Dua

1460 Words
Teratai melangkahkan kaki selebar-lebarnya karena tak sabar ingin menghampiri mobilnya yang terparkir di basement. Mulutnya masih terus mengeluarkan u*****n akan kekesalannya hari ini. Prangggg Tong sampah yang ada di pojokan tempat parkir menjadi sasaran tendang Teratai. Beberapa orang yang sedang berada di parkiran memandang heran ke arah Teratai. "Apa lo liat-liat? Mau gue congkel mata lo, hah?" gertak Teratai. Orang-orang yang dimaksud langsung membuang pandangan mereka ke arah lain, pura-pura tidak tahu. Teratai langsung saja masuk ke mobil. Ia tak peduli dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Dia langsung mengemudikan mobilnya keluar meninggalkan basement. Jalanan yang ramai membuat mobilnya harus terjebak dalam kemacetan lalu lintas. Saat ini tujuannya adalah rumah besar milik ayahnya. Setelah beberapa lama berkendara, Teratai teringat akan sesuatu dan membuatnya berbalik arah. Membayangkan akan bertemu seorang ayah yang selalu menatapnya dengan kebencian hanya akan menambah kesedihan di hatinya. Akhirnya Teratai memutuskan untuk pulang ke rumahnya saja. Satu jam berlalu dan Teratai pun sekarang sudah memarkirkan mobil di depan rumah pribadinya. Baru saja Teratai melepaskan seatbelt-nya ketika suara ketukan terdengar di kaca mobilnya. Teratai langsung keluar dari mobilnya. "Siapa Anda?" Teratai mengernyitkan dahinya. "Anda tidak perlu tahu siapa saya," jawab pria berjas hitam dengan topeng yang menutup setengah wajahnya. "Ini rumah saya. Jadi saya berhak tahu siapa yang bertamu ke sini!" cecar Teratai dengan nada tak kalah dingin. "Saya ke sini untuk mengambil nyawa Anda." Kalimat yang dilayangkan pria itu membuat Teratai terkejut. Betapa mengenaskan nasibnya, baru saja dikhianati kekasih dan sekarang sudah ada orang lain yang ingin mengambil nyawanya. "Eh? Sebutkan alasan Anda!" titah Teratai. Kedua tangannya sudah berkacak pinggang dengan sombongnya. "Tak perlu alasan untuk membunuh Anda,” jawab pria bertopeng dengan sedikit tersenyum meremehkan. "Hei, jangan pikir mengambil nyawa saya adalah hal yang mudah." Teratai sudah siap dengan kuda-kudanya. "Baiklah, Nona Cantik. Kita lihat sampai di mana kemampuanmu." Pria bertopeng masih diam tak bergeming seakan menunggu serangan dari Teratai. Ia malah memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. Teratai mendekat ke arah sang pria bertopeng. "Ciatttt..." Sebuah tendangan dilayangkan Teratai ke perut pria misterius itu. Sang pria tetap berdiri kokoh. Sepertinya tendangan Teratai kurang mampu menggoyahkannya. Teratai tak putus asa. "Hyyaaaa...." Teratai melayangkan tinjunya ke wajah sang pria. Kali ini dengan kekuatan penuh. Sang pria mulai meringis, ia menyapu pipi kirinya yang terkena mata cincin yang digunakan Teratai. Tak mau kalah, sang pria mulai kehilangan kesabaran. "Ternyata kamu boleh juga, Nona." Sang pria mulai mengambil ancang-ancang untuk menyerang. "Wushh..." Ia mencoba meninju wajah Teratai, namun meleset. Bukkk.... Sebuah tinju melayang ke pipi Teratai. Pria itu tak main-main, satu pukulan saja dan sudut bibir Teratai mulai mengeluarkan darah. Perkelahian terus berlangsung tepat di halaman rumah Teratai yang terbilang cukup luas. Teratai yang memang mantan atlet karate tidak mudah untuk dikalahkan. Tendangan dibalas tendangan, begitu pula pukulan dibalas pukulan. "Ahhhhh...." Teratai terpelanting sejauh dua meter setelah tendangan pria bertopeng melayang ke perutnya. Ia menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya dengan kasar. Sang pria bertopeng berjalan menghampirinya. Dengan sisa kekuatannya Teratai mencoba berdiri. "Menyerahlah, Cantik. Untuk apa melawan kalau akhirnya kau harus mati juga di tanganku?" "Aku tak akan menyerah. Silahkan coba bunuh aku," gertak Teratai. Sekarang dia sudah kembali berdiri kokoh. "Baiklah, kalau itu yang kau mau." Sang pria bertopeng mendekatinya. Jarak tubuh mereka tak lebih dari satu meter. Keduanya kembali bertarung. Bughh. Teratai kembali berhasil mendaratkan pukulannya di wajah sang pria. Mata cincin yang ada di jari telunjuknya kembali memberi luka di wajah sang pria. "Non Tera....!!" teriak Bi Tini dari dalam rumah. Sungguh terkejut ia melihat majikannya yang sedang bertarung. Sang pria bertopeng kehilangan konsentrasi dan menghadap Bi Tini yang sedang berlari ke halaman. Keadaaan ini digunakan Teratai untuk menendang keras perut sang pria. Buukkk... Sang pria bertopeng tersungkur. Satu detik kemudian Teratai menendang da'da sang pria dengan keras dan itu membuatnya benar-benar terjatuh ke tanah. Kedua tangan pria itu menekan dadanya yang terasa teramat sakit. "Kupastikan nyawamu melayang." Teratai menginjak d**a sang pria dengan sepatu pantofel hitamnya. Sang pria terlihat kesal. Tak diduga ternyata lawannya kali ini bukanlah wanita lemah. Nyatanya, dirinya harus menerima kekalahan. Pria tersebut tak kehilangan akal. Ia merogoh ke dalam jasnya dan mengeluarkan sebuah pistol dari sana. Teratai mendelikkan mata tak menyangka jika pria itu sudah membawa persiapan untuk menghabisinya. "Nyawamulah yang akan melayang, Nona," ucap pria bertopeng sambil mengarahkan pistolnya kepada Teratai. Klik. Terdengar suara pelatuk ditarik. Dorrr dorrr Dua suara tembakan beruntun terdengar dalam keheningan malam. Darah segar mengucur deras dari jantung Teratai. Tubuhnya ambruk seketika, terbaring di atas tubuh pria bertopeng yang tadi hendak menembaknya. Tanah di halaman rumah Teratai berubah menjadi lautan darah segar. Bi Tini membuka lebar mulutnya dan menutupnya dengan kedua tangannya. Dia menjerit melihat dua orang di hadapannya tewas dengan mengenaskan. Dorrr Satu tembakan kembali dilesatkan tepat di kepala Bi Tini, membuatnya langsung jatuh tertelungkup setelah kehilangan nyawanya. Suasana di halaman rumah Teratai kembali lengang. Satu jam kemudian beberapa mobil polisi dan mobil ambulan memasuki halaman rumah Teratai. Tiga kantung mayat berwarna kuning digotong masuk ke dalam ambulan. Beberapa polisi terlihat sibuk mengamankan lokasi pembunuhan dan mengelilinginya dengan garis kuning. - - - - "Ahh, mengapa di sini gelap sekali?” gumam seorang wanita di dalam sebuah gubuk yang terbuat dari bambu. Rasa sakit yang luar biasa nyata terasa di kepala dan sekujur tubuhnya. "Apakah aku sedang ada di dalam neraka?" lirihnya dalam hati. Ia meraba dadanya pelan, ada bekas luka di sana. "Bukankah aku sudah tertembak malam itu?"Ia kembali bermonolog di dalam hatinya. Masih tercetak jelas dalam ingatannya bahwa ia sudah terluka kena tembakan dari seorang pria bertopeng. Ceklek Pintu terdorong dari luar. Seorang gadis masuk membawa pelita dan sebuah nampan berisi mangkuk dan gelas. "Syukurlah, Nona sudah sadar." Sang gadis meletakkan pelita dan nampan tersebut di lantai. Terlihat senyuman mengembang dari bibirnya yang mungil. Gadis tersebut berumur kira-kira empat belas tahun. Ia menyodorkan gelas berisi air minum kepada Teratai. Teratai yang memang sudah merasa sangat haus segera menyesap minuman tersebut sampai habis tak bersisa. Ditatapnya gadis yang ada di hadapannya dengan penuh tanda tanya. "Siapa aku?" tanya Teratai sambil terus menatap tajam ke dalam mata gadis tersebut. "A-apa?" Gadis tersebut terheran-heran mendengar pertanyaan dari Teratai. "Aku sungguh lupa dengan segalanya. Ceritakan kepadaku semua yang kau ketahui!" perintah Teratai. Gadis tersebut mengangguk cepat. "Mereka memukul kepala Non Tera. Mungkin pukulannya terlalu keras sehingga Non Tera lupa segalanya," jelas sang gadis. "Siapa aku? Siapa kamu? Siapa mereka? Ayo, jelaskan dengan benar!" Tatapan dan hardikan Teratai membuat sang gadis ketakutan. Nonanya tak pernah semenakutkan itu. "Nona adalah Non Teratai, putri dari Raja Nagendra. Tiga hari yang lalu Nona dihukum karena sudah membawa seorang pria asing ke dalam kamar. Paduka Raja murka dan menyuruh pengawal untuk memukul Nona. Nona langsung pingsan tak sadarkan diri. Sementara pria itu langsung mendapat hukuman mati." Sang gadis mencoba menjelaskan kejadian tiga hari lalu secara detail karena takut akan dimarahi. Nona Teratai yang sekarang sangat berbeda dengan yang dikenalnya. "Itu berarti aku terkena amnesia," ucap Teratai kepada sang gadis. Dalam hatinya sudah ada beribu pertanyaan dan jawabannya hanya satu. Mungkin ini yang disebut dengan kelahiran kembali. "Sungguh ini sangat tidak mungkin, tapi aku akan mencoba menjalaninya," batin Teratai. "Anastasia itu apa, Non?" tanya sang gadis bingung. "Amnesia, bukan Anastasia. Itu artinya aku sudah kehilangan ingatanku. Sampai-sampai aku lupa siapa diriku." Teratai mencoba menjelaskan keadaannya kepada gadis tersebut. "Siapa namamu?" tanyanya kepada gadis itu. "Namaku Galuh, Non. Aku sudah melayani Nona selama dua tahun," jawab Galuh. "Baiklah. Kau akan tetap menjadi pelayanku. Aku akan sangat membutuhkan pertolonganmu. Jangan pernah katakan kepada siapapun mengenai keadaanku saat ini." "Nona bisa memercayaiku. Aku akan membantu Nona untuk mengingat semuanya," janji Galuh dengan penuh kepastian. "Kupegang janjimu. Sekarang aku mau makan." Galuh menyerahkan mangkuk berisi makanan kepada Teratai dan beranjak keluar untuk mengambil air minum. Teratai melahap habis semua isi mangkuk karena perutnya sangatlah lapar. "Ini minumannya, Nona." Galuh menyerahkan segelas air yang baru diisi. Teratai kembali menyesap minuman itu sampai habis. "Galuh, malam ini kau temani aku di sini. Aku ingin kau menceritakan segala hal tentangku, keluargaku, dan apapun yang kau tahu tentang kerajaan ini!" perintah Teratai. "Baik, Nona." Galuh mengangguk cepat seraya meletakkan mangkuk dan gelas yang sudah kosong ke atas nampan. Saya akan segera kembali, ujarnya sambil keluar meninggalkan Teratai di dalam gubuk. "Apa yang sebenarnya terjadi? Dan bagaimana mungkin jiwaku bisa berpindah ke tubuh gadis ini? Lalu siapa yang malam itu membunuhku dan untuk apa?" Berbagai pertanyaan muncul dalam benak Teratai. Diusapnya pelan rambutnya yang panjangnya sampai sepinggang. Seingatnya, dia tak pernah punya rambut sepanjang itu. Malam itu dihabiskan Teratai dengan mendengarkan berbagai penjelasan dari Galuh. Tentu saja dia harus menyesuaikan diri dengan identitasnya yang baru. Suka atau tidak, dia harus menjalani kehidupan barunya, walaupun semuanya sangat berbeda dengan kehidupannya yang lalu. Cerita mengenai kelahiran kembali hanya pernah ia baca dalam novel fantasi. Tapi saat ini ia adalah tokoh yang harus menjalaninya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD