Selesai jam istirahat, ketiga mahasiswa masuk lagi. Bisma dan Ruby datang dengan setumpuk peralatan wall climbing, sementara Riska masih dengan tumpukan kertasnya.
“Oke, Guys. Udah siap ke materi berikutnya?” tanya Bisma.
“Siap, Kak!” jawab siswa, serempak.
“Selanjutnya, kita akan ngajarin kalian cara pemakaian peralatan wall climbing dan juga tata cara penggunaannya ketika kalian mau manjat nanti. Kakak serahin ke Kak Bisma dan ke Kak Ruby,” sambung Riska.
Para siswa sudah tenang menantikan apa lagi yang hendak dilakukan ketiga mahasiswa itu. Hari ini penuh dengan gairah dan semangat 'belajar'.
“Ada yang bersedia jadi model? Atau, ada yang cita-citanya pengen jadi model?” celetuk Ruby.
“Saya, Kak!”
Mutiara sangat tanggap. Dia berjalan mendekati Ruby dan Bisma. Gadis itu sudah mengumbar senyum cantik. Tentu dia masih tebar pesona pada Ruby, berharap Ruby tertarik padanya meskipun dia tahu Ruby ini milik Crystal.
“Oke, tolong perhatiin baik-baik ke Kakak dan Kak Ruby, ya. Di sini, Kak Ruby akan bantu memakaikan peralatan ke ... siapa namanya?” sahut Bisma.
“Mutiara, Kak!”
“Wah, mutiara. Pantes aja kulitnya bening banget."
Tak sengaja melontarkan pujian itu, sekelas dibuat terkekeh sebab Riska refleks mencubit pinggangnya karena cemburu. Bisma malu dan kembali fokus pada penjelasannya.
"Oke. Nanti kalian perhatikan cara pemakaiannya, ya. Sebenarnya ini supaya kalian tahu cara yang benar itu yang bagaimana, biar kalian tetap aman. Sementara kalian terus melihat Kak Ruby mengerjakannya, kalian tetap harus mendengarkan Kakak yang akan menjelaskannya. Are you ready?” papar Bisma.
“Ya!”
Ruby pun mendekati Mutiara dengan harnes di tangannya. “Ah Kak Ruby lupa. Kamu pakai rok, ya? Bisa diganti sebentar dengan celana pendek?"
Riska segera mengajak Mutiara ke toliet untuk mengganti celana. Sementara sedari tadi Bisma mengoceh panjang lebar, Crystal hanya mencuri pandang wajah Ruby. Hanya bibir berulas senyum yang dia berikan ketika membalas tatapan cemburu Crystal dengan tatapan cinta.
Saat berbalik, Crystal keki melihat tampang si Bule Emerald. Kecemburuan hampir meledakkan kepalanya. Bukan cuma karena beberapa kali kedapatan bahwa Crystal saling melempar senyum dan pandangan dengan Ruby, Emerald juga harus gigit jari karena Mutiara justru tebar pesona pada Ruby.
Tak lama, Mutiara kembali bersama Riska. Perhatian kelas kini terfokus pada Mutiara dan Ruby. Ruby sudah siap dengan setumpuk peralatannya, Bisma juga sudah menyiapkan suara khasnya untuk menjelaskan materi pada mereka. Sementara Bisma sudah handal memegang kendali ulasan materi, Ruby mendekati Mutiara dengan harnes di tangannya.
“Maaf, ya,” ucap Ruby.
“Ga apa-apa, Kak!”
Tinggallah Crystal yang meradang ketika Ruby mendekati Mutiara, lalu sedikit berjongkok untuk memasang harnes ke lingkaran kedua paha Mutiara. Mutiara sangat senang saat Ruby menyentuhnya. Selanjutnya, harnes dipasangkan ke pinggang Mutiara. Crystal semakin mendidih saat Mutiara dengan sengaja mendekatkan badannya ke arah Ruby. Hampir saja dadanya yang gempal itu menabrak bidang d**a Ruby. Refleks, Ruby terkejut dan menjauh.
“Aduh, Mutiara. Jangan terlalu dekat! Gimana Kakak bisa masanginnya kalau kamu nempel gini?” keluh Ruby.
“Maaf, Kak. Abisnya, Kakak wangi banget.”
Mutiara tetap tersenyum cuek meskipun mendapat sorakan satu kelas. Sepanjang seluruh peralatan dipasang dan Bisma masih betah mengoceh, Crystal hanya mengalihkan wajahnya sambil memainkan ponsel-nya.
Ada chat masuk dari Emerald.
[Lo jealous?]
Crystal menoleh ke arah Emerald, hanya membalas lagi chat singkat dari Emerald.
[Nggak! Gue nggak cemburu. Emangnya gue cemburu sama siapa? Mutiara? Ya nggak lah!]
Emerald dan Crystal asik berkirim pesan. Sesekali Crystal berbalik, menatap Emerald di belakang sana. Senyum Ruby memudar saat menyadari aktifitas keduanya. Dia cemburu.
Meskipun mulai menyukai Mutiara, Emerald masih menyimpan rasa pada Crystal. Dia tersenyum sambil membalas pesan dari mantan kekasihnya itu.
[Kalo lo nggak jealous, trus apa namanya? Bukannya cemburu itu tanda cinta, ya? Kalau lo nggak jealous, berarti ...]
Crystal tak membalas. Nyatanya, saat ini dia dilema. Kekacauan hatinya membuat Ruby berdiri di persimpangan. Walaupun berstatus tunangan, Crystal tak pernah mengakui pada Emerald bahwa dia mulai tertarik pada Ruby. Bukan Crystal, justru Ruby yang cemburu. Bagi Ruby, dia adalah kekasih bayangan yang tak mendapatkan hak untuk berdiri di samping Crystal.
Crystal masih terus berkirim chat pada Emerald. Mungkin detik ini, dia masih lebih mencintai Emerald daripada Ruby.
[Jangan ngomongin gue! Mending lo urus si Mutiara, ntar dia kecantol juga sama Ruby.]
Crystal meletakkan ponsel-nya bersamaan dengan aksi modeling yang dilakukan di depan kelas tadi selesai. Riska segera membagikan satu per satu angket pada siswa.
“Ada beberapa soal di sana. Cuma untuk pengayaan pengetahuan kalian aja. Setelah selesai, masih ada hal yang akan kita sampaikan pada kalian. Keep spirit, Guys!” ucap Bisma memberi semangat.
Sepanjang mereka mengerjakan soal, Ruby hendak menyampaikan topik yang paling penting dari tujuan mereka ke sini. Dia mendekat dan berdiri tepat di samping meja Crystal.
“Oke, kita udah buat surat izin untuk kedua orangtua kalian. Jadi besok, Kakak akan booking kalian semalaman untuk liburan dan camping di Cibubur,” lanjut Ruby.
Seisi kelas menjadi riuh karena mendapat liburan gratis di tengah gencarnya materi belakangan ini terkait ujian akhir yang akan mereka hadapi beberapa bulan lagi.
“Nanti di sana, kita juga akan adain observasi, wall climbing, atau mungkin flying fox. Trus malamnya, masih ada acara seru lainnya. Jadi usahakan untuk bisa ikutan, ya!” tambah Riska.
Seorang siswa mengangkat tangan dan bertanya, “Katanya ... kita pergi bareng kelas sebelah, ya, Kak?”
“Ya, kita pergi bareng kelas XII IPA-2,” sahut Ruby.
Intan sangat berdebar. Kalau bisa terbang atau lompat di tempat, mungkin dia sudah menjebol langit-langit saking senangnya. Tentu saja, liburan di Cibubur bareng Morgan? Good news.
“Ya, Tuhan. Seneng banget gue. Sampein salam gue untuk Kak Ruby, ya! Bilang makasih banget, dari calon adik iparnya,” bisik Intan sambil menoleh ke bangku belakang.
“Dasar bucin!”
Crystal sangat iri dengan bebasnya Intan mengekspresikan cintanya. Sudah tiga tahun dia mencintai leader Beverly itu. Mereka pun kembali lagi fokus ke depan kelas.
“Jadi besok, jangan sampai telat, ya! Kalau bisa, jam setengah 6 udah sampai di sini, biar ada waktu satu jam untuk ngaret. Jam setengah 7 kita berangkat. Bis udah standby waktu kalian datang,” jelas Ruby.
Setengah jam berikutnya, Riska dan Bisma mengumpulkan lembar jawaban siswa. Ketika Ruby memeriksanya, matanya tertuju pada salah satu pemilik lembar soal, Crystal. Ruby senyum-senyum sendiri ketika ada tulisan di bawah kertas. Gadis kecilnya ini benar-benar sangat menggodanya.
Ga usah sok charming, nempel-nempel sama Mutiara! Udah berapa tahun lo ikut olahraga beginian? Ah, pasti udah nggak keitung berapa pinggul cewek yang lo pegang! Dasar playboy! m***m! Untung lo ganteng!
Ruby tertawa kecil membaca celoteh kecemburuan Crystal di kertas. Hampir saja, satu kelas jadi ilfeel melihat si charming seperti orang gila. Ruby menoleh pada Crystal. Entah ada yang memperhatikan atau tidak saat Ruby mempautkan bibirnya sambil geleng-geleng kepala. Lalu dia memberi isyarat maaf pada Crystal.
‘So-rry!’
Jam pelajaran usai. Ruby, Bisma, dan Riska sudah menyelesaikan observasi sekolah hari ini. Mereka berdiri santai di depan kelas XII IPA-1.
“Hari ini seru juga, ya!” seru Riska.
“Gue balik duluan, ya! Mau nge-check untuk persiapan besok. Koordinir ini-itu. Urusan sama KepSek, gue serahin ke lo, By!” sahut Bisma.
“Oke, minta temenin sama Riska, ya. Ntar urusan sama KepSek, aku kabarin lagi.”
Bisma mengajak Riska pulang lebih dulu. Pastinya, Ruby menantikan kekasih tercintanya di luar kelas. Dia menunggu satu per satu siswa meninggalkan sekolah dan tampak sunyi. Ya, agar hubungan mereka tak terlalu mencolok publik.
Ruby tersenyum ketika Crystal dan Intan mendekatinya. “Udah kelar?” tanya Ruby.
“Udah. Mau pulang bareng gue?”
“Yup. Tunggu sebentar, ya, aku ada urusan dikit sama KepSek. Temenin, Crys!”
“Eh?”
“Ih, yang pacaran ini, gue dicuekin. Jadi anti nyamuk terus,” sindir Intan pada keduanya.
Ruby tersenyum mendengar ucapan Intan. “Ga, kok. Intan pulang bareng Kak Ruby juga, ya!”
“Seriusan?"
Tak lama, Emerald keluar dari kelas dan hendak menghampiri Intan. Dia selalu mengajak Intan pulang bersamanya jika dia membawa mobil.
“Pulang, yuk!” ajak Emerald.
“Lo duluan aja, Al. Gue pulang bareng Kak Ruby,” jawab Intan.
“Oh, it's oke!”
Ketika Mutiara hendak menimpali, Emerald segera ambil sikap. Belum lagi mulut Mutiara terbuka hendak mencuri percakapan mereka dengan Ruby, Emerald segera menariknya.
“Pulang, yuk!” ajaknya.
“Aih, jangan tarik-tarik, Al! Tanganku bisa copot, nih.”
Emerald dan Mutiara pergi mendekati mobilnya, sementara Ruby dan Crystal hendak pergi ke ruangan kepala sekolah.
"Tunggu sebentar, Tan! Nanti Morgan juga nebeng, kok!" ujar Ruby.
Tinggallah Intan yang sudah bersiap dengan jantungnya yang berdebar, takut saja bisa meledak karena dia harus menunggu di parkiran. Dia yang tak bisa mengendalikan debarannya ketika tak sengaja bertatap muka langsung dengan sang pujaan hati.
Tak lama, Morgan menghampiri Intan. Sejak awal Morgan sudah menyadari hati Intan. Tentu saja dia terus tebar pesona agar si tomboy ini terus terikat padanya.
“Nungguin siapa? Bukan gue, 'kan?” tanya Morgan.
“Nggak! Gue cuma disuruh Kak Ruby untuk jagain mobilnya, takut ilang!”
“Ruby mana?”
“Ke ruang KepSek. Ada perlu.”
“Besok ikut camping? Pasti ikut, kan? Ya iyalah ikut, ada gue gitu.”
Meskipun cinta, tentu saja Intan masih bisa mengendalikan diri. Takut saja dia terpengaruh dan ikut menjadi korban seperti para gadis yang terbelenggu pesona cinta Morgan itu.
“Emangnya kenapa kalau ada lo? Ada Jimmy juga, kan? Ada Davin? Di mana spesialnya?”
Morgan melirik lucu ke arah Intan. Intan yang ditatap begitu tentu saja jadi malu. Wajahnya merah, pun ketika Morgan menarik hidungnya.
“Aduuuhhh! Sakit, tau!” kesal Intan.
“Idung lo berminyak! Dasar jorok! Ntar nggak ada cowok yang mau lengket, loh,” canda Morgan.
Intan sangat malu, segera mengusap hidungnya. “Masa, sih? Kering gini! Kan, tadi gue udah pake facial foam!”
Morgan tertawa setelah godaan kecilnya tadi.
'Sumpah, lucu banget. Liat cewek tomboy jadi bucin itu seru juga. Dasar, Intan. Kayaknya sekarang giliran lo, deh!' batinnya.
Dari kejauhan, Ruby dan Crystal mendekat. Morgan dan Intan membuka pintu mobil belakang.
“Eh, kompak banget? Padahal gue pengen ngobrol penting sama Intan di belakang,” kesal Crystal.
Morgan angkat bahu, Crystal segera duduk di depan dan mobil melaju meninggalkan pelataran SMU Golden.
“Gue duduk di belakang karena gue pengen ngobrol banyak sama Intan,” celetuk Morgan, beralasan.
Intan hanya menyimpan senyum. Padahal hatinya sangat kelimpungan. Pun seperti dia menahan napas agar tak mencium aroma parfum Morgan yang membuat hatinya meleleh.
'Mimpi apa gue? Dari kelas satu, gue udah nge-fans sama Morgan. Sekarang mendadak jadi dekat gini sama dia. Aaa, Crys! Pertunangan lo ini nguntungin gue banget!' pikirnya sambil menguntai senyum manis.
Crystal dan Ruby tak menyahut, hanya tersenyum tipis melihat aksi mereka di belakang.
Intan pun menepuk Morgan yang hendak bersandar ke lengannya. “Heh, nggak usah sok akrab! Memangnya mau ngobrol penting apaan?”
“Besok, gue nggak ada schedule kencan sama gebetan gue. Kebetulan, gebetan gue kebanyakan anak IPS sama IPA-3, adek kelas juga. Seharian besok ... lo sama gue aja, ya!” pinta Morgan dengan senyum dan kerlingan mata khas playboy miliknya.
Speechless. Intan segera mengalihkan wajahnya dari Morgan. Melampiaskan kegembiraannya sambil menoleh ke sisi luar.
'Aduh! Nge-fly banget, gue. Itu tadi Morgan ngajak nge-date, kan? Bener, ga, sih? Iya, dong!' batinnya.
Intan membisu lagi, segera mengutak-atik ponsel-nya daripada harus meladeni Morgan yang terus menggerayangi isi kepalanya. Melihat Intan yang fokus pada ponsel, Morgan menyambarnya.
“Apaan, sih, lo? Balikin!” kesal Intan sambil berusaha merebut ponsel-nya.
“Bentar doang, Tan. Pelit amat, lo. Gue cuma mau minta nomor WA-lo, Neng! Jarang-jarang, kan, idola yang pedekate sama fans-nya?"
“Idola? Dih, pede banget! Gue itu cuma suka sama permainan basket lo, nggak elo-nya juga!"
"Sepaket itu, Mbak! Jangan dipisah-pisahin gitu. Gemes banget, sih. Gue cipok, mau lo?" goda Morgan seenaknya.
"Morgan!" tegur Ruby karena menganggap adiknya itu tak sopan.
Intan segera merampas ponsel-nya dari tangan Morgan. Kontak Morgan sudah ada di ponsel-nya.
'Cihuy! Rejeki nomplok, nih!' bisik batinnya.
Ketika di perjalanan, tanpa sengaja mereka melihat jeep Emerald melewati mereka. Ada Mutiara yang duduk di jok samping Emerald sambil bersandar manja pada lengan Emerald. Wajah Crystal merah padam bak kepiting rebus. Cemburu.
“Ih, genit banget tuh cewek!” dumel Crystal.
“Kenapa? Jealous, Non?” tanya Ruby.
Tak mau berbohong, Crystal hanya mengangguk. “Dia memang bukan cowok gue lagi, tapi ....”
Morgan kesal sekali mendengar ucapan Crystal. Dia segera menjewer telinga Crystal dari belakang.
“Adow! Sakit, Gan!” keluh Crystal.
"Morgan!" tegur Ruby.
“Ck, lo nggak mikir-mikir kalau ngomong. Di sebelah lo itu ada tunangan lo. Di kelas, lo emang pintar, tapi soal attitude, lo nol besar,” kesal Morgan.
“Gan! Apaan, sih, kamu ngomongnya?!”
Ruby menegur tegas karena menurutnya, ucapan Morgan sangat melewati batas. Intan enggan nimbrung, takut saja melihat Morgan marah.
'Memang salah Crystal juga. Kak Ruby kenapa malah belain Crystal? Kayaknya Kak Ruby serius sama pertunangan ini. Crystal-nya aja yang masih galau. Kasian Oppa!' batin Intan.
Morgan masih cemberut. Mendapat tatapan tajam Ruby dari spion depan, Morgan akhirnya mengalah dan meminta maaf.
"Maafin gue, Crys,” ucap Morgan.
“It's ok, emang salah gue juga. Maaf, By, gue selalu ga bisa menghargai lo.”
Ucapan penyesalan Crystal membuat Ruby tersenyum. Dia mengangkat tangannya dan memegang kepala Crystal. Benar-benar menyayangi gadis itu.
"Iya, Crys. Nggak apa-apa."
“Elo, sih, nggak tau rasanya jadi Crystal. Nggak enak banget rasanya cemburu. Lo pernah tahu nggak, apa itu cemburu?” tanya Intan mengalihkan kemarahan Morgan.
“Nggak, gue nggak tau. Katanya, cemburu tanda cinta, dan gue nggak pernah jatuh cinta. Jadi, gue nggak tau arti cemburu!”
Crystal dan Intan meledakkan tawa. Perjalanan menjadi sedikit berisik karena menjadikan hati Morgan sebagai lelucon.
'Ga jatuh cinta apaan? Playboy gitu,' pikir Crystal.
Cuma Ruby yang tersenyum dan mengerti maksud ucapan Morgan. Setidaknya, Ruby tahu masa lalu kisah cinta adiknya itu.
“Ih, pacar setumpuk gitu, dibilang nggak pernah jatuh cinta? Jadi selama ini cewek-cewek lo itu dianggap apa? Laler?” tandas Intan.
“Pacar? Sebenarnya lebih tepat dibilang temen ngobrol, temen jalan, temen makan, temen nonton, temen tukar pikiran. Kalau pacar ... harus pake ini,” ucap Morgan sambil meletakkan tangannya ke d**a kirinya.
“Dih, romantis banget, dah!” tanya Crystal.
“Jadi selama ini, lo mainin mereka? Jahat banget lo,” tandas Intan.
“Nggak. Pertama kali gue ajak mereka, gue nggak pernah bilang 'lo mau jadi pacar gue, nggak?' Gue cuma bilang, 'mau jadi temen jalan gue?' Mereka ngerti maksud gue apaan. Jadi mereka nggak akan salah paham. Selama gue jalan sama mereka, mereka gue perlakuin kayak puteri. Mereka juga tau kalau mereka bukan satu-satunya. Jadi, salah gue di mana?” papar Morgan, membeberkan aktifitas hariannya dengan para kekasihnya itu.
“Nggak! Lo, kan, selalu benar, Yang Mulia Paduka,” sindir Intan.
Tak ada yang bicara lagi, Intan dan Morgan sibuk dengan hati mereka yang berdetak tak jelas. Sementara Crystal terus larut dalam tatapan dan kecintaannya pada Ruby, si charming itu sudah memantrai hatinya sampai bertekuk lutut seperti ini.
Setelah mengantarkan Intan, mobil melaju cepat menuju rumah Crsytal. Crystal bingung kenapa Ruby tak segera meninggalkan pelataran rumahnya.
“Ngapain lagi, sih?” tanya Crystal kebingungan.
“Noh!” ucap Morgan sambil menunjuk ke arah mamanya Crystal yang mendekat sambil membawa bag packer.
“Loh, apa ini, Ma?” tanya Crystal.
Mama tersenyum seraya berkata, “Bener, tuh, usul Morgan. Lebih baik malam ini kamu nginap di rumah mereka aja. Biar besok nggak telat.”
“Hah?”
Ruby hanya mengangguk, Morgan tertawa ngakak. Sejak tadi dia merencanakan hal itu di perjalanan. Ponsel memang sangat membantu menjalankan misi besarnya untuk mendekatkan Ruby dan Crystal.
"Apaan, sih? Nggak, Ma! Besok aku bisa bangun pagi, kok!"
“Kenapa? Kamu malu karena tinggal di rumah Ruby? Dia calon suami kamu, loh.”
Godaan mamanya membuat wajah Crystal merah saat menyinggung masa depan hubungan mereka.
"Mama, ih! Belum lulus udah ngomongin kawin! Masa aku langsung nikah? Aku mau kuliah dulu," seru gadis manis itu.
"Ya kan, setelah nikah juga bisa kuliah. Nanti Ruby juga udah langsung kerja di perusahaan papanya. Aduh, senangnya jadi besan Pak Alexander."
Tak mau bicara lagi, Crystal segera mencium pipi mamanya sebelum pergi. Dia pun kembali masuk ke mobil.
“Bye, Ma!”
Di mobil, Crystal masih terlihat kesal. Dua pria tampan ini hanya tersenyum melihat wajah cemberut Crystal.
'Nih hantu berdua, seenaknya aja ngatur-ngatur hidup gue. Nggak minta izin dulu, malah nyuruh gue nginep di rumah mereka. Pengen banget rasanya nimpuk mereka satu-satu,' batinnya.
Ruby melirik sekilas dan bertanya, “Kenapa?”
“Nggak minta izin gue, udah ngatur ini-itu! Belum juga jadi suami, belum juga jadi adik ipar,” omel Crystal pelan, tetap saja terdengar oleh Ruby dan Morgan.
Morgan tak ambil pusing. Dia mengambil ponsel dan menatap kontak Intan yang kini muncul di jendela w******p-nya.
"Nggak usah baper, deh! Cuma serumah doang, beda kamar juga! Ntar aja sekamar kalau udah merit. Dan lo, Crys, hati-hati sama pesona Ruby. Ntar lo jadi ilang kendali dan nerkam abang gue idup-idup!"
Mendengar celoteh Morgan, Crystal setengah tertawa. Namun, tawanya mendadak hilang, dadanya berdesir melihat ekspresi malu Ruby.
Tak ada tanggapan dari Ruby. Hanya saja telinganya bahkan lebih merah dari wajahnya. Walaupun Ruby lebih dewasa darinya, Crystal melihat Ruby terlalu imut saat dalam situasi canggung ataupun high s****l tension.
'Mampus, kiyut banget, sumpah! Kayaknya kalau gitu terus ekspresinya, beneran gue telan hidup-hidup,' gumam Crystal.
Mobil pun tiba di rumah Keluarga Alexander. Kegembiraan melingkupi mereka.
*