BAB 7

1837 Words
AryoArfanG 'sekolah?' KenAngrum 'iya, aku sekolah. Kenapa?' AryoArfanG 'Tidak!' KenAngrum 'Aneh' AryoArfanG 'sedang dimana?' KenAngrum 'di kelas bersama Adelia' AryoArfanG 'dimana Alena?' KenAngrum 'di kantin bersama Aluna' AryoArfanG 'aku tahu itu. Karena aku juga sedang di kantin.' KenAngrum 'terus kenapa kamu bertanya?' AryoArfanG 'tidak perlu menyuruh Pak Asep untuk menjemputmu. Aku akan mengantarmu' KenAngrum 'kamu tahu Pak Asep, supir keluragaku?' AryoArfanG  'tentu saja. Ibumu cerita kepadaku ' KenAngrum 'Oh' AryoArfanG ' jangan coba-coba untuk pulang sendiri. Kamu harus tunggu aku di gerbang. Aku akan mengantarmu' KenAngrum 'iya. Aku mengerti' AryoArfanG '' "Sedang membalas pesan siapa? Kamu terlihat sangat serius" kata Adelia dan mencondongkan wajahnya untuk melihat layar hp Angrum. "Arfan" jawab Angrum "Waaah kapan kalian akan benar-benar menjalin hubungan?" "Aku tidak memikirkan itu. Aku tidak yakin dia benar-benar suka padaku?" "Tapi aku merasa yakin bahwa Arfan memang jatuh cinta padamu. Sejak kenal denganmu dia berubah. Dari situ aku menyimpulkan dia memang berubah karena kamu." Jawab Adelia "Jangan mengarang Adel, setiap orang bisa berubah kapan saja dan bisa jadi tanpa sebab" jawab Angrum "Ah kamu tidak percaya diri. Ngomong-ngomong Arfan mengajakmu bermain ke rumahnya? Aku mendengarnya dari Alena" "Mengajak? Lebih tepatnya Aku diculik" "Haha memangnya kenapa?" "Iya jadi dia hanya mengatakan padaku untuk mengantarkanku pulang. Tapi dia membawaku ke rumah. Dan Alena benar-benar bersekongkol dengan dia, Alena menelpon ibuku memberi tahu bahwa aku sedang kerja kelompok di rumahnya" jelas Angrum dengan sedikit kesal. "Haha Alena diam-diam ternyata benar-benar ingin kamu bersama Arfan. Terus bagaimana? Kamu di kenalkan Arfan pada keluarganya?" "Tidak. Rumahnya sangat besar tapi dia hanya tinggal bersama pembantu di rumahnya." "Oh terus dia bicara apa saja padamu?" "Tidak banyak yang kita bicarakan. Tapi dia menanyakan tentang aku yang di tampar Anita. Dan tujuan dia membawaku ke rumahnya hanya untuk itu, agar aku menceritakan semuanya. Itu semua gara-gara Alena yang menyuruh Arfan untuk menanyakan kepadaku langsung" "Haha Alena mengajarkan bagaimana menjadi laki-laki berani" "Iya mungkin begitu, tapi sungguh, aku benar-benar tidak nyaman" "Iya aku mengerti. Eh tapi Arfan tidak macam-macam kan padamu?" "Tidak Adel Tidak. Jangan berfikir terlalu jauh" "Haha oke aku minta maaf" "Angrum..." Teriak Alena dari pintu dengan nafas yang tidak teratur. "Ada apa Alena? Kenapa?" Tanya Angrum "Kamu kenapa? Seperti sudah lari maraton" sambung Adelia "Itu...." Alena masih menggantung omongannya karena nafasnya masih belum teratur "Apa Alena? Aku tidak mengerti. Bicara pelan-pelan" "Itu...." "Itu....! Itu apa Alena?" Tanya Adelia "Aluna sedang bertengkar bersama Anita gara-gara kamu di tampar Angrum" jelas Alena yang membuat mata Angrum membesar dan segera berlari di susul Adelia dan Alena. Kantin terlihat kacau hampir puluhan pasang mata melihat ke arah dua wanita yang sedang saling berargumen "Kamu yang seharusnya tahu diri" maki Aluna "Sahabat kamu yang cari perhatian" "Memangnya kamu tidak? Wajahmu putih hanya gara-gara produk murahan. Itu menjijikkan." "Aku disini senior!" Bentak Anita "Kamu hanya senior bukan pemilik sekolah. Kamu tidak ada hak untuk menampar junior hanya karena masalah pribadi! Itu sangat memalukan." Kata Aluna "Itu semua karena junior nya yang tidak tahu diri" "Berhenti Aluna! Apa yang terjadi?" Angrum berusaha melerai "Ini dia kumannya. Junior yang bertingkah seperti puteri raja. Menjijikan" kata Anita "Kamu harus menjaga mulutmu. Kamu seperti mikroba. Jamur!." Kata Adelia "Sudah sudah ayo kita ke kelas saja. Kalian tidak malu. Lihat, banyak sekali yang melihat ini" kata Angrum lagi "Kamu diam saja Angrum. Manusia seperti memang harus di beri pelajaran." jawab Aluna "Tidak usah pura-pura baik Angrum! Kamu memang sengaja bukan menyuruh Aluna untuk membela mu? Kamu sangat payah!" Kata Anita yang terlihat melecehkan Angrum. Dan Angrum hanya diam "Hey! Kamu harus menjaga ucapanmu" kata Aluna yang berada di bawah pengawasan Alena dan Adelia "Kenapa kamu diam sekarang? Agar kamu terlihat seperti Wanita baik di depan semua orang? Kamu sangat menjijikkan!" Nadanya semakin tinggi saja menyemprot Angrum "Sudah selesai?" Tanya Angrum. Anita diam, semua diam. "dengarkan ini Anita yang terhormat. saya disini untuk sekolah, bukan untuk mencari masalah dengan siapapun. Saya disini junior, tapi bukan untuk di bully tapi untuk menghormati. Apa kamu fikir kamu tidak menjijikkan? Bukannya dengan menggap teman saya sebagai pacar atau milik kamu itu tidak menjijikkan? padahal jelas sekali cowok yang kamu inginkan itu tidak mau denganmu! Saya disini tidak merasa paling cantik. silahkan jika kamu menginginkan semua laki-laki yang ada disekolah ini untuk mu tapi jangan ganggu saya dan tiga sahabat saya ini. Silahkan bersikap sesukamu tapi kami tidak akan pernah mau untuk menghormatimu. Wanita kasar, hobinya menampar orang yang tidak tahu apa-apa. tampar labrak dan semacamnya? Menurutku itu sangat norak dan menjijikkan!." Kata-kata Angrum berhenti sampai disana. membuat semua orang keget dan diam mendengar semua yang dikatakan Angrum. Sebagai murid baru yang dikenal sebagai murid intovert bagi sebagian orang yang mengenalnya, dengan ucapannya itu mampu membuat decak kagum melihat keberanian Angrum. "b******k! Beraninya kamu memaki ku seperti itu. . . " Anita mengangkat tangan kanannya. "Prok prok prok" suara tepuk tangan dari sepasang tangan menghentikan gerakan tangannya. "Senior dan junior itu sama saja di sekolah. yang membedakan hanya bagaimana masing-masing dari kalian bisa saling menghormati. apa yang harus dibanggakan jika kita menjadi senior? Cantik? Kaya? Itu Tidak menjamin. Atau bagi junior? Cantik? Atau yang lainnya? Itu juga tidak menjamin segalanya. Jangan membuat semua senior di sekolah ini menjadi buruk di mata junior Anita!" Tegas laki-laki itu. Dia adalah Alwi ketua OSIS yang memang sudah kenal dengan Angrum. Angrum tersenyum samar. Ketiga sahabat Angrum tersenyum tapi Anita mendengus kesal lalu pergi begitu saja. "Angrum hebat" puji Alwi sesaat setelah itu terjadi. "Aku sangat gugup dan merasa bersalah sekarang. Nanti aku akan meminta maaf pada Anita" kata Angrum "Itu tidak perlu Angrum! Apa yang kamu lakukan itu sudah benar!." Kata Aluna ketus. "Aku fikir juga begitu." kata Alwi "aku akan pergi ke kelas" katanya. "Terimakasih" kata Angrum dan Alwi hanya mengedipkan sebelah matanya entah apa maksudnya mungkin sebagai jawaban iya. Angrum tidak menghiraukan kedipan Alwi. Ada laki-laki yang sudah melihat semuanya dari awal. Entah mengapa dia merasakan sesuatu aneh di hatinya, seperti rasa sebal untuk kedipan itu lalu tertawa kagum sekaligus lucu melihat Angrum yang melawan Anita. Angrum berdiri di depan gerbang bersama ketiga sahabatnya sampai akhirnya dua motor berhenti di samping ke empatnya "Alena ayo" kata Alfin "Cepet." Kata Aluna "Aluna pulang sama siapa?" Tanya Alfin "Sama Adelia. Cuman kami akan ngambil baju tim basket putri dulu jadi akan pulang lebih sore" jelas Aluna "Yasudah Alena akan pulang bersamaku" kata Alfin. "Iya, bawa pulang ke rumahku. Jangan ke rumahmu!." Kata Aluna mengepalkan tangannya dan diacungkan ke atas "Aku mengerti. Jangan khawatir" kata Alfin "Ini" kata Arfan menyodorkan helm untuk Angrum. Dan Angrum hanya diam "Ayo Rum, ambil helmnya dan pake. Lama banget." Kata Aluna gaduh "Kenapa kamu menjadi Antusias?" Kata Adelia "Aku hanya ingin Angrum cepat memakainya." Kata Aluna dan Angrum menerima helm lalu memakainya. Angrum tersenyum, begitupun Alfin dan Alena mendengar Aluna dan Adelia "Yasudah, aku akan pulang terlebih dahulu." kata Angrum dan naik motor Arfan "Hati-hati Angrum. Arfan jangan membawa motor dengan kecepatan tinggi. Angrum sangat takut dengan itu" kata Aluna dan Arfan mengangguk. Kedua motor milik Arfan dan Alfin melaju meninggalkan Adelia dan Aluna. Arfan dan Angrum sudah berpisah dengan Alfin dan Alena yang berbelok ke arah jalan yang berbeda. Motor melaju dengan kecepatan sedang kemudian tiba-tiba hujan turun. Dengan cepat Angrum menepikan motornya. Keduanya memutuskan untuk berteduh dan duduk di bangku halte yang ada di sana. "Tadi kamu sangat luar biasa saat berbicara pada Anita" kata Arfan "Hanya kebetulan. Karena sebenarnya aku sangat takut" "Tidak perlu takut. Kamu sudah bertindak benar, supaya dia tidak melakukan hal-hal yang memalukan lagi" "Bagaimana jika dia ingin membalasku?" "Katakan padaku jika dia benar-benar membalasmu. Aku akan memberi dia pelajaran" kata Arfan "Ah itu tidak perlu. Jangan begitu, bagaimanapun dia wanita" jawab Angrum "Aku serius" "Jangan terlalu serius, nanti kamu akan cepat menjadi tua" "Tidak apa-apa semuanya memang akan menjadi tua. Alwi adalah orang yang serius, tapi dia tidak menua" kata Arfan "Kenapa jadi Alwi?" "Aku hanya memberikan contoh" "Oooh" "Kamu kenal dekat dengan Alwi?" Tanya Arfan "Tidak dekat. Hanya kenal." "Jangan!" "Jangan apa?" "Jangan kenal dia!" "Kenapa?" "Aku sakit" "Hah?" "Tidak"! "Kamu sakit?" "Tidak" "Kamu sakit apa Arfan? Kamu sakit perut" "Tidak tidak aku hanya sembarang bicara" "Oh. Ngomong-ngomong kamu tadi melihat semuanya?" "Iya, tentu saja" "Kamu jahat! Kenapa kamu tidak datang terus membela aku?" "Kamu dan Anita hanya saling berargumen, aku tidak akan membantu untuk itu, kecuali jika Anita menamparmu lagi. Dan tadi sudah ada pahlawan yang datang saat Anita akan menampar mu" "Alwi maksud mu?" "Iya" "Harusnya kamu yang datang" "Aku ada disana tadi" "Jika hanya diam itu tidak berarti apa-apa" "Aku mendoa'kan mu" "Hah? Mendoa'kan apa?" "Aku beroda' agar wanita yang sedang melawan Anita akan baik-baik saja dan tidak di tampar lagi" jawab Arfan "Haha aneh" "Sebenarnya aku takut kamu akan menampar wajah mu sendiri karena gugup." "Haha aku tidak sebodoh itu" "Kamu sangat bodoh" "Apa buktinya?" "Saat aku mengajakmu untuk pulang saat itu, kamu tidak mau, dan kecelakaan itu terjadi, kamu masuk rumah sakit dan membuatku sangat khawatir. Menurutmu kamu tidak bodoh setelah itu terjadi?" "Itu semua karena mu" "Kenapa menyalahkan ku?" "Itu memang kenyataannya. Aku tidak akan di tampar Anita dan tidak akan menolak saat kamu ajak pulang. Menurutmu itu salah siapa?" "Oke oke. Aku minta maaf " "Haha iya aku memaafkanmu" Angrum tertawa manis dan Arfan hanya tersenyum manis melihatnya dan ada perasaan aneh yang membuat nya ingin selalu tersenyum sekarang. Hujan sudah reda. Arfan dan Angrum memutuskan untuk kembali melanjutkan perjalanan sampai akhirnya keduanya sampai di depan rumah Angrum. " Ibu kamu ada?" "Tidak ada" "Kemana?" "Ke rumah nenek ku" "Kamu?" "Apa?" "Kamu sendiri di rumah?" "Tidak" "sama siapa?" "Kak Arsya!" "Kakak mu?"  Tanya Arfan dan Angrum mengangguk. "Kamu mau mampir?" "Tidak, terimakasih" "Kenapa?" "Aku harus pergi. Banyak urusan" "Oke , terimakasih Arfan sudah mengantarku pulang." "Baiklah, sama-sama" jawab Arfan "Hati-hati" kata Angrum "Iya" kata Arfan dan memakai helm nya "Ar" kata Angrum "mau kemana? Ini sudah sore" "Ada urusan sebentar. Kenapa? Tidak perlu khawatir seperti itu. Aku akan baik-baik saja" kata Arfan "Tidak, jika kamu ingin pergi silahkan pergi saja" kata Angrum "Nanti aku telpon kamu jika aku sudah sampai rumah" dan dengan cepat Angrum mengangguk mendengar itu. Arfan tersenyum dan segera menjalankan motornya. "Dia sangat menyebalkan. Tapi dia membuatku merasa menjadi wanita istimewa. Ah sadarlah Angrum ini tidak benar" kata Angrum berbicara sendiri lalu masuk. Waktu sudah menunjukan pukul tujuh malam sudah hampir tiga jam Arfan belum juga memberi kabar Angrum. Sampai akhirnya satu telpon masuk ke handphone Angrum, tapi itu bukan dari Arfan. Itu dari Alfin. "Hallo" sapa Angrum "Ada apa Fin?" Tanya Angrum. "Rum?" Suara berat di sebrang sana membuat Angrum berdiri. "Iya? Ar?" Angrum mengenali suara itu. Itu bukan Alfin tapi Arfan "Aku tidak pulang ke rumah. Aku akan tidur di rumah Alfin malam ini. Handphone ku mati." Jelas Arfan yang membuat Angrum tersenyum menyadari Arfan yang tidak ingin Angrum khawatir. "Oh begitu. Kenapa kamu tidak pulang?" "Alfin memohon padaku untuk tidur di rumahnya" kata Arfan dan seketika Angrum tersenyum mendengar Alfin mengatakan bahwa itu bohong "Oh yasudah." "Iya. Bye" lanjutnya dan mematikan telepon tanpa persetujuan Angrum "Sangat menyebalkan. kebiasaan buruknya adalah mematikan telpon semaunya" gerutu Angrum ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD