Tristan mengambil alih tumpukan buku paket di tangan Key sebelum gadis itu berjalan melewati pintu.
"Biar gue aja yang bawa—"
"Bisa diem gak? Gue juga mau ikut." Tristan langsung menginterupsi tanpa membiarkan Key melanjutkan kalimatnya.
"Bukannya tadi lo bilang mau langsung ke kantin aja, ya?" ujar Key. Ia segera mengambil separuh dari buku paket itu.
"Iya, tapi sama lo."
"Bucin!" cibir Key seraya tergelak. Kemudian mereka berdua menghentikan langkah begitu seseorang memanggil dari belakang. Dilihatnya Adel berlarian menyusul.
"Kenapa harus lari-lari sih, Del?" ujar Key.
"Sialan. Lo sendiri yang tadi bilang mau bareng sama gue, gak taunya malah sama Tristan. Gue masih beresin buku tadi! Emang, ya, yang namanya cinta itu bisa bikin lupa segalanya!" Adel menegaskan kalimat terakhirnya dengan sengaja seraya melirik Tristan yang berdiri di sebelah Key.
Mendengar itu, Key langsung beralih ke sebelah Adel dan merangkul bahu gadis itu, "Eh, gak boleh ngomong gitu dong. Gue kan cuma gak inget, Del. Lagian gue gak minta Tristan ikut kok," ujarnya.
Ade masih melirik Tristan dengan masam, kemudian membuang napas. "Awas ya, Tris. Jangan sampe lo bikin Key beneran lupa sama gue!" Gadis itu langsung meninju Tristan tepat di bagian dadanya hingga membuat lelaki itu mengaduh pelan.
"I-iya, Del. Astaga, Ravano aja kagak gue ilangin dari ingatan Keanna, ngapain gue harus repot-repot jauhin lo juga sih?" ujar Tristan seraya menegangi dadanya, "BTW, Del, badan lo kecil tapi tenaga lo gede banget. Lo dikasih makan apa sama nyokap lo?"
"Heh, jangan remehin Adel, Ya, Tris. Gini-gini dia pernah nonjok cowok kelas dua belas sampe masuk BK lho," ujar Key.
Adel kemudian menepuk dadanya dan mengangkat wajahnya seraya tersenyum bangga.
"Buset, bangga bener kayaknya lo masuk BK gara-gara nonjok kakak kelas." Tristan bergidik. Ia curiga di kehidupan sebelumnya, Adel adalah prajurit perang Yunani atau semacamnya.
"Inget ya, Tris. Selain Ravano, lo gak akan bisa macem-macem sama Key selama ada gue." Adel berujar dengan nada yang mengancam.
"Kenapa juga gue harus macem-macem sama Keanna? Udah capek-capek gue belain dia sampe tonjok-tonjokkan, gak bakalan guna juga kalo ending-nya gue macem-macem. Lo bener-bener gak tahu ya, lebih susah dapetin kepercayaan Ravano ketimbang Keanna." Tristan mendengkus pelan.
Kedua gadis yang berjalan di dekatnya seketika terkikih pelan. Adel sepertinya memang sengaja mengatakan hal itu untuk memancing reaksi Tristan. Setidaknya Adel tahu kalau Tristan bukanlah lelaki yang akan macam-macam dengan sahabatnya.
Ketiganya berjalan melewati salah satu koridor menuju ke perpustakaan seraya mengobrol. Namun di tengah perjalanan, langkah ketiganya seketika mendadak berhenti saat berpapasan dengan seseorang.
"Bisa minggir, gak?"
Adel membulatkan kedua matanya. Gadis itu sudah hampir bersuara namun Key dengan cepat memegangi lengannya, memberi kode agar diam.
Karena posisinya berada di tengah, Key langsung bergerak menyingkir untuk memberikan jalan, membuat Tristan dan juga Adel langsung menatapnya.
Salah satu sudut bibir Axcel kemudian naik, "Cewek lo penurut ya, Tris. Harusnya lo bisa gini juga." Ia berjalan dan berniat menyentuh kepala Key namun lagi-lagi refleks Tristan lebih cepat dan lelaki itu berhasil menepisnya.
"Singkirin tangan lo!"
"Kenapa? Gue cuma mau minta maaf soal yabg kemaren kok," ujar Axcel. Kedua mata monoloid miliknya beralih menatap Tristan yang sudah menatapnya nyalang.
Adel yang sama sekali tak mengerti situasinya pun dengan segera berpikir dan ia menatap lelaki yang sepertinya tak begitu bersahabat dengan Tristan. Ia bahkan bisa melihat kedua mata Tristan yang begitu tajam, seolah menyimpan kemarahan besar di sana.
"Tris, udah. Kita harus ke perpustakaan sekarang. Key membuang napasnya pelan seraya mendorong pelan punggung Tristan agar lelaki itu melanjutkan langkahnya.
"Wah, ternyata ya, Tristan Arova yang terkenal garang itu, bisa luluh juga gara-gara cewek— eh, enggak. Kan, lo ke sini demi ngejar cewek ini kan?" Axcel terkikih. Lelaki itu kemudian melanjutkan, "BTW, Keanna. Kenapa lo dari kemarin diem aja, hm? Gak ada niatan ngelawan? Kayaknya waktu itu lo jauh lebih berani deh. Kenapa sekarang lo cuma kelihatan jadi kacungnya guru?" Ia menyeringai begitu Key memutar kembali tubuhnya dan menatapnya tajam.
"Bisa tutup mulut lo?" ujar Key. Gadis itu berbalik hingga ia sepenuhnya bisa berhadapan dengan Axcel.
Kini giliran Adel yang bertindak sebelum benar-benar terjadi kekacauan di sana. Ia menatap Axcel selama beberapa saat sebelum akhirnya menarik Tristan dan juga Key dari sana, tanpa mempedulikan tatapan Axcel di belakang sana. Jika saja dirinya tadi tak ikut, mungkin ketiga orang itu akan masuk BK sebelum bel masuk.
Usai mengembalikan buku paket ke perpustakaan, mereka bertiga bertiga sempat berhenti di koridor.
"Cowok tadi itu— Axcel? Yang sempet lo ceritain itu? Yang ngelempar botol air ke lo, Key?" Sederetan kalimat itu keluar dari mulut Adel.
Kepala Key mengangguk. Ia melirik Tristan di sebelahnya yang masih terlihat menahan diri.
"Dia— gue rasa dia bener-bener gak suka saka kalian." Adel kembali berujar. "Gue jadi tambah khawatir kalo dia gak akan berhenti gitu aja, Key."
Key membuang napasnya pelan. Bagaimana caranya ia menyelesaikan masalah ini tanpa diketahui Ravano? Sementara musuhnya sendiri berada di dalam satu sekolah dengannya dan tepat di depan mata? Ia merasa sulit sekali melawan Axcel jika tanpa kekerasan. Lelaki itu seolah sengaja memancing keributan, terutama pada Tristan. Ia justru bertingkah seolah menyuruh Tristan agar terlibat perkelahian dengannya dan mengubah pandangan semua guru, memandangnya menjadi murid bermasalah yang selalu berbuat rusuh dan kekacauan.
"Sebaiknya kita ke kantin dulu buat beli makanan sebelum balik ke kelas. setidaknya buat dinginin kepala kalian," ujar Adel.
Mereka bertiga kemudian bergegas ke kantin. Mungkin ucapan Adel ada benarnya juga, setidaknya Key dan juga Tristan harus menenangkan diri. Siapa tahu saja dengan mengisi perut, mood mereka akan menjadi sedikit lebih bagus.
Sesampainya di sana, Adel langsung memesan makanan. Sementara Tristan duduk di salah satu meja dan Key mengambil minum di lemari pendingin. Gadis itu mengambil dua botol air mineral untuknya dan Tristan, sementara Adel tadi sempat berkata kalau dirinya memilih memesan es jeruk.
Adel kemudian bergabung bersama dengan Tristan dan juga Key. Kedua orang itu masih menunjukkan raut wajah yang tak begitu menyenangkan, membuatnya merasa kaku berada di antara mereka.
"Kenapa sepi gini sih? Biasanya juga gak gini." Adel menyikut-nyikut lengan Key berusaha membuat suasana di mejanya mencair.
"Sori ya, Del. Mood gue bener-bener gak bagus gara-gara Axcel tadi." Key membuang napasnya pelan.
"Iya, iya, gak masalah. Setidaknya kalian baik-baik aja. Gue gak mau kalian masuk BK gara-gara tuh cowok," ujar Adel.
Bersamaan dengan itu pesanan mereka bertiga datang. Tristan masih bungkam seraya memakan makanannya, sementara Key sudah mulai terbiasa dan sesekali mengobrol dengan Adel.
"Wah, ada kacung-kacung guru nih."
Gerakan rahang ketiga orang itu seketika berhenti usai mendengar ucapan seseorang. Adel melirik seorang murid laki-laki yang kini mendudukkan tubuhnya di salah satu meja, bergabung dengan beberapa murid lain.
"Yang satu lemah gara-gara cewek, yang satunya lagi sok jadi pahlawan demi bantuin cowoknya, padahal dia juga sama-sama lemah."
Ucapannya disambut dengan beberapa gelak tawa di mejanya.
Awalnya Tristan masih bisa menahan diri. Ia sempat melirik Key yang juga masih berusaha melanjutkan kegiatan makannya. Ia mencoba tak mempedulikan ucapan Axcel.
"Dan ... gue baru aja dapet berita kalo ternyata ceweknya itu pernah pacaran sama kakak tirinya sendiri. Ah, gimana ya ngomongnya? Mereka harusnya pacaran, tapi malah jadi saudara tiri." Axcel melanjutkan.