Kabur

1088 Words
Benar saja, Ayuna semakin panik dan histeris setelah melihat beberapa orang sedang duduk menatap ke arah mereka dengan senyum. Terlebih saat melihat ibunya yang ternyata sudah berdiri dan berjalan kearahnya dengan tatapan tajam seperti biasa.  “Mah aku mohon, jangan lakukan ini. Aku tidak mau menikah dengan pria itu.” Ayuna meratap kepada sang ibu dengan derai air mata tapi tampaknya hati ibu angkatnya itu memang sudah beku terhadap Ayuna. Dia bahkan tidak segan-segan menampar wajah Ayuna dengan keras di depan semua orang seperti yang biasa dia lakukan jika Ayuna berani membantahnya. Seketika orang-orang yang ada di ruangan itu terkesiap dan berdiri termasuk sang imam yang akan menikahkan Ayuna. Melihat tatapan orang-orang ke arahnya, ibu angkat Ayuna segera sadar dengan tindakannya. “Maaf, bapak-bapak, memang beginilah cara saya mendisiplinkan anak saya, dan saat ini dia bahkan menolak menikah padahal sebelumnya dia sudah setuju. Saya tidak ingin menanggung malu atas tindakan kekanak-kanakannya ini, apalagi pihak pria sudah datang dan siap menikah. Lantas apa yang harus saya lakukan atas sikap putri saya ini? jadi saya mohon pengertiannya.” Tampaknya orang –orang setuju dengan apa yang dikatakan Ibu Ayuna karena setelah mendengar penjelasan darinya, mereka terlihat duduk kembali seakan membenarkan apa yang dia ucapkan Ibu Ayuna barusan. Sedangkan Ayuna hanya bisa menggeleng tidak berdaya, betapa tega ibunya berbohong hanya untuk menikahkannya pada pria gila itu. Air matanya tidak berhenti mengalir meratapi nasibnya yang sangat buruk itu.  Namun, Hatinya sama sekali tidak rela diperlakukan seperti manusia yang tidak bernilai, dia merasa dirinya sudah di jual belikan oleh ibu yang selama ini membesarkannya. Dia tidak ingin hal itu terjadi padanya. Ayuna tidak ingin menghancurkan dirinya dan masa depannya dan berakhir sia-sia. Ia ingin lepas dan lari dari mereka semua, dan kekuatan itu muncul lagi dalam dirinya, memerintahkan otak nya untuk mempengaruhi gerakan kakinya. Dengan kuat Ayuna menginjak kaki sang ibu dengan sehingga sang ibu melepaskan cekalan dari tubuhnya, Ayuna segera mengambil kesempatan itu untuk kabur dan meninggalkan tempat itu. Gadis itu berlari tanpa henti, hatinya merasa sangat lega bisa terlepas dari mereka. Meskipun dia tidak tahu harus berlari sampai sejauh mana, yang pasti dia harus menjauh dari tempat itu jangan sampai mereka menemukan dirinya dan kembali memaksanya untuk menikah. Dia terus berlari ditegah padatnya hiruk pikuk jalan. Ayuna terus mengayun langkah cepat kakinya membelok ke arah jalan yang sedikit sepi. Berhenti sebentar untuk mengambil napas dan kembali melanjutkan larinya, dia kembali menoleh kearah belakang memastikan orang-orang itu tidak mengejarnya lagi, tapi disaat yang bersamaan dari arah yang berlawanan, muncul sebuah mobil. Karena jarak antara Ayuna dan mobil itu sangat dekat karena Ayuna terus saja berlari tanpa memperhatikan apa pun di sekitarnya lagi, maka tabrakan pun tak bisa dihindari. Untungnya, laju mobil itu sedikit lambat karena rupanya pengemudinya melihat seseorang berlari menuju arah kendaraannya sehingga dia berniat menghentikan mobil. Namun sayang, gearakan Ayuna cepat sehingga mobil itu tidak sempat menghindar. Ayuna menabrak mobil itu dan tergeletak tak sadarkan diri. “Tuan, orang tadi menabrak mobil kita. Mungkin dia mabuk atau semacamnya.” Ujar sopir kepada Gio yang terlihat sibuk mengetik pesan di ponselnya. “Iya baiklah kau urus saja dan cepat selesaikan. Aku ingin secepatnya istirahat.” Jawab Gio kemudian menyimpan ponselnya kembali ke dalam tas. Menutup matanya dan menyandarkan kepalanya yang sedikit pusing. Sang sopir kemudian turun dari mobil dan menghampiri seseorang yang sudah tergeletak lemah di depan mobilnya. “Tuan, dia seorang wanita dan tampaknya pingsan!” Seru sang sopir dari luar. Gio membuka mata dan menghela napas, tidak bisakah hari ini dia istirahat sejenak? kenapa selalu ada masalah yang menimpanya seharian ini? sang kekasih yang merajuk karena permintaannya untuk memecat pegawai OB tidak dia penuhi, kedua proses pengajuan kerja sama dengan perusahaan lain belum juga mendapat persetujuan. Dan sekarang, seorang wanita mabuk bahkan menabrakkan diri di mobilnya. Gio bergegas keluar dari mobil untuk mengecek apa yang terjadi. Dia melihat seorang wanita berwajah pucat tergeletak dihadapnya. Gio lantas memeriksa pergelangan wanita itu, memastikan apakah dia masih hidup atau tidak dan ternyata nadinya masih berdenyut meskipun sangat lemah. Sopirnya benar, wanita ini hanya pingsan. Gio juga tidak mencium bau alkohol dari wanita itu, lantas kenapa dia berlari dan menabrakkan diri ke mobilnya? Apakah wanita itu hendak mengakhiri hidupnya? “Jadi bagaimana tuan?”  Gio mendesah panjang, dia menoleh ke sekeliling tapi tidak satu kendaraan pun yang lewat. Sebenarnya dia tidak ingin menambah beban pikirannya dengan mengurus hal seperti ini tapi secara naluri dia kemudian mengangkat tubuh wanita itu dan membawanya masuk ke dalam mobil. “Kita pulang.” Ucapnya saat sopirnya bertanya ke mana harus membawa wanita pingsan itu. Mobil pun melaju meninggalkan tempat itu.  Mobil berhenti tepat di depan pintu utama, memudahkan Gio membawa wanita itu masuk kedam rumah, merebahkannya di atas kasur. Dia sedikit mengernyitkan dahi saat melihat wajah gadis itu lebih jelas. Wajahnya sepertinya tidak asing, tapi karena dia juga mempunyai urusan sendiri yang harus segera diselesaikan, Gio pun melangkah keluar dan meninggalkan gadis itu dan membiarkan para pelayan yang mengurusnya. Ayuna membuka mata dan mendapati dirinya berada di ruangan yang asing. Menatap sekeliling, menyadari jika ruangan yang dia tempati sekarang adalah sebuah kamar yang mewah. Tapi matanya tiba-tiba terbelalak seiring dengan detak jantungnya yang tidak beraturan karena panik. Apakah dia sedang berada di rumah Tuan Dirman? Apakah pria itu berhasil menangkapnya? Ayuna menggeleng, dia segara beranjak dari kasur tapi gerakannya tertahan karena sakit yang mendera kepalanya tiba-tiba. “Ah, kepalaku, apa yang sudah terjadi?” gumannya lemah dan kembali merebahkan tubuhnya. Merasa sudah baikan, Ayuna kembali bangkit perlahan dan berjalan menuju arah pintu. Hal pertama yang harus dia lakukan adalah memastikan jika dirinya tidak berada di tempat pria yang ingin menikahinya itu. Untuk itu dia harus keluar dan mencari tahu. Atau rumah siapa pun ini, dia harus tetap pergi dan menjauh. Bisa jadikan tempat ini adalah tempat penampungan orang-orang yang akan di perjual-belikan. Dia sebaiknya cari aman saja. Dia harus menemui sahabatnya Indra untuk memintai pertolongan.  Tapi baru saja Ayuna hendak membuka pintu, terdengar suar ketukan lembut. Ayuna terkejut, dia menghentikan langkahnya dan mundur beberapa langkah ke belakang. Seseorang datang, apa yang harus dia lakukan? Ayuna hanya berdiri mematung saat pintu terbuka dan melihat sosok tinggi berdiri di ambang pintu. Betapa terkejutnya Ayuna saat melihat sosok tinggi itu. Matanya terbelalak tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Bagaimana ini mungkin? Bagaimana bisa pria yang pernah dilihatnya di perusahaan tempatnya bekerja ada di sini? Atau jangan-jangan ini adalah rumahnya. Gawat, jangan sampai dia mengenalinya. Ayuna menelan ludah kering. “Kau sudah sadar, rupanya. Dan mungkin hendak pergi, begitu?” ucap pria itu sambil melangkah menghampiri Ayuna yang masih berdiri mematung.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD