PART. 15

983 Words
Lee menelpon Tumini, ia meminta Tumini membawakannya baskom kecil, dan sarapan untuk Alea, dan dirinya. Setelah menelpon Tumini, Lee mencari handuk kecil, dan pakaian ganti untuk Alea. Tidak berapa lama, Tumini datang membawa baskom kecil, dan Jumah membawa nampan berisi sarapan. "Terimakasih, Bik." "Sama-sama Mas Lee, semoga Mas Lee bisa membujuk nyonya." "Aamiin." "Kalau ada yang diperlukan beritahu saja kami," kata Tumini. "Ya Bik, terimakasih." "Kami permisi, Mas Lee." "Ya Bik." Setelah Tumini, dan Jumah pergi. Lee mengisi baskom dengan air hangat, dibawanya ke dekat ranjang, ia letakan baskom di atas meja di dekat kepala ranjang. Lee duduk di atas ranjang, perlahan baju tidur Alea ia lepaskan. Dan, dengan hati-hati, ia bersihkan wajah Alea dengan handuk kecil yang sudah ia basahi. Selesai dengan wajah Alea, Lee membersihkan setiap inci tubuh Alea, dengan handuk kecil yang sudah ia celupkan ke dalam air hangat di baskom. Lee berusaha menahan dirinya, menahan kemesumannya, saat melihat Alea tergolek di hadapannya tanpa busana. Tapi, karena penyakit mesumnya yang sudah akut, akhirnya bibir Lee mendarat juga di ujung d**a Alea, setelah ia selesai membersihkan tubuh Alea. Terdengar Alea menggumam, tubuh Alea menggeliat pelan, kedua pahanya ia buka. Lee menyentuh milik Alea dengan tangannya. Alea mengerang pelan, namun matanya tetap terpejam. Lee semakin bersemangat memainkan ujung d**a Alea secara bergantian kiri, dan kanan. Jemarinya juga semakin meningkatkan serangan di milik Alea. "Alea," Lee menggumamkan nama Alea, tepat di depan wajah Alea. Alea membuka matanya, Lee bisa melihat hasrat yang mulai terbakar di mata Alea. Bibir Lee melumat lembut bibir Alea, Alea membalas lumatan bibir Lee, seakan ia sudah melupakan rasa bencinya pada Lee. Lee tahu, ini hanya sementara, setelah percintaan mereka berakhir, Alea akan kembali membencinya. Pagutan bibir mereka semakin dalam, lidah mereka menari bersama di dalam rongga mulut Alea. Permainan jemari Lee di respon Alea dengan menggerakan pinggulnya. Lee melepaskan ciumannya, dan juga melepaskan jemarinya, disaat Alea hampir mencapai klimaksnya. "Lee.... " suara Alea terdengar seperti sebuah rengekan. Lee menyentuhkan ujung raja burungnya, ke permukaan milik Alea, lalu ia dorong perlahan, Alea mengerang pelan, dadanya ia busungkan, Lee menangkap ujung d**a Alea dengan bibirnya. Alea semakin sering mengerang, pinggulnya bergoyang, mengimbangi gerakan pinggul Lee. Kedua tangannya menekan kepala Lee ke dadanya. Alea benar-benar lupa, pada apa yang baru saja terjadi pada dirinya. Ia seperti lupa dengan rasa bencinya pada Lee, ia lupa kalau saat ini sedang berbadan dua. Hal yang paling ia takuti di dalam hidupnya. Cumbuan Lee selalu bisa melenakannya, dan membuatnya melupakan segalanya. **** Mata Alea terbuka, ia merasa terkunci, dan tidak bebas bergerak. Ternyata sepasang lengan tengah memeluknya dengan erat. Ingatan akan keadaannya yang hamil karena Lee, kembali membuatnya histeris, Lee sampai terlompat bangun karenanya. Alea ikut bangun juga, ditarik selimut untuk menutupi tubuh polosnya. "Menjauhlah Lee, kau b******n, kau sudah membutku harus menanggung ini, aku tidak mau hamil, aku tidak ingin punya anak, aku.... " Alea menangis sambil menutup wajah dengan kedua telapak tangannya. Lee menghembuskan napasnya, Alea kembali diserang amnesia tiba-tiba, ataukah sembuh dari amnesianya, karena teringat lagi akan kemarahannya. Yang pasti, Alea terasa semakin labil saja. "Lea, hampir semua wanita yang menikah berharap memiliki anak. Tapi, tidak semua beruntung. Kau harus bersyukur, karena diberi kepercayaan untuk menjaga amanah dari Tuhan." Lee mengusap perut Alea yang tertutup selimut dengan lembut. "Aku tidak ingin memiliki anak Lee, aku tidak akan sanggup kehilangan. Aku.... " tangis Alea semakin menjadi. Lee erat mendekapnya. Rasa penasaran Lee semakin menjadi, tentang penyebab Alea tidak ingin memiliki anak. "Kehilangan apa Lea? Kehamilan itu berkah, juga amanah. Kau pasti bisa jadi ibu yang baik, aku akan bersamamu, kita akan merawat anak kita bersama-sama," bujuk Lee dengan suara lembut. "Tidak, aku tidak ingin punya anak, apa lagi anak darimu, aku ingin ini digugurkan!" Alea berusaha memukuli perutnya, tapi Lee memegang kedua tangan Alea dalam kedua genggaman tangannya. "Tidak Alea, jangan lakukan itu!" Lee menggelengkan kepalanya berulang kali. "Menyingkirlah Lee, aku membencimu! Aku tidak ingin hamil anakmu, atau anak siapapun juga!" "Alea, kau tidak bisa menggugurkannya, itu dosa Alea. Kau boleh membenciku, tapi jangan kau benci juga dia, dia adalah bagian dari dirimu, dia tidak bersalah padamu. Beri dia kesempatan untuk tumbuh, dan berkembang di dalam rahimmu. Beri dia kesempatan untuk merasakan menghirup udara dunia. Jangan buang dia Alea, aku mohon kepadamu," Lee menatap Alea dengan penuh permohonan. "Apa yang harus aku katakan pada Mas Reno, Lee. Ini semua salahmu, salahmu, aku membencimu!" Alea memukul d**a Lee. "Kau boleh membenciku Alea, kau boleh memukulku. Tapi, tolong jangan gugurkan dia, aku mohon padamu. Soal Reno, apa kau tahu, kalau dia sudah memiliki istri, dan anak? Kau hanya ia jadikan istri muda Alea. Dia tak pantas untuk kau harapkan." Tatapan Alea menyambar mata Lee. "Dari mana kau tahu?" "Jawab saja pertanyaanku, Alea." "Ya aku tahu, dan itu bukan urusanmu, kau tidak berhak ikut campur urusanku!" "Alea, kau seorang wanita. Apa kau tega mengambil kasih sayang, dan perhatian seorang suami dari istrinya. Seorang ayah dari anaknya. Kau tahu rasanya kehilangan kasih sayang orang tua Lea. Kenapa sekarang kau ingin membuat istri, dan anak Reno kehilangan kasih sayang Reno?" "Berhenti bicara Lee, aku tidak butuh nasehatmu. Aku akan tetap menggugurkan kandunganku! Hanya Mas Reno yang mengerti diriku!" "Tidak Lea, kau tidak boleh melakukan itu. Dia darah dagingmu, kau tidak bisa membuangnya. Aku mohon padamu, ijinkan dia menumpang hidup denganmu, hanya sembilan bulan saja Alea. Sembilan bulan! Setelah dia lahir ke dunia, jika kau tidak menginginkannya, biar aku yang merawatnya." Kali ini suara Lee terdengar sangat tegas. Alea menatap mata Lee. Sebenarnya bukan kehamilan yang ia takuti, tapi kehilangan yang sangat ia hindari. Alea tidak ingin merasakan kehilangan buah hatinya, seperti yang sudah terjadi pada orang tuanya. Alea memeluk kedua kakinya, suara tangis terdengar tersendat dari mulutnya. Lee menatap Alea dengan rasa iba, direngkuh bahu Alea, dikecup lembut puncak kepala istrinya. "Kita mandi ya, setelah itu sarapan," bujuk Lee lembut. Alea hanya diam, dirinya tengah tenggelam dalam kenangan buruk masa lalunya. Kenangan yang ia pikir akan terus menyiksa sepanjang hidupnya. BERSAMBUNG
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD