangkit dan berpamitan pada semuanya untuk menacri Azkia yang sekarang resmi menjadi istrinya. " Agam susul dia dulu!" Pamitnya yang diangguki Darko, Agam berlari tak sabaran bahkan sampai nekad menuruni anak tangga karena tak ingin menunggu lama lift yang mungkin sedang naik, hingga merasa napasnya menipis Agam masuk kedalam lift bersama beberapa orang. Saat ini pikirannya kalut, takut jika Azkia melakukan sesuatu yang membahayakannya nanti, lagipula jika memang tidak siap menikah kenapa harus menerima permintaan Mamanya, Agam juga tidak akan marah jika Azkia menolaknya, daripada harus seperti ini. Dan pada saat ia menginjakkan kakinya dilantai dasar, Agam bertanya kepada siapapun yang ada disana, tak peduli pada rambutnya yang acak-acakkan, wajahnya yang basah keringat akibat menuruni anak tangga dan juga penampilannya yang tidak rapi. “ Ibu maaf, lihat perempuan lari-lari pake kebaya nggak ya?” Tanya Agam pada perempuan paruh baya yang sedang memangku anak kecil, Ibu itu tersenyum melihat wajah Agam yang tampan ditambah keringatnya. Ibu itu menunjuk ke kanan “ Kesana Mas, sambil nangis.. Kayaknya si Mbaknya ke kamar mandi pojok” Jawabnya, Agam tersenyum manis sambil mengucapkan terimakasih. Sebelum beranjak, Agam sempat mengelus kepala anak laki-laki yang sedang dipangku si Ibu. Agam membuka pintu kamar mandi itu dengan cepat, didalam sana terdapat seorang perempuan berkebaya putih sedang menangis di depan wastafel. Itu Azkia, istrinya. Dengan langkah pelan Agam menghampirinya, Azkia menoleh lalu menghapus air mata yang mengalir dipipinya. Agam tersenyum, dan maju selangkah lagi lalu mendekap tubuh mungil itu. “ Nangis aja, gapapa kok” Ucap Agam yang terdengar seperti bisikan membuat Azkia kembali terisak, menumpahkan segalanya pada bahu Agam, bahkan pelukannya pada pinggang Agam kini mengerat. “ Kalo kamu emang nggak siap, bilang aja.. Aku nggak bakal marah, Mama juga bakal negrti” Ucapnya setelah merasa Azkia sedikit rileks. Dapat Agam rasakan, gadis didekapannya ini menggeleng “ Bukan gitu.. Aku Cuma takut kamu ninggalin aku setelah tau aslinya aku gimana” Balas Azkia sambil melepaskan pelukannya pada pinggang Agam. “ Kamu tau aku itu anak yang manja, aku nggak bisa ngapa-ngapain dirumah tangga kita nanti. Aku.. Ngerasa nggak pantes, Agam” Agam terkekeh lalu mengusap pipi Azkia dengan lembut “ Ki.. Tugas aku sebagai suami kamu ya bimbing kamu, kita mulai dan belajar semuanya sama-sama, lagian aku nggak butuh kamu yang sempurna, karena aku sadar, aku juga nggak sempurna, masih banyak yang diperbaiki. Karena hakikatnya, pernikahan itu bukan tentang kesempurnaan, tapi tentang saling menyempurnakan” Ucapnya yang membuat Azkia bungkam. Dengan kepala yang tertunduk, pipi Azkia memanas. Tak pernah ia sangka, seorang guru kimia yang dingin ini mampu membuatnya tersipu hanya karena kata-katanya “ Udah kayak Dilan ya kamu sekarang..” Gumamnya iseng. Agam tau Azkia berusaha memecahkan situasi canggung ini, maka dari itu laki-laki itu ikut menundukkan kepalanya, mensejajarkan wajahnya dengan Azkia yang sedang menatap lantai dengan bibir bawah yang sedikit maju. Agam tersenyum seimut mungkin saat Azkia menatapnya “ Tapi aku bukan Panglima Perang kayak Dilan ya, aku nggak bisa nahan rindu seberat itu soalnya” Ucapnya disertai kekehan kecil. Mati-matian Azkia menahan tawanya, namun akhirnya tak terbendung hingga terbahak “ dasar receh kamu!!” Ucap Azkia disela tawanya, tawa Azkia itu menular membuat Agam ikut-ikut tertawa. “ Permisi Mas, Mbak.. Kalo mau menikmati pernikahannya jangan di kamar mandi ya, soalnya jadi pada malu-malu gini mau masuk” Ucap seorang yang perempuan berseragam suster di pintu masuk kamar mandi. Agam bergantian menatap Azkia dan suster tadi lalu terkekeh “ Iya sus maaf ya, tadi istri saya tiba-tiba nangis kesini jadi saya susulin gara-gara khawatir” Jawabnya, Azkia hanya menunduk diam-diam pipinya merona mendengar kata istri dari bibr Agam yang ditujukan untuknya. Suster tersebut hanya tersenyum sambil menganggukkan kepalanya lalu keluar dari kamar mandi, yang diikuti oleh Agam yang menggandeng tangan Azkia. Ternyata, diluar kamar mandi sudah banyak ibu-ibu yang mengantri, membuat Azkia malu. Agam tersenyum sambil mengucapkan maaf pada ibu-ibu itu, yang hanya ditanggapi tawa. Katanya, luar biasa pengantin baru ini.. ” Agam malu tau Yaa Allah.. Mau taro mana coba muka aku ini” Ucap Azkia sambil menutup wajahnya dengan telapak tangannya, Agam hanya terkekeh. Azkia berpikir, hari ini Agam banyak sekali tertawa. “ Nggak apa-apa sekali mah, ayo ah” Ucap Agam lalu membopong Azkia dengan tiba-tiba membuat Azkia terkejut namun akhirnya tertawa bersama menyadari tingkah suaminya yang selalu diluar dugaan ini. Eh? Suami? Rasanya masih aneh memanggil gurunya ini suami, apalagi Azkia kan dulu sangat ilfeel pada Agam hanya gara-gara sebuah pulpen diruang kepala sekolah. Juga karena Agam yang selalu memberikan hukuman yang tak masuk akal padanya saat Azkia lupa mengerjakan tugasnya. Bagaimana Azkia tidak benci coba. *** Saat ini Agam dan Azkia sedang berada didalam mobil menuju apartment Agam setelah berdebat akan tinggal dimana mereka sekarang, dan Ali yang menengahi serta memberikan saran agar keduanya tinggal di apartment Agam saja. Ditambah apartment Agam kan jaraknya lebih dekat dengan sekolah, jadilah keduanya setuju. Setelah sampai di lobby apartment, Azkia menatap punggung Agam yang berjalan didepannya dengan takut-takut. Mereka sekarang tinggal berdua, benar-benar berdua tidak ada orang lain, Azkia takut terjadi sesuatu malam ini. Malam yang biasanya dilakukan pasangan suami istri baru, sungguh Azkia tidak siap. Saat Agam membuka pintu kamarnya, ia terkejut. Ada banyak kelopak bunga mawar merah dan mawar putih diatas ranjangnya, serta banyak lilin menyala berjajaran dilantai. Mungkin jika pernikahannya sudah direncanakan sejak lama, Agam maklum tapikan pernikahannya ini dadakan. Lalu siapa yang menghias kamarnya seperti ini? Banyak pertanyaan yang memenuhi otak Agam saat ini. " Agam! Siapa yang bikin semua ini?" Tanya Azkia pada Agam yang masih memegang knop pintu kamarnya, mata gadis itu berbinar padahal tadi ia hanya menunduk cemas. Agam diam sebentar, berpikir sejernih mungkin " Aku juga gk tau! Pernikahan kita kan dadakan, seharusnya.. " Ucapnya menggantung sambil menaikkan satu alisnya, segala pemikirannya buyar ketika tiba-tiba Azkia menggoyang-goyangkan tangannya antusias. " Agam ini tuhhh sweet bangettt tau!! Yaampun fotoin dongg Gam!!" Ucap Azkia excited sambil memberikan handphone nya pada Agam, Agam hanya menerimanya dengan kening yang berkerut bingung. Lah ini bocah jutek ngapa jadi seneng banget gini? Bukannya mikir ada yang aneh!! - Batin Agam Setelah beberapa kali mengambil potret Azkia atas suruhan Azkia, Agam membaringkan tubuhnya diatas ranjang penuh bunga itu. Harum. Mungkin sekarang masih harum, tapikan besok pasti layu dan otomatis kamarnya kotor. Lalu siapa yang akan membersihkannya, Agam lagi? Yaa Allah.. Agam lelahh.. " Agam aku mandi dulu yaa! Kamu jangan ngintip lohh!" Ucap Azkia sambil mengambil baju didalam lemari -- Entah siapa yang membereskannya—“ Eh kok baju ada disini sih? Siapa yang pindahin ya? Aneh banget.. “ Lirihnya sambil menatap baju ditangannya itu " Hem.. Mandi aja! Aku mau tidur dulu, cape!" Ucap Agam tanpa berniat membuka matanya. Benar, Agam memang lelah, bukan Cuma fisiknya tapi batinnya juga. Pernikahan dadakan ini benra-benar memenuhi otaknya sekarang, bagaimana semuanya sudah siap tersedia, seperti yang direncakan. Setelah mandi, Azkia menggosok rambutnya dengan handuk karena di apartment Agam tidak ada hairdyer. Lagipula memang sengaja tidak dibawa, karena jika dia menginap dirumah undanya nanti, sebagian barang-barangnya masih ada disana. Jadilah ia mengeringkan rambutnya dengan cara manual. Azkia duduk disamping Agam yang sedang terlelap, masih lengkap dengan kemeja putih dan jas hitam mahalnya. Entah dorongan darimana, tangannya terulur untuk mengelus rambut Agam. Rambut Agam sangat halus. Apa Agam sering perawatan rambut ke salon? Ahh kok kamu malah ngaco sih Ki. Lagipula mana mungkin seorang laki-laki dingin seperti Agam betah disalon. " Sayang diem" Ucap Agam dengan mata tertutup sambil meraih tangan Azkia dan menggenggamnya. Perlakuan Agam tadi sontak membuat Azkia diam, Agam memanggilnya sayang? Memang bukan kali pertamanya sih, tapi rasanya.. Argh! Azkia susah mendeskripsikannya. Yaampun! Ada apa sih sama jantung gue? Ngaco ini ngaco!! Masa cuma gitu doang lo speechles sih Ki? - Batin Azkia menolak Dengan cepat Azkia menggeleng-gelengkan kepalanya " Agam bangun! Ini udah sore.. Kamu mandi dulu sana! Abis itu kita ke rumah sakit lagi" Ucapnya sambil berusaha melepaskan genggaman tangan Agam, namun sangat sulit hingga Azkia membiarkannya. Lagipula, genggaman tangan Agam hangat. " 10 menit lagi.. Aku masih ngantuk! Kita kesananya malem aja yaa" Ucap Agam tanpa membuka matanya. Sepertinya memang sangat mengantuk. Agam melepaskan genggaman tangannya pada tangan Azkia membuat Azkia kecewa sedikit. " Yaudah terserah kamu aja.. Aku mau ngerjain tugas dulu!" Ucap Azkia mengalihkan perasaan kecewanya lalu berjalan ke arah meja yang terdapat laptop Agam. Ia duduk disofa lalu membuka laptop suaminya, dan berpikir, mengerjakan tugas apa? PR saja tidak ada. Ah, sepertinya itu hanya untuk mengalihkan saja. Bahkan ia lupa, kalau tasnya ia tinggal disekolah saking cemasnya tadi mendengar bahwa Sonya kecelakaan. Efek sudah tua apa memang terlalu cemas ya? Untung saja buka handphone yang tertinggal. Tak tau bagaimana jadinya jika handphonenya yang tertinggal, seperti kehilangan setengah nyawa begitu. Namun, tanpa Azkia tau, ada seseorang yang rela mengantarkan tasnya ke rumah sakit tadi dan harus menelan pahitnya kenyataan disana. Hingga akhirnya si pengantar, hanya menitipkan tasnya pada satpam rumah Azkia.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD