"Jadi, lo pengin gue besok ke rumah lo?" tanya Tristan di seberang sana.
"Hm."
"Terus Ravano?" pemuda itu kembali bertanya.
"Kenapa tiap lo mau pergi sama gue, lo selalu nanyain Ravano terus? Udahlah, Tris, ini semua gak ada urusannya sama dia. Pokoknya besok lo harus berangkat ke sekolah saka gue, ya. Gue males naik angkot lagi." Key menjawab, kemudian gadis itu menghela napasnya pelan.
Tristan yang mendengar hal itu pun seketika langsung paham. Ia benar-benar bisa mengerti kesulitan seperti apa yang dihadapi oleh seorang Keanna Eirene setiap kali ia naik ke dalam salah satu transportasi umum itu. Dan Tristan bisa menyadarinya dengan mudah begitu mengingat pertemuan pertamanya dengan Key di dalam sebuah angkot saat itu dan gadis itu terlihat sangat sangat merasa tak nyaman sama sekali.
"Oke, oke, besok gue ke rumah lo. Tapi sebelum itu terjadi, lo harus bisa pastiin kalo Ravano baik-baik aja pas tahu kalo kita mau berangkat ke sekolah bareng, paham? Karena gue juga gak mau bikin masalah baru di antara kalian berdua."
Key kembali membuang napasnya, kemudian gadis itu berkata, "iya, iya. Gue tunggu lo ya."
"Iya, Keanna. Ya udah sana lo tidur, ini kan udah malem. Jangan banyak pikiran biar tidur lo tuh lebih enakan. Cuci muka dulu deh sebelum tidur biar lo ngerasa lebih nyaman nantinya," jelas Tristan di seberang sana.
"Iya, iya. Kalo gitu gue tutup teleponnya, ya. Lo juga harus tidur, ini udah malem. Gak usah kebanyakan pergi keluar malem-malem gini dan lebih baik lo tuh belajar, atau enggak ya tidur aja deh. Ngapain nongkrong di luar," balas Key kemudian.
Tidak lama setelahnya terdengar suara Tristan di seberang sana. "Iya, Keanna, iya. Ya udah ya, gue yang tutup teleponnya. Bye~"
Tidak lama kemudian panggilan telepon itu pun segera ditutup. Key menatap layar ponselnya selama beberapa saat sebelum akhirnya ia menggelengkan kepalanya pelan, namun kedua sudut bibirnya perlahan naik ke atas.
Mengejutkan sekali rasanya kalau ia ingat dengan awal pertemuannya dengan Tristan yang terbilang agak berbeda dari kebanyakan orang.
Siapa sangka, sosok malaikat baik yang ia temui di angkot itu akan kembali ia temui dalam sebuah tawuran antar dua sekolah dan itu sangatlah mengejutkannya karena ia tak menyangka kalau lelaki yang pada awalnya ia kira sosok lemah lembut itu ternyata termasuk ke dalam sebuah komplotan tukang tawuran di sekolahnya yang lama.
"Oh! Lo kan— yang ngasih jaket ke gue?"
"Gak masalah. Lo itu tadi nekat banget, tahu gak? Cewek lain mana ada yang berani nerobos kayak tadi. Itu tawuran loh, lo bisa aja tadi mati."
Key terkikih pelan saat mengingat hari itu. Ia juga tak paham dengan dirinya. Bisa-bisanya ia nekat seperti itu dan tanpa berpikir panjang is menerobos masuk ke dalam sebuah komplotan tawuran demi menyelamatkan seseorang di sana yang bahkan tak ia kenal sama sekali, dan mereka pun hanya melakukan pertemuan yang terbilang sangat singkat di sebuah angkot dan itu pun benar-benar tak sengaja.
Ucapan Tristan kala itu memang benar adanya, di mana Key mungkin saja bisa mati jika ikut terkeroyok di dalam sana namun entah kenapa, gadis itu seolah memiliki begitu banyak keberanian sehingga dirinya bisa dengan begitu kuatnya menggenggam sebuah balok kayu hingga melayangkan sebuah pukulan yang begitu kuat kepada lawan. Bahkan seumur hidupnya, seorang Keanna Eirene pun tak pernah membayangkan kalau dirinya akan berbuat senekat itu demi seseorang yang bahkan tak dikenalinya.
***
Key pagi ini selesai sarapan lebih dulu dan ia langsung berpamitan berangkat ke sekolah.
"Lho, udah selesai, Key? Mau langsung berangkat aja? Enggak nunggu Ravano dulu?" ujar Handoko.
Key yang sudah memakai tas di punggungnya itu pun kemudian menatap Ravano yang masih sarapan.
"Enggak, Pa. Aku pagi ini berangkat sama Tristan." Key kemudian segera menyalami tangan Handoko dan juga Karin, lalu ia mengusap puncak kepala Irina dengan gemas sebelum akhirnya ia pergi dari sana dan bertepatan dengan itu, sebuah motor memasuki halaman rumah Key tidak lama setelah Key keluar dari rumahnya.
"Gue tepat waktu nih kayaknya," ujar Tristan.
Key hanya tersenyum tipis. "Ya udah, langsung berangkat aja," ujarnya.
"Wah, wah, gue kayaknya udah cocok banget nih jadi tukang ojek pribadi lo, Key." Tristan tertawa pelan sesaat setelah Key menaiki motornya. Mereka berdua tertawa, kemudian segera pergi ke sekolah.
Di sepanjang jalan, Key sesekali memejamkan kedua matanya saat indra penciumannya mencium wangi khas milik Tristan yang entah kenapa membuatnya merasa sedikit lebih baik.
"Pas lo berangkat barusan, Ravano gak bereaksi apa-apa, Key?" tanya Tristan dari balik helm yang ia kenakan.
"Enggak kok. Dia ngerasa biasa aja," jawab Key. Gadis itu kini menatap ke arah sekitarnya.
Tristan diam-diam melirik Key lewat kaca spionnya selama beberapa kali, sebelum akhirnya lelaki itu tersenyum tipis.
Hingga tidak lama kemudian, motor milik Tristan sudah melaju melewati gerbang sekolahnya dan ia pun memasuki tempat parkir di belakang.
"Hari ini gak ada PR kan, Key?" tanya Tristan seraya melepas helm miliknya.
"Seinget gue sih enggak ada," jawab Key. Kemudian ia melihat salah satu murid yang berjalan tak jauh dari posisi mereka. Melihat jaket yang dikenakan oleh murid itu, membuat Key mengingat sesuatu.
Benar. Karena jaket itu, ia dan Tristan bisa bertemu hingga sekarang.
"Kenapa malah ngelamun, Key?" Ucapan Tristan membuat Key tersadar dari lamunannya. Gadis itu kemudian tersenyum tipis dan menggelengkan kepalanya pelan.
Mereka berdua pun memasuki salah satu koridor menuju kelas.
"Tris, boleh gue nanya sesuatu sama lo?" ujar Key secara tiba-tiba.
Tristan kemudian menganggukkan kepalanya. "Hm. Tentu aja, mau nanya soal apa emang?" balasnya.
"Ini soal awal kita ketemu waktu itu, pas di angkot."
"Pas di angkot?" Tristan berusaha mengingat-ingat hari di mana ia pertama kali bertemu dengan sosok Keanna. "Oh itu. Iya, kenapa emang?"
"Emm ... kenapa lo nolongin gue? Maksudnya— kenapa lo sampe mau ngasih jaket lo ke gue padahal kita sama sekali gak kenal saat itu."
Mendengar ucapan Key membuat Tristan lantas tertawa pelan.
"Ya terus? Nolongin orang itu kan gak perlu pilih-pilih, Key. Jangan mentang-mentang lo gak kenal, terus lo bisa diem begitu aja padahal dia lagi bener-bener butuh bantuan apalagi posisinya gak ada yang nolong orang itu sama sekali dan harapannya itu cuma lo. Ya begitu pun yang gue lakuin, meskipun kita gak saling kenal, tapi gue gak mungkin dong diem aja ngebiarin badan lo diliatin sama cowok-cowok yang ada di sana dan gue aja waktu itu yakin kalo lo tuh emang bener-bener gak nyaman ada di sana. Apalagi itu terjadi di depan kedua mata gue sendiri. Jadi ya kenapa enggak, gue bantuin lo? Setidaknya dengan nutupin tubuh bagian bawah lo, itu bakal menghalangi pandangan semua cowok yang ada di sana dan itu sedikit lebih baik," jelas Key.
Key menatap Tristan yang berjalan di sebelahnya dengan kagum. Tristan mungkin terlibat kasus mengerikan di sekolah lamanya dan bahkan sampai di drop out dari sana, namun tak bisa dipungkiri kalau Key juga mengakui kalau Tristan adalah sosok laki-laki yang baik.
Dan gadis itu kini semakin merasa beruntung karena bisa bertemu dengannya.
"Dan siapa sangka kalau cewek yang gue tolong waktu itu ternyata sekarang beneran jadi cewek gue." Tiba-tiba Tristan berujar dan lelaki itu langsung menarik bahu Key, membuat gadis itu terkejut dan membulatkan kedua matanya dan ia refleks meninju lengan Tristan hingga lelaki itu mengerang, namun di detik berikutnya ia pun tertawa.
—tbc