3

1853 Words
3 Tidak lama setelah perpisahan kedua orang tuanya, Dianna diasuh oleh nenek Farida sedang Livia ibunya kembali melanjutkan hidupnya. Dia menikah dengan seorang pria yang sudah mapan dan cukup memiliki nama besar dikalangan pengusaha. Awalnya hubungan mereka mendapat penolakan dari keluarga pihak pria, Karena mereka mempermasalahkan status janda yang dibawanya. Namun tekad Erico Fernandes yang ingin mempertahankan anak yang sedang dikandung oleh Livia membuat keluarganya mau tidak mau harus menerima kehadiran Livia, dengan memberi satu persyaratan yang harus dilakukan Livia. Syarat tersebut mengharuskan Livia meninggalkan anak semata wayangnya agar bisa menikah dengan pria pilihannya, itu adalah satu-satunya cara agar dirinya bisa diterima di lingkungan tersebut. Langkah itulah yang kemudian Livia ambil. Meninggalkan anak yang hingga kini tidak pernah lagi ia dengar kabarnya. Pada saat itu dirinya masih sempat memikirkan bagaimana nasib anaknya Dianna, jika benar dia akan meninggalkannya. Namun iya memiliki keyakinan yang lebih besar bahwa Farhan adalah ayah yang baik. Dia bisa mengurus putrinya dengan lebih baik. Apalagi selama ini Farhan selalu menomor satukan Dianna. Diusianya yang ketiga tahun ini, Dianna belum terlalu fasih dalam berbicara. Iya mengalami speech delay. Selama dua tahun berada dalam asuhan ibunya, dirinya jarang diajak berinteraksi. Livia lebih banyak menghabiskan waktunya diluar rumah saja, sedang Dianna dititip kepada baby sitter yang berganti setiap saat. Jika berada di rumah pun dirinya sama sekali malas mengurus putrinya. Iya lebih nyaman dengan kegiatannya sendiri. Jika dalam satu keadaan ia terlihat menggendong Dianna, pasti dalam keadaan yang sangat terpaksa , maka hal yang iya lakukan hanya memberinya gadget. Dianna akan menjadi tenang jika sudah berhadapan dengan layar gadget. Baru setahun Dianna kecil diasuh oleh Nenek Farida, Nenek Farida lah yang kemudian merawat dirinya dengan penuh kasih sayang. Nenek pula yang mulai memperkenalkan dirinya tentang aktifitas dunia luar yang lebih asyik ketimbang berdiam diri sambil memegangi smartphone di kamarnya. Seperti biasa Farhan, ayah Dianna akan datang setiap weekend mengunjungi putrinya. Ia akan benar-benar menghabiskan waktunya bersama putrinya selama dua hari full. Di hari minggu biasanya ayah akan membawa dirinya berkeliling mall, pantai atau wisata lain untuk bermain sepuasnya. Seperti yang terjadi hari ini, Jum'at sore itu Farhan sudah menyiapkan beberapa kantong cemilan beserta beberapa macam mainan. Semua itu adalah pesanan Dianna yang sengaja iya list, agar tidak ada yang tertinggal. Dianna akan sulit lepas darinya setelah mereka menghabiskan waktu bersama. Hanya dengan memenuhi permintaannya, Dianna akan rela ditinggal olehnya. "Ayah nggak boleh pelgi" ucapnya cadel, ia terus berteriak dengan kencang. Air matanya mengalir dengan bebas membasahi baju kaos yang dikenakan ayahnya. "Dianna, ayahnya kan harus kerja sayang. Dianna bareng nenek aja yah sayang." Nenek Farida mencoba membujuknya. "Nggak mau, Nana mau sama ayah caja. nana ocan cama nenek tyus ( bosan sama Nenek terus menerus)" Seperti itulah bentuk protes putrinya setiap kali dirinya akan berangkat bekerja di hari senin pagi. Pernah iya mengutarakan niatnya untuk membawa Dianna tinggal bersamanya saja, namun nenek Farida menolak keinginannya. "Dianna kan anak pintar, anak pintar harus dengar kata orang tua kan?" Farhan berusaha membujuk putrinya yang sudah berlinangan air mata. "Iya, Nana pintal" Sahutnya disela suara isakan tangisnya. "Nah, kalau Dianna pintar, dengar kata ayah yah. Ayah akan bekerja cari uang yang banyak buat Dianna. Biar bisa pakai jajan, main, jalan-jalan dan apalagi yah?" Farhan mengetuk jari telunjuk dikeningnya. Iya berpura-pura sedang memikirkan sesuatu. "Apa yah..?" Tanya Dianna yang sudah merasa tidak sabar. "Apa aja bisa, yang penting baik untuk Dianna." Ucapnya. "Di, yah puyang bawa yah" ( Jadi kalau ayah pulang apa ayah bawa semua?) "Iya sayang, ayah janji sama Dianna" Farhan berlutut menyamakan posisinya dengan tinggi Dianna. "Sekarang Dianna sama nenek yah, ayah berangkat kerja dulu" Ia mencium pipi putrinya. "Baik yah" Setelah drama tangisannya, Dianna akhirnya menurut apa kata ayah dan neneknya. "Hapus dulu dong air matanya." Ucap Farhan dengan nada membujuk. Segera Dianna menarik ujung baju yang dipakainya untuk mengelap wajahnya yang basah. "Gitu dong, itu baru anak ayah yang cantik. Jangan nangis lagi yah, ayah sayang banget sama Dianna." Pelukan hangat ia berikan kepada sosok ayu tersebut sambil ia mencium puncak kepalanya. Dianna kemudian ikut membalas pelukan ayahnya. "Salim dulu tangan ayah" Farhan mengulurkan tangannya yang disambut oleh Dianna yang mencium punggung tangannya. "Ayahhh" Suara gadis kecil yang memanggilnya berhasil membuyarkan lamunannya. Pria dengan gaya casualnya itu turun dari mobil yang di kendarainya, ketika sekelebat bayangan sebelum perpisahannya dengan putrinya minggu lalu sudah menghilang dari ujung matanya. Gadis kecil, periang dan sangat aktif itu berlarian di halaman rumah sambil membentang tangan menyambut kedatangan ayahnya yang juga berjalan kearahnya. Melihat beberapa buah kresek yang ditenteng ditangan sang ayah, membuat semangatnya kian menggebu untuk segera sampai ditempat ayahnya. "Nggak usah lari-larian sayang, ayah nggak mau anak cantik ayah sampai terjatuh." Cegahnya ketika melihat gadis kecilnya begitu bersemangat menyambut kedatangannya. "Kan pampang yah, cica banun agi kalo jatuh" (gampang ayah, sisa bangun lagi kalau jatuh). "Tapi kan badannya Dianna nanti luka, berdarah. Emang Dianna mau kakinya sampai luka?" "Nggak, Nana atut dalah" ( tidak, Dianna takut darah). Kedua bahunya terangkat, ngeri memikirkan jika tubuhnya sampai terluka. "Makanya Dianna harus hati-hati" "Okke yah" ucapnya sambil mengulurkan jari kelingking kearah ayahnya. Ayah juga membalasnya. Jari mereka saling tertaut sebagai simbol janji. Dianna sangat senang mendapati banyak sekali mainan yang dibawa ayahnya untuk dirinya. Cemilan pavoritnya juga tidak lupa iya cek satu persatu, dan semuanya lengkap. Ayahnya memang paling tahu tentang kesukaannya. **** 2 tahun kemudian Belum ada yang berubah dalam hidup yang dijalani Farhan selama dua tahun terakhir ini. Rutinitasnya masih sama, ia tetap mengunjungi putrinya setiap akhir pekan dikediaman neneknya. Rumah yang pernah Dianna tempati bersama bundanya telah Livia jual untuk kepentingannya sendiri. Hal tersebut sangat menguras emosi Farhan ketika dirinya mengetahui perihal rumah itu. Padahal rumah tersebut sudah iya persiapkan untuk Dianna dikemudian hari. Livia menjualnya secara diam -diam tanpa membicarakan terlebih dahulu dengannya. "Ayah, kenapa ayah tidak tinggal bareng kita sih disini?" protes Dianna pada ayahnya disuatu harinya. "Maafin ayah yah sayang, tapi ayah kan kerja. Kalau ayah nginap disini ayah kejauhan kerjanya." Farhan mencoba menjelaskan kepada Dianna dengan bahasa yang mudah difahami "Gitu ya ayah? ayah tidak lupa kan kalau Dianna bentar lagi sekolah loh, masuk TK?" Dianna sangat antusias membahas masalah sekolahnya. "Oh ya? Waahh anak ayah sudah gede ternyata. Sudah punya pakaian sekolah?" Tanya Farhan. Iya sangat senang melihat reaksi putrinya yang sangat antusias ingin bersekolah. "Belum yah, kata nenek nanti dibeli di sekolah aja pakaiannya." jawab Dianna sambil tangannya merapikan rambutnya kebelakang telinganya. "Oh gitu, ayah mau ngajak jalan nih. Dianna mau nggak?" Tanya Farhan. "Nenek ikut juga?" Dianna balik bertanya seolah meminta persetujuan ayahnya. "Terserah Dianna aja. Kalau nenek mau ikut, lebih bagus lagi dong." "Sekarang Dianna bilang sama nenek sekalian ganti baju. Ayah tunggu disini" lanjut Farhan yang melihat ekspresi kebahagiaan diwajah putrinya Dianna. "Siap ayah" Dianna berlari kecil menghampiri neneknya yang sedang berada di dapur. Neneknya sedang membuat kue pesanan dari tetangganya. Sejak ia sembuh dari penyakit yang dideritanya, iya kembali menekuni pekerjaannya seperti dulu sebelum dirinya jatuh sakit. Dulu sebelum sakit, nenek Farida memiliki toko kue yang dikelolanya sendiri. Sejak mengalami stroke toko tersebut sempat masih beroperasi namun tidak berjalan lama. Karena pengeluaran lebih besar dari pendapatannya akhirnya toko tersebut ditutup dan sekarang sudah terjual untuk biaya perawatannya. "Nek, ayah ngajakin Nana jalan. Nenek ikut juga yah. Kan nenek udah cape jagain Nana tiap hari, ayah mau ngajak kita senang-senang nek" Dianna merengek pada Nenek Farida agar bisa ikut bersama mereka "Cucu nenek manis banget sih. Tapi nenek sebentar mau ke acara juga sayang sekalian mau antar kue pesanan tetangga kita. Nana jalan sama ayahnya saja yah. Nggak apa-apa kan?" Memang tetangga mereka mengadakan hajatan syukuran. Dan kemarin pagi mereka datang memesan beberapa macam kue sekalian mengundang nenek Farida agar turut hadir meramaikan. "Iya deh nggak apa-apa, tapi gantiin baju Nana yah nek, takut ayah batalin kalau kelamaan nunggu Nana" Nenek Farida meninggalkan sejenak pekerjaannya. Dirinya menuju kamar untuk mengganti baju cucunya. Dianna yang berada dibelakangnya kembali berlari-lari kecil mengikuti langkah kaki neneknya. "Ayah, aku sudah siap" sahut Dianna ketika dirinya sudah berada dibelakang ayahnya yang masih asyik memainkan ponsel ditangannya. "Ayo tuan puteri, tapi neneknya dimana?" tanya Farhan ketika iya menoleh, hanya sicentil Dianna yang iya dapati. " Nenek nggak ikut. Katanya mau ada acara juga. Kita berdua aja ayah" "Okey princess" Farhan memegangi tangan putrinya, hingga mereka memasuki mobil. Sebagai ayah, sudah menjadi ketentuan bahwa dirinya akan memberikan yang terbaik untuk anaknya. "Karena Dianna princess nya, ayah bagusnya jadi apa?" Dianna memegangi kedua pipinya seolah-olah dirinya sedang berfikir. "Jadi apa yah?" Farhan ikut menanggapi pertanyaan putri cantiknya. "Jadi ayahnya princess lah" ucap Dianna sambil tertawa terbahak-bahak. " Dianna bisa aja" Farhan mengacak rambut putrinya yang benar-benar sangat menggemaskan. Setelah itu Farhan melajukan mobilnya membelah jalanan yang mulai padat dengan kendaraan yang lalu lalang. "Ayah, ayah pernah ceritakan dongeng frozen ke Dianna" Celotehnya ketika mereka sudah dalam perjalanan. "iya, terus..?" Farhan menanggapinya sambil mengangguk-anggukkan kepalanya. Dia tetap fokus menjalankan kemudinya. "Dianna mau banget, bisa menjadi orang pintar, baik dan hebat seperti princess Ana." Ucapnya sambil mengusap wajahnya menggunakan kedua tangan. "Bisa saja! Semua bisa terjadi atas kehendak Allah. Dianna akan menjadi Princess jika bertemu dengan orang yang tepat. Kenapa Dianna tertarik ke karakter Anna? Sedangkan disitu ada Princess Elsa yang jauh lebih cantik. Apa ayah boleh tau alasan Dianna memilih Anna?" "Karena Anna masih tetap sayang sama princess Elsa yang sudah bikin Anna sakit, Anna juga berusaha biar princess Elsa sembuh. Mereka saling sayang, Dianna mau tetap bersama ayah dan tetap sayang sama ayah apapun yang terjadi" Ucapnya sambil menjeda ucapannya. Ia menoleh memperhatikan ayahnya yang tetap fokus memainkan stir yang sedang di pegang. "Dianna mau, nanti Dianna jadi princess Anna yang sayang sama keluarga, mengerti sama keluarga juga. Sayang sama saudara. Eh, Tapi Dianna nggak punya saudara ternyata. Kata nenek Dianna cucu nenek satu-satunya" Ucap Dianna sambil mengetuk-ngetukkan jarinya dipipi chabi yang iya miliki. Hal tersebut membuat Farhan langsung menanggapinya. "Dianna punya saudara kok" Ucap Farhan secara tidak sadar. "Benarkah? Dimana saudara Dianna? Aku mau ajak main juga." Seketika wajah Dianna berbinar. "Lupakan saja. Oh ya kita mau kemana nih? Hari ini special day for you. Ayah akan mengawal Putri Anna kemanapun tujuannya" ucap Farhan melirik kearah putrinya yang tampak cemberut. "Ayah nggak asyik" " Dianna sayang, Semua anak-anak itu saudara Dianna. Tidak mesti anak ayah, baru bisa dikategorikan saudara. Nanti kalau Dianna sekolah, dapat teman yang baik sama Dianna, itu bisa disebut sebagai saudara." Dianna manggut-manggut mendengar penjelasan yang dilontarkan ayahnya. Meskipun dirinya sedikit merasa kecewa dengan jawaban yang ayahnya lontarkan. Terkadang iya berfikir kenapa dirinya hanya sendiri, 'kenapa tidak ada adik atau kakak yang menemaninya. Harusnya bundanya melahirkan banyak adik untuknya agar dirinya tidak perlu kesepian menjalani hari-harinya yang panjang'. "Princess Anna mau kemana?" Ucap Farhan menanyakan tujuan putrinya. "Ke Mall aja yah. Tapi ayah sekalian kita beli peralatan buat sekolahannya Dianna yah" Usulnya kemudian. "Ayah siap mengantar sang putri dengan senang hati". Seperti itulah kedekatan mereka berdua. Farhan sangat menyayangi putrinya, memanjakan sebisanya. Hal kecil yang iya lakukan ternyata sangat berkesan dimata putrinya. 'Allah memang sangat adil, Dia tahu segala sesuatunya akan baik pada masanya. Dirinya sangat bersyukur memiliki Dianna saat ini, Menghadirkan Dianna sebagai pengobat lelahnya. Terima kasih Ya Allah sudah menghadirkan dirinya untukku' ucap Farhan dalam suara batinnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD