BAB 11

1080 Words
Selamat membaca.  **** Semuanya terus berjalan sesuai rute yang sudah ditentukan dengan Arah panah yang menempel di pohon-pohon. "Apakah ada pos pemberhentian dan untuk pemberian materi?" Tanya Angrum "Tentu saja ada" jawab Alena. "Tapi kita sudah berjalan sangat jauh. Tapi tidak menemukan pos" kata Angrum. "Apakah kita tersesat?" Tanya teman Arfan "Tidak tahu. Tapi kita sudah menerima Arah yang di buat panitia" jawab Arfan "Iya benar" jawab Alfin "Tapi kita hanya bertemu dengan satu panah petunjuk arah saja. Kita belum menemukan panah-panah petunjuk arah lagi" kata Aluna " Meminta kita benar-benar tersesat "kata Angrum dia mulai panik. "Jadi kita harus bagaimana?" "Tenang saja. Sebentar lagi pagi dan jika kita tidak sampai semua pasti mencari kita" kata Arfan dan duduk sambil menarik tangan Angrum sampai Angrum duduk disebelahnya, "Lalu, apakah kita tersesat sampai membuka ?" Bagaimana? " Aluna nyerocos "Aduh Aluna kamu tidak perlu berlebihan. Itu tidak akan mungkin terjadi." Kata Alfin "Alfin, zaman sekarang itu mungkin saja terjadi. Tidak ada yang mustahil di dunia Alfin!" Aluna tidak mau kalah "Oke terserah kamu saja!" "Oke" kata Aluna "Aduuuhh sudah, jangan bertengkar!" kata Alena "Kakak kamu yang mulai!" Kata Alfin "Kamu!" Kata Aluna. "Ish berisik! Tidak perlu berdebat karena hal yang tidak penting! Kita sedang di hutan bukan di kafe." Adelia jadi kesal Dan semuanya diam. Angrum berdiri dan memindahkan tempat duduk di bawah pohon sebelahnya lagi yang lumayan jauh dari tempat yang lain duduk. Dan Arfan ikut berdiri dan duduk di sebelah Angrum. "Haciiim" Angrum memulai Kembali atraksi bersin-bersinnya "Kamu seperti Anak kambing. Dingin Sedikit Langsung bersin" Arfan berkomentar Dan Duduk bergeser Lebih Dekat disamping Angrum "Anak Ibuku .. haciiim .. aku Anak Ibuku" Angrum Terus Saja bersin-bersin "Kamu harus memakai jaket berapa lapis? " Tanya Arfan yang sedang membuka jaketnya lalu dipakaikan ke bahu Angrum "Haciiim .. aku baik-baik saja. Haciiimm .... Kamu harus pakai jaket ini, kamu pasti akan kedinginan." "Aku tidak tahan kedinginan." "Tapi ... Haciiim kamu bisa sakit. Ini hutan bukan rumah, anginnya lebih besar." "Kenapa dengan matamu? Apakah kamu belum tidur?" "Iya. Aku khawatir padamu!" Jawab Angrum membuat Arfan tersenyum "Terimakasih sudah mengkhawatirkan aku, tetapi harusnya kamu tidur. Aku sudah bilang aku baik-baik saja" "Bagaimana bisa. Aku benar-benar khawatir Arfan, kamu bertanya apakah kamu mau mencari tahu. beristirahat! " Jawab Angrum "Hahaha kamu benar-benar mempercayai. Menyetujui, aku minta maaf" " Jadi sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa kamu di rumah sakit? Jelaskan padaku "kata Angrum. "Aku minta maaf tidak bisa menjelaskan ini sekarang. Tapi aku akan memberitahumu dengan jelas. Nanti, saat semuanya sudah tepat" jawab Arfan. "Aku akan menunggu waktu yang tepat" kata Angrum dan Arfan mengangguk. "Sudah bersin-bersinnya?" "Sudah. Gara-gara aku berlebihan berlebihan padamu aku jadi berhenti ... haciiim" "Hahahaha baru mau bilang sudah bersin lagi" untuk pertama kalinya Arfan bahagia lebar di hadapan Angrum. "Cape tau ber ... Haciiim .. bersin-bersin terus gini" "Kasian banget si" Arfan merangkul bahu Angrum dan memposisikannya kepala Angrum dibahunya. Angrum yang sedikit terkejut langsung dan beberapa detik kemudian Angrum yang sedikit menjauh dari rangkulan Arfan yang memang hangat, namun tangan Arfan lebih kuat merangkul bahu Angrum dan lebih baik memperbaiki rangkulannya sampai kepala Angrum lebih rendah tergantung dilehernya. "Jangan coba-coba untuk bangun. Sekarang kamu tidur dan tetap diam agar kamu tidak terus-menerus bersin. Dan sebenarnya aku juga kedinginan" kata Arfan "Ini jaket kamu pake saja" "Kamu diam dipelukan ku seperti ini saja. Ini benar-benar hangat, lebih dari jaket " " Arfan "Angrum mencubit pelan perutnya "Aw" Arfan terkekeh "iya iya maaf sudah diem tidak perlu Canggung, sahabat-sahabat mu tidak melihatnya." "Ini hutan Ar" "Memang kenapa hutan? Memang kamu ingin aku peluk dimana? Di kamar?" Tanya Arfan yang membuat pipi Angrum memerah jika dilihat siang hari "Arfaaaaan" Angrum mencubit perut Arfan lagi "Haha Aw aw ampun-ampun. Aku bercanda Rum. Pasti pipinya merah lagi haha." Arfan lebih sering ketawa "Ketawa Lo bagus deh Ar" "Jujur banget" "Ah aku tadi hanya bercanda" "Wah kamu tidak percaya diri" "Kamu jadi sombong setelah aku puji" jawab Angrum "Kamu suka aku tertawa?" Angrum mengangguk dia terlihat lebih santai saat berada di pelukan Arfan. "Aku suka ketwamu" ulang Angrum "Tolong! Karena ketawa ku buat semua orang, tapi alasan aku tertawa itu karena kamu" jawab Arfan "Aku memang lucu jadi membuatmu tertawa." "Kamu jadi sombong" "Haha. Sampai kapan saja kita di sini?" Tanya Angrum "Aku ingin selamanya saja di sini." Jawab Arfan "Kenapa?" "Agar aku bisa terus memelukmu seperti ini" "Aku mau dipeluk karena aku lelah terus menerus bersin." "Apakah pelukanku sangat hangat" "Jujur jangan?" "Jangan." "Kenapa?" "Jika kamu jujur, kamu yang ingin terus aku peluk, harusnya aku yang ingin terus memeluk kamu" jawab Arfan dan Angrum hanya diam diam diam senang. *** Matahari mulai muncul dan semuanya memutuskan untuk kembali berjalan mencari jalan keluar dari hutan. "Bunga hutan memang cantik-cantik" cerocos Angrum. Bukannya terlihat lelah dia malah terlihat sangat bahagia "Angrum kamu tidak puas lelah?" Tanya Aluna "aku lelah sekali" jawab Angrum sambil tetap fokus pada bunga dandelion yang dipetiknya. "Matanya lihat ke jalan nona. Jangan ke bunga terus. Nanti kamu jatuh" ucap Arfan. Dan beberapa detik kemudian "Aww" teriak Angrum "Aww sakit" Angrum terjatuh tersandung akar pohon Arfan segera menghampirinya dengan begitupun dengan yang lain. "Aku sudah melihat jangan hanya melihat bunga. Kamu keras kepala!" bentak Arfan yang membuat Angrum mulai menangis bukan hanya karena bentakan Arfan tapi juga memikirkan yang mulai mengeluarkan darah lumayan banyak. "Tidak perlu membentak Angrum seperti itu Arfan" kata Alena meminta Arfan "Astaga Rum, berdarah. Banyak, bagaimana ini. Kita tidak ada yang membawa obat-obatan" Aluna mencoba menyelesaikan apa pun untuk berpencar. Aluna Alena dan Adelia memilih untuk mencari obat-obatan dari daun-daun di sekitar, Alfin dan dia teman lainnya mencari jalan keluar dan Angrum bersama Arfan. Angrum terus saja menangis meringis kesakitan darahnya terus mengalir lambat. "Aduhh Rum aku tidak bisa melihat orang menangis, aku harus melihat" "Iya iya aduh terus aku harus bagaimana sekarang?" Arfan mengipas-ngipas luka yang ada di kaki Angrum sambil sesekali Arfan terkejutnya lalu memandang Angrum yang terlihat kesakitan yang sebenarnya dibuat-buat. Aluna dan kedua sahabatnya datang membawa beberapa dedaunan untuk melepaskan darah Angrum. "Alena, aku harus bagaimana? Argh kenapa panita tidak benar-benar membuat rute" Gerutu Arfan "Sudahlah, kita akan segera mendapatkan bantuan" jawab Alena. "Ko dia marah-marah gitu. Panik banget. Ini luka biasa tapi emang perlu di jahit cuman kenapa dia jadi uring-uringan gitu coba" bisik Aluna untuk Angrum " kipas-kipasin luka aku dan terus meluncurnya. " "Haha dia sangat khawatir pada kamu Rum. Aku baru melihat dia panik sepanik itu. Aku fikir orang sedingin dia tidak bisa rumit" Adelia terkekeh begitupun dengan Aluna dan Alena
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD