Bersama Michael

1404 Words
Hatiku langsung berbunga – bunga. Bagaimana tidak, Michael tadi mau mengantarkanku pulang, sekarang ia mengajakku ke coffee shop. Sepertinya ini awal yang bagus untuk mengenal seorang CEO muda ini lebih dalam lagi. Aku mengangguk. “Boleh.” Michael tersenyum bahagia mendengar jawaban singkatku.   Kemudian ia menyetir dengan kecepatan sedang. Lengan kemejanya terangkat sedikit, memperlihatkan bulu tangannya yang cukup lebat. ‘Sangat seksi’ batinku. “Michelle.” Kata Michael. “Iya.” Aku menengok kearahnya seraya menggigit bibir bawahku. “Hmm. Aku gak tau gimana cara ngomongnya.” “Ngomong aja.” “Kamu cantik banget.” Puji Michael.                      Jantungku berdetak kencang seperti habis berlari berkilo – kilo meter. Hal ini membuatku kesulitan nafas. Aku menurunkan kaca jendela dan menghirup udara dari luar. Aku mengatur nafasku dalam beberapa detik.   “Kamu kenapa ?”  Michael mendekatiku dengan wajah cemas. Aku memundurkan badan hingga tidak ada lagi ruang tersisa. Tangannya menyentuh pipiku. Lalu ia diam menatapku. Sedangkan aku hanya terpesona dengan ketampanan laki – laki ini. Wajah Michael bertambah tampan ketika dilihat dari dekat. Berbeda dengan tangannya, wajahnya sangat bersih dari bulu. Bahkan pori – pori saja tidak kelihatan. “Aku gak apa – apa.” Aku menggelengkan kepala. “Good.”   Ia menjauhkan badannya dan kembali pada posisi semula. Haruskah aku mengatakan yang sejujurnya bahwa aku sesak nafas agar dia bisa berdekatan dengannya seperti tadi ? ah entahlah.   Mobil menepi dan ia memarkirkan mobilnya tepat didepan coffee shop. “Ini coffee shop favorit aku.”   Ia keluar dari mobil. Ketika aku hendak membuka pintu dia menahanku dan langsung membukakannya untukku.             “Makasih.”             Kami berdua memasuki coffee shop. Tidak terlalu banyak orang disini, yang mana itu adalah hal bagus. Michael memilih meja dekat jendela yang tidak jauh dari pintu masuk.             Lukisan binatang – binatang  yang menghiasi dinding Café memberi kesan unik. Meja yang terbuat dari kayu, serta taplak meja warna hijau hutannya sangat memanjakan mata para pengunjungnya.             “Aku suka banget dengan tempat ini.” Kataku seraya melihat – lihat dekorasi disetiap sisi dinding café. Bagian favoritku adalah setangkai bunga mawar dengan pot bening berisi air disetiap meja.             “Ya kan ? ini salah satu café favorit aku.” Ucapnya.             “Café ini temanya kayak alam gitu. Ah, jadi pengen camping lagi.” Aku menopang daguku dengan tangan.             “Kamu juga suka camping ?”             “Banget. Soalnya suasana hutan tu bikin aku relax.”             “Akhirnya, aku ketemu juga dengan orang yang sama – sama suka suasana hutan. Orang – orang disekeliling aku tu pada ngomong kalau gedung – gedung tinggi lebih bagus ketimbang hutan.” “Hahaha. Bener banget, tempat favorit aku sih central park.” “Besok – besok kita kesana, mau gak ?” Ajak Michael. Aku mengangguk dengan semangat.   Michael menanyakanku minuman apa yang akan aku pesan dan akhirnya kami memutuskan untuk memesan 1 black coffee dan hot chocolate untukku. Karena aku tidak suka kopi. Bagiku rasa pait sangat tidak enak. Aku selalu memesan hot chocolate ketika aku pergi ke café. “Kamu mau cheese cake gak ? disini cheese cakenya enak banget loh.” “Iya boleh deh.” Aku menyetujui tawarannya.   Tidak membutuhkan waktu lama, minuman dan kue yang kami pesan sudah di sajikan dengan cepat. Dia tidak bohong soal cheese cake ini. Rasanya sangat enak. Sudah lama aku tidak makan kue seenak ini. Ibuku tidak membolehkan aku makan kue terlalu banyak.   “Menurutku kamu harus ikut magang diperusahaanku.” “Serius ? alasannya apa ?” tanyaku. “Karena kamu mahasiswi pintar.” “Kamu udah ngecheck nilai aku ?” “Belom sih. Tapi aku yakin kamu adalah cewek yang pintar.”   Aku cukup bingung dengan tawarannya. Dia mengatakan bahwa aku mahasiswi pintar, tapi dia belum melihat nilai – nilaiku. Aku tidak mau berpikir panjang. Ini adalah kesempatan emas buatku. Aku bisa dekat dengan Michael sekaligus menambah pengalaman karirku.   “Iya aku mau.”               Tidak terasa matahari sudah tenggelam, kami akhirnya memutuskan untuk pulang. Michael mengantarkanku pulang kerumah. Selama diperjalanan, kami membicarakan mobil sampai masalah film favorit kami. Ternyata aku dan Michael sama – sama menyukai The Hunger Games.                         Sesampainya didepan rumah, ia meminta nomer telepon dan langsung pergi. Lagian, ibuku sudah berada dirumah, ditandai dengan mobilnya yang sudah terparkir tepat mobil Michael berhenti.                         Aku membuka pintu dan ibuku sedang menonton TV diruang keluarga ditemani cemilan kesukaannya, popcorn. “Michelle kalau mau makan delivery aja ya, soalnya mom gak masak.” Ujar ibuku. “Oke mom.”   Aku pergi ke lantai atas dan langsung masuk kekamarku. Aku langsung pergi mandi, karena aku sangat tidak betah berlama – lama dalam keadaan badan berkeringat.   Setelah mandi, aku langsung memesan makanan untuk makan malam. Aku memesan pizza ukuran besar. Aku tidak pernah puas dengan pizza yang berukuran sedang, apalagi kecil. Karena pizza adalah salah satu makanan kesukaanku.   Setelah pesanan datang, aku dan ibuku memakan pizza sambil nonton tv. Kami mengobrol tentang pekerjaannya. Ia menceritakan ada seorang pria tampan yang datang ke tempat praktek. Pria itu menolong anak jalanan yang ditabrak lari. Dari cara ibuku menceritakan pria itu, bisa dinilai ibuku suka dengan pemuda tersebut. Bukan suka dalam perasaan, tetapi lebih kearah respek. Karena dijaman sekarang cukup susah bertemu dengan orang sebaik itu.   “Mom, aku mau ke mini market bentar ya. Aku mau beli cemilan, Gak lama kok.” Aku beranjak dari tempat dudukku. “Oke, hati – hati ya.”   Aku kemudian berjalan ke mini market yang lokasinya tidak jauh dari rumah. Hanya beberapa blok saja. Sekalian mencari udara segar, entah kenapa aku bosan dirumah. Sepertinya menonton tv bukan kegiatan favoritku.   Aku memutuskan untuk membeli sekotak s**u full cream, roti coklat dan Cheetos. Kondisi mini market saat ini tidak terlalu ramai. Hanya ada beberapa orang saja yang lewat didaerah sini. Kawasan rumahku memang agak sepi jika waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam.   Ketika aku berjalan keluar dari mini market tiga orang preman menghadangiku. “Halo, mau kemana nih ?” “Malem – malem kok sendirian?”   Aku tidak menjawab pertanyaan – pertanyaan mereka dan berusaha kabur. Namun gagal. “Sombong banget lu.”   Salah satu preman itu mendorongku hingga barang belanjaanku jatuh semua. Aku terdiam. Aku sudah berusaha sekuat tenaga untuk melawan mereka, tapi hasilnya nihil.   Tiba – tiba mereka seperti ditendang dari belakang oleh seseorang. Pria tersebut menggunakan helm hitam serta jaket kulit warna senada dan mengenakan sarung tangan. Ia pengendara moge yang kebetulan lewat.   “Perlu lu b******n!” Teriak pria itu.   Kemudian pria itu mengumpulkan barang – barangku yang berhamburan. Memasukkannya lagi kedalam tas belanja. Lalu ia membuka helmnya. Ternyata ia memiliki wajah yang sangat tampan. Rambut coklat muda serta berewok yang tidak terlalu tebal sangat cocok sekali dengan wajahnya.   “Ini belanjaan kamu kan ?” Ia mengulurkan tangannya untuk membantuku. Aku dengan senang hati menerima bantuan itu. “Makasih ya, kalau gak ada kamu aku gak tau deh gimana jadinya tadi.” “Gak masalah. Nama kamu siapa ?” Tanyanya. “Aku Michelle. Kamu ?” “Aku Chris. Ayo, aku anterin pulang.” “Serius ? Ngerepotin kamu gak nanti ?”   Chris tersenyum seraya berjalan kearah motor sport hitamnya. “Ayo.” Ajaknya.   Aku langsung menaiki motornya. Bangku motornya tinggi sehingga membuat dadaku otomatis menyandar pada punggungnya. “Pegang aku ya.”   Aku langsung melingkarkan tanganku pada pinggangnya. Terasa perut datarnya ditanganku. Astaga, tadi pagi Michael sekarang Chris. Aku benar – benar berubah sejak tadi pagi. Biasanya aku sulit sekali suka pada laki – laki, tapi sekarang dalam satu hari saja aku sudah naksir dengan dua pria sekaligus. Atau mungkin aku hanya tertarik saja ? ah, entahlah.   “Nah itu rumahku.” Aku menunjukkan jari kearah rumah yang terletak dipinggir jalan.             “Oke, makasih ya sekali lagi. Bye.”               Ketika hendak berjalan masuk kedalam, ia memegang tanganku.             “Tunggu. Aku belum tau nomor hp kamu.”               Ia turun dari motornya dan mengeluarkan hp dari saku celana.             “Ini ketik.” Chris menyerahkan hpnya padaku.               Dengan senang hati aku memberikan nomorku padanya. Kemudian ia me-miscall hpku.             “Makasih” Ia tersenyum.             “Oke, bye.” Aku kembali berjalan untuk masuk namun ia malah mengikutiku.             “Loh, kamu ngapain ?” Tanyaku heran.               Dia berjalan kerumahku dan membunyikan bel. Aku terkejut dan bingung terhadap pria ini. Dengan tujuan apa dia melakukan ini? aku takut jika ibuku ngomel.               “Kamu ngapain ?”             “Aku harus mastiin kamu pulang dengan selamat.” Jawabnya             “Tapi ini kan rumah aku sendiri.” Kataku dengan bingung.              “Sstt.” Ia mengarahkan jari telunjuknya kebibirku.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD