Part 6

1494 Words
Dinar memasuki sebuah kafe, memeriksa jam tangan ketika orang yang berjanji bertemu dengannya tidak dia temukan. “Aneh, Leta nggak pernah datang telat sebelumnya.” Benar, Edrea Leta adalah orang yang akan Dinar temui. Mantan pacar tukang cari masalah yang membuat hati Dinar tak tenang. Demi menghindari masalah, Dinar memutuskan untuk menemui Edrea diam-diam. Dia berpikir untuk bernegosiasi sebelum wanita itu mulai mendatangi Kirana dan menyebar fitnah. Akan tetapi, setelah beberapa kali pertemuan, Dinar masih belum menemukan cara untuk mengendalikan kucing garong itu. “Mom nggak bakal datang.” Seseorang masuk ke dalam kafe setelah Dinar. Ia menepuk punggung Dinar, mengatakan kalau Edrea tidak datang. Lebih tepatnya tidak sempat membaca pesan dari Dinar karena telah ia hapus terlebih dulu setelah membalas pesan tersebut. “Raka, udah gede ya?” Dinar kenal dong. Anak tunggal Edrea dari satu-satunya pernikahan yang dia jalani. Sisanya hanya senang-senang aja atau kandas di tengah jalan karena kelakuan Raka. “Nggak usah basa-basi. Ngapain lagi sok akrab dengan Mom! Kalian udah lama putus tahu. Sadar diri kenapa?” Anak ini tak pernah berubah, tetap saja menyebalkan dan berbicara semau hatinya. Dulu Dinar putus dengan ibunya ya karena Raka. Si tukang adu domba yang senang merusak hubungan percintaan Edrea. “Anak mami satu ini ... cari tempat duduk dulu sini. Jangan berdiri menghalangi jalan.” “Banyak bacot.” Hanya dengan melihat kemunculan Raka, Dinar sudah bisa menebak apa yang terjadi. Ini bukan pertama kalinya, lelaki berumur 18 tahun ini dengan lancang mengutak-atik HP Edrea. Terkadang tingkahnya bisa lebih parah. Misalnya saja meneror pacar Edrea sampai orang itu mau memutuskan ibunya. “Duduk dulu. Kurang ajar amat sifatmu ini.” Dinar memaksa Raka duduk. Agaknya sebal menghadapi anak mami satu ini. “Mendingan kalian putus secepatnya.” Baru juga duduk, belum pesan minum. Raka sudah main perintah saja. “Kami udah putus lama banget. Kan putusnya karena dirimu.” Dinar menanggapi dengan sikap santai, sambil memesan makan dan minum karena kebetulan dia sedang kelaparan. “Kalau gitu jauh-jauh sana. Nggak usah ajak ketemuan segala.” Raka sangat tak sabaran. Matanya terus memelototi Dinar, penuh ancaman. “Yang salah mamimu tahu,” balas Dinar, sengaja pakai panggilan mengejek. “Maksudmu apaan!” Kesal, kan jadinya Raka. Image Dinar di matanya sangat buruk. Musuh lama yang sudah dia singkirkan, tapi sekarang muncul lagi seperti serangga pengganggu. Ini ibu dan anak senang sekali mengacaukan hidup orang. Yang satu senang main cowok dan yang satu senang merusak hubungan ibunya. Sudah begitu, keduanya sama sekali tak bisa terbuka satu lainnya. Edrea selalu berpura-pura jadi ibu yang baik di depan anaknya. Dan Raka suka sok polos pura-pura tak kenal mantan-mantan Edrea yang dia adu domba. “Gini lho ceritanya,” ujar Dinar. Kemudian Dinar menceritakan tentang awal pertemuan kembali dirinya dan Edrea. Yang berlanjut dengan beberapa pertemuan untuk membujuk perempuan itu agar tidak mengusik Kirana. Raka mendengarkan cerita tersebut. Dia tahu jelas sifat asli Edrea dan seperti apa kebiasaan ibunya itu. Dia hanya tidak bisa menyuruh ibunya berhenti, tapi dia mungkin bisa melakukan sesuatu untuk menghilangkan minat Edrea pada Dinar. “Intinya aku juga susah karena kelakuan Leta. Dia suruh aku jadi babunya, minta belikan barang mahal sebagai ganti nggak melabrak istriku. Coba aja kau bayangkan gimana pusingnya hidupku sekarang. Udah Kirana tersayang masih merajuk lagi.” Kalau tak dilakukan, Dinar takut Edrea melakukan hal buruk pada Kirana. Iya, kalau perempuan itu hanya datang ke rumah dan mengoceh tak penting. Kalau dia melakukan hal lain yang lebih nekat gimana coba? “Tunggu dulu, rasanya aku kenal istrimu itu.” Raka mencoba mengingat. Kayaknya dia memang pernah melihat muka Dinar muncul beberapa kali tahun tahun lalu di tempat lesnya. Dan kebetulan, yang mengajar kelasnya adalah guru muda super galak dengan nama Kirana. “Nggak usah sok kenal. Bocah kayak kamu nggak pantas jadi sainganku. Kirana nggak suka daun muda.” Raka menatap Dinar dengan pandangan lelah. Om kegatalan satu ini, sejak kapan jadi sosok suami pencemburu? “Siapa juga yang naksir cewek galak gitu. Aku cuma bingung sama seleramu. Beloknya jauh amat.” “Kirana lebih oke dari mamimu kok.” Dinar sungguh kekanakan. Sama anak yang umurnya hanya separuh darinya saja masih tak bisa mengalah. Malah adu mulut nggak penting. “Berani banget om-om tukang senang-senang begini jelek-jeleki Mom!” “Leta lebih kayak tante girang tahu. Lagian dia yang salah. Apa maunya coba, merusak rumah tanggaku? Kami nggak punya dendam lama kok.” Tak habis pikir Dinar. Dia selalu berpacaran dengan cewek nakal karena ingin menghindari masalah ke depannya. Tak tahunya, malah cewek-cewek tanpa hati ini pula yang lebih mendatangkan masalah. “Udah tahu Mom suka cari masalah, malah kau ladeni.” Raka juga pusing. Kalau bisa, dia ingin membuat ibunya berhenti bertingkah seperti ini. Memperburuk namanya sendiri dengan mengganggu suami orang lain. Memang di mana untungnya coba? “Sudah kubilang aku terpaksa, Raka. Aku tuh serius udah tobat. Sekarang cintaku hanya untuk Kirana.” Dinar mengacak rambutnya frustrasi. Dia mau berbicara dengan anak SMA kurang ajar ini karena berharap Raka bisa menjadi penengah untuk menghentikan kegilaan Edrea. Bukannya dia mau mendengar ceramah anak mami begini. “Ya deh, kubantu.” Raka juga malu kali. Ibunya terang-terangan menggoda suami mantan guru lesnya. Kalau sampai bertemu, mau taruh di mana mukanya? “Gitu dong. Kenalkan sama cowok mana gitu sana.” Dinar asal sebut. Berharap tante satu ini bertemu mangsa baru dan melepaskannya. Dia lupa, bila Raka tak suka ibunya punya pacar. “Hah? Bilang apa tadi?” Ups, marah deh anak mami satu itu. “Cuma saran kali. Daripada Leta cari cowok terus, mending nikahkan sekali. Kamu tahu sendirilah, mamimu itu mana bisa hidup tanpa cowok.” Dinar tak peduli soal kehidupan pribadi mereka. Cuma dia terpaksa ikut campur demi menyelamatkan pernikahannya sendiri. “Bukannya nggak bisa hidup tanpa cowok, tapi sengaja bertingkah begitu buat cari perhatian Daddy.” Ya ampun ... panggilannya daddy, memang anak manja banget Raka ini. Dinar sampai susah-payah menahan tawa lho. Galak-galak, tapi ternyata .... “Kalau udah tahu motifnya ya udah, bantu mereka rujuk. Nikah ulang apa susahnya.” Saking masa bodohnya, Dinar asal mengoceh. Nggak tahu dan nggak mau tahu apa yang membuat mereka bercerai dulu. Dia toh tak akan mengikuti jejak mereka. Cintanya pada Kirana membuat kata ‘cerai’ tak akan pernah terucap. “Karena ada cowok macam kaulah, makanya jadi susah!” “Enak saja asal tuduh! Aku ini korban tahu!” “Bantu yang tulus dong. Aku diperas nggak apa-apa, tapi bujuk Leta biar nggak mengganggu Kirana!” Mungkin kalau anaknya yang minta, tante girang itu bisa berubah pikiran. Yang pasti, Dinar yakin sekali bila yang berbicara, Edrea tak akan pernah mau mendengarkan. “Nggak usah pura-pura b**o, Dinar. Kau tahu sendiri, Mom punya banyak uang. Segala permintaan barang mahal tuh cuma alasan biar kalian bisa bertemu. Dia minta terus karena kau yang b**o, mau-mau aja pergi beli dengannya. Lain kali abaikan aja ajakannya, blokir sekalian semua kontaknya.” Dinar juga tahu sih, cuma dia tak berani menolak. Takutnya sekali ia menolak, tiba-tiba saja Edrea muncul di depan rumahnya. “Nggak bisa anak mami, Leta punya barang ancaman.” Barang ancaman? Hem ... Raka jadi curiga. Benda apa yang sampai membuat cowok masa bodoh seperti Dinar, takut menolak ajakan meskipun tahu kalau dirinya sedang dijebak. “Barang apa? Kasih tahu nggak!” Salah omong. Wajah Dinar memucat, baru sadar telah menggali lubang kubur sendiri. “Dinar! Mau dibantu nggak!” Benar-benar orang dewasa menyedihkan. Dibentak anak SMA saja sampai tak berdaya. Nyalinya ciut seketika. “Re-rekaman.” Dinar mengaku dengan suara pelan, gugup, gelisah tak berani berbicara yang jelas. “Rekaman apa?” Ada aura menekan dari pertanyaan Raka. Cowok itu sudah bisa menebak apa maksud Dinar. Dia hanya tak mau percaya dan berharap Dinar mengucapkan sesuatu yang lain. Dinar menggeser kursinya mendekati Raka, dia berbisik sepelan mungkin di telinga anak muda itu. “Rekaman seks,” ujar Dinar. “Nggak punya moral banget kau ini!” Marah lagi, kan si Raka. Baju Dinar sampai dicengkeram olehnya. Bahkan untuk tidak memukul saja, Raka sudah sangat menahan diri. “Itu rekaman lama! Sisa kenakalan masa muda.” Ukuran masa muda Dinar hingga di akhir dua puluhan sih. Jadi Raka tak akan maklum. Memang cowok satu ini yang aslinya b******k, tapi ibunya juga sama saja. “Lalu takut apa? Kalau barang lama, nggak perlu takut dilihat istrimu.” Masuk akal sih. Apalagi karena sejak awal Kirana sudah tahu masa lalunya. Dia tak bisa disalahkan hanya karena benda itu muncul saat ini. “Aku takut Kirana sakit hati. Dia nggak akan marah, tapi pasti bakal terluka.” Tak ada seorang pun yang ingin melihat rekaman semacam itu dari orang yang dicintainya. Mau itu sisa dari masa ketika mereka belum bertemu atau tidak, efeknya akan sama menyakitkannya. Tak Raka kira, dia akan mendengar hal seperti ini dari Dinar. Ternyata om b***t begini juga bisa berubah menjadi lembut. Peduli akan perasaan istrinya. Kalau sudah begini, jelas-jelas masalahnya hanya berasal dari ibunya. “Apa boleh buat, nanti aku coba cari di rumah.” Selama rekaman itu bisa dimusnahkan, maka Dinar juga bisa menjadi leluasa mengabaikan Edrea. Setidaknya untuk saat ini, itulah yang bisa mereka pikirkan. “Yang semangat! Langsung musnahkan kalau ketemu! Totalnya ada tiga!” “Nggak punya malu banget! Sampai ada tiga!” “Tanya sama Leta! Aku tahunya pas udah jadi aja! Pokoknya cepat musnahkan!” “Nggak janji ya, mana tahu nggak disembunyikan di rumah.” “Yang positif dong! Cari dulu baru menyerah!” “Bacot! Pokoknya menghindar sebisa mungkin. Nggak usah patuh amat kayak babu gitu.” Raka bangkit berdiri. Langsung pergi setelah mengucapkan kata-k********r. Kendatipun demikian, Dinar tak punya pilihan selain berharap pada anak kurang ajar itu. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD