Perjalanan

1483 Words
Walaupun sudah jam sembilan lebih. Di sini masih terasa dingin. Walau tidak sedingin waktu malam. Tapi cukup sejuk dan membuatku memilih memakai jaket lagi. Romi membukakan pintu mobil untukku. Dia mengelus rambutku dengan lembut. Kemudian dia mencium bibirku secara tiba-tiba. “Mau jalan-jalan enggak nih?” sindirku padanya. Kemudian dia tertawa terbahak-bahak. Menutup pintu mobil dan dia segera masuk ke dalam mobil juga. “Jadi, mau ke mana kita?” tanyanya padaku. “Coba sebutkan tempat apa saja yang ada di sini!” pintaku. “Ada Jawa Timur park satu, dua, tiga, ada juga eco green park, BNS, cafe sawah, dan banyak deh pokoknya,” jawabnya. Dia mulai menjalankan mobilnya. “Kamu cek saja di google, mana yang mau kamu kunjungi. Kita ke sana sekarang,” lanjutnya. Aku mengeluarkan ponselku. Mencari informasi tentang tempat wisata yang tadi dia sebutkan. Aku mencari satu per satu wisata yang tadi dia sebutkan. “Jawa timur park 2 kayaknya bagus,” ucapku padanya. “Mau ke sana?” tanyanya memastikan. “Boleh, seru banyak hewan-hewannya,” jawabku. “Oke, kita meluncur,” jawabnya. Jalanan di kota Batu memang cukup ramai. Karena di sana banyak tempat wisata yang pastinya banyak diminati oleh para wisatawan. Tapi untungnya, hari itu tidak terlalu ramai. Jadi perjalanan kami menuju Jawa timur park 2 lancar dan cepat sampai. Jawa timur park 2, terletak di kawasan wisata kota batu. Tempat wisata ini bahkan sudah terkenal hingga manca negara. Tak jarang banyak para wisatawan asing yang datang berkunjung. Kawasan wisata yang masih sangat asri dan berhawa sejuk. Pasti akan menjadi incaran para wisatawan. Apa lagi banyak wahana yang menarik. Juga ada hewan-hewan yang lucu dan menggemaskan. Anak-anak pasti akan menyukai tempat seperti itu. Setelah turun dari mobil. Kami pun berjalan menuju loket tiket masuk. Baru masuk sudah di sambut dengan patung gajah yang sangat besar. Berada di kanan dan di kiri gedung museum satwa. Di sebelah bangunan museum satwalah tempat loketnya berada. Di desain dengan sangat unik. Seperti sedang masuk ke dalam gua. Di atasnya tertulis dengan jelas batu secret zoo. Pantas saja banyak gambar hewan-hewannya tadi waktu aku browsing. Harga tiketnya menurutku cukup mahal. Karena aku hanyalah orang pinggir pantai. Tahunya Cuma main pasir dan air asin. Tapi sepertinya Romi tidak menganggap itu mahal. Buktinya dia langsung memesan tiket terusan batu secret zoo, museum satwa dan eco green park. Romi memintaku untuk berdiri di depan museum satwa. Bangunan museum satwa ini mirip dengan bangunan istana. Megah dan indah kemudian dia memfotoku. Setelah itu kami pun masuk dan menikmati suasana. Saat baru masuk kami sudah di suguhkan dengan pemandangan rindangnya pepohonan. Ada juga hewan-hewan yang ada di dalam pagar. “Kamu suka?” tanya Romi padaku. “Iya,” jawabku sambil mengangguk. Romi memegang tanganku dengan erat. Dia memang sosok suami sempurna. Semoga cinta segera mewarnai hari-hari kita sayang, pikirku kala itu. “Lihat, ada burung unta,” ucap Romi. “Kok seram sih,” ucapku. Aku segera sembunyi di balik punggung Romi. “Enggak apa-apa, kan ada pagarnya. Tinggi kok pagarnya. Enggak akan bisa keluar mereka,” ucap Romi. Kemudian dia mengajakku untuk berswafoto. Tapi karena aku begitu takut dengan burung unta yang sedemikian besar itu. Aku lebih memilih untuk memfotokan dia saja. Dari pada nanti aku kena caplok sama burung untanya. Hisa bocor kepalaku nanti. Aku meminta Romi untuk segera berjalan lagi. Seram rasanya lihat ada burung unta sebesar itu. Paruhnya besar dan terlihat kokoh. Kalau di patok, pasti sakit. Setelah itu kami masuk ke area Savannah. Di sana banyak hewan-hewan padang rumput. Ada rusa, kambing, jerapah, dan masih banyak lagi. Kami juga menyempatkan foto di beberapa titik. Kemudian kami pun lanjut lagi berjalan. Setelah itu, kami melewati sebuah area yang banyak patungnya. Ada berbagai jenis patung di sana. Ada rumah-rumahannya juga. Seru pokoknya. Belum juga selesai berkeliling. Tapi tenaga rasanya sudah terkuras habis. Kami kemudian beristirahat di sebuah food court. Sekalian istirahat dan mengisi perut. “Kamu mau pesan apa?” tanya Romi padaku. Saat kami sudah duduk di salah satu meja. “Apa ya? Sama kan deh sama yang kamu pesan,” jawabku. “Minumnya?” tanyanya lagi. “Es yang segar-segar, biar plong tenggorokan. Kering banget rasanya,” jawabku. Dia pun segera memesan makanan. Tak lama, pelayannya pun mengantarkan pesanan kami. Ternyata Romi memesan nasi goreng dengan ayam kriuk. Juga es jus jeruk yang terlihat begitu segar. Aku segera meneguk es jeruk itu. Lega sekali rasanya tenggorokanku. “Suka enggak?” tanya Romi padaku. Aku hanya menjawabnya dengan mengangguk. Karena mulutku penuh dengan nasi. Dia pun terkekeh sambil menggelengkan kepalanya. Selesai makan kami melanjutkan berkeliling. Kami menuju adventure land. Di sana banyak wahana yang bisa memacu adrenalin. Ada bianglala besar, roller coaster, juga ada camel ride. Aku menjajal semua wahana. Karena jujur saja, aku belum pernah main ke tempat wisata sekeren itu sebelumnya. Aku hanya bisa main di pantai saja saat kecil. Mengumpulkan kerang, kemudian membuat hiasan dari kerang-kerang itu, kadang juga aku bahkan menjualnya, pada para wisatawan yang berkunjung ke pantai. Aku merasa begitu beruntung, bisa memili Romi dalam hidupku. Hidupku terasa berubah seratus delapan puluh derajat dari sebelumnya. Ternyata memang benar. Orang tua pasti memilihkan yang terbaik untuk anaknya. Karena tidak ada orang tua yang ingin anaknya tidak bahagia dalam hidupnya. “Naik roller coaster yuk!” ajakku pada Romi. “Enggak ah,” jawabnya. “Kenapa? Takut?” ledekku padanya. “Enggak, siapa yang ketakutan. Malas saja, mengantrenya panjang,” jawabnya. Padahal terpampang jelas di wajahnya. Kalau dia sedang ketakutan. “Yakin? Aku naik sendiri nih,” ucapku padanya. “Ya sudah naik saja sendiri,” jawabnya. “Oke, nanti aku mau duduk di sebelah cowok ah, biar kalau takut bisa pegangan sama dia,” godaku padanya. Dia melirik sinis ke arahku. Aku menahan tawaku. Menunggu sampai dia menjawab ucapanku. “Iya deh, iya. Aku naik juga. Jangan ganjen! Sudah punya suami. Apa perlu aku kasih cap di keningmu? Istri Romi, begitu?” ucapnya kesal. Aku langsung tergelak mendengar ucapannya. Dia mengacak rambutku. “Paling bisa kalau bikin cemburu,” ucapnya. “Biar satu sama,” jawabku. Aku masih merasa kesal dengan tingkah mantannya waktu itu. “Satu sama apanya?” tanyanya padaku. “Tuh si mantan yang dempet-dempet waktu itu. Aku saja belum dempet-dempet sama siapa pun, berarti belum satu sama ya,” ucapku dengan sedikit kesal. “Enggak usah satu sama satu samaan,” jawabnya. Dia langsung menggandengku menuju antrean roller coaster. Aku tersenyum puas. Setidaknya dia mau menemaniku naik roller coaster. Sebenarnya aku juga takut. Karena ini adalah pengalaman pertamaku. Tapi, aku begitu penasaran dengan wahana ini. Jadi aku mai menjajalnya untuk pertama kali di sini. Hingga akhirnya kami berada di barisan terdepan. Itu berarti nanti kami akan naik paling depan di atas roller coasternya. Pengalaman naik pertama kali, dan berada di kursi paling depan. Benar-benar memacu adrenalin. Roller coaster berhenti, para penumpang sudah turun semua. Giliran kami untuk naik. Aku dan Romi duduk di bagian paling depan. Aku melihatnya sedikit pucat. “Kamu enggak apa-apa?” tanyaku padanya. “Enggak,” jawabnya singkat. “Mau turun saja?” tanyaku lagi. “Enggak, katamu kamu nanti dempet-dempet sama cowok. Mendingan aku yang duduk di sini, dari pada cowok lain,” jawabnya. “Oh, oke,” jawabku. Petugas menurunkan pengaman, kemudian roller coaster mulai berjalan. Pelan, dan mulai menanjak. Kami berada di puncak. Aku mulai merasakan hawa dingin. Sepertinya aku gemetar. Sedetik kemudian roller coaster langsung meluncur ke bawah dengan kecepatan tinggi aku menjerit sekencang-kencangnya. “Aaaaaaaaaaaa.” Mendengarku berteriak, Romi memegang tanganku dengan erat. Aku menutup mataku, rasanya begitu mual, perutku seperti di aduk-aduk. Padahal tadi aku yang menggoda Romi. Tapi aku malah mual juga. Perjalanan roller coaster masih berlanjut. Naik, turun, belok dengan cepat. Rasanya aku hampir pingsan waktu itu. “Katanya enggak takut,” sindir Romi padaku. Dia memijit leher belakangku, karena aku merasa sangat mual. “No komen deh,” jawabku. “Mau naik lagi?” godanya padaku. Sekarang ganti aku yang meliriknya dengan tajam. Inginku jitak kepalanya waktu itu. Tapi aku sadar, itu bukan hal yang pantas dilakukan oleh seorang istri pada suaminya. “Makanya jangan sok jagoan, muntah kan,” ucapnya lagi. “Aku enggak muntah ya, cuma mual,” jawabku tidak terima. “Iya deh iya, Cuma mual, keringat dingin dan wajahnya pucat,” ucapnya mendeskripsikan kondisiku saat itu. Aku cemberut mendengarnya. Padahal tadi yang pucat dan berkeringat dingin itu dia. Tapi, malah aku yang mual dan pucat sekarang. Aku bahkan merasa sekelilingku seperti berputar. Pusing sekali, aku pun terduduk di tanah. “Kamu enggak apa-apa?” tanyanya cemas. Aku menggeleng. Aku sedang tidak baik sekarang. Sangat ingin merebahkan diri rasanya. Sepertinya Romi peka dengan kondisiku. Dia pun segera menggendongku dan membawaku berjalan ke arah tempat kursi panjang. Beberapa pasang mata memandang ke arah kami. Tapi, Romi masih berjalan lempeng saja, dia tidak menghiraukan mereka. Dia menidurkanku di atas kursi panjang. Agar aku bisa rebahan sebentar. Ah Romi, kenapa kamu begitu romantis. Membuatku merasa menjadi ratu setiap saat.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD