Sepulang dari rumah sakit, pagi itu Anima tidak pulang ke apartemennya. Dia langsung ke kantor karena ada rapat dadakan.
"Kau sudah menyiapkan berkas yang kuminta?" tanya Anima pada Tama, dengan sambil melangkah cepat menuju lift.
"Sudah bos. pakaian anda juga akan datang dalam lima menit lagi." Tama sudah berkeringat, karena sejak pagi sibuk menyiapkan semua keperluan bosnya.
Semua gara-gara rapat dadakan ini. Sebenarnya rapat ini bukan wewenang Anima, tapi karena kakeknya tiba-tiba jatuh sakit, Anima harus menggantikan kakek tua Lampauta memimpin rapat.
Sampai di ruangannya, Anima tinggal berganti pakaian saja. Tapi, malah bajunya belum juga sampai, saat rapat akan berjalan sebentar lagi.
"Bos tunggu di sini. Saya akan ambilkan roti dan s**u anda. Mungkin sebentar lagi bajunya akan sampai."
Anima mempelajari materi rapat yang akan dibicarakan pada rapat kali ini. Sembari menunggu bajunya, dia akan meminum kopi yang tersedia di meja, akan tetapi kopi itu masih sangat panas, dia merasakan lidahnya langsung terasa melepuh.
klek
"Ini baju anda."
Anima masih sibuk membersihkan mejanya karena terkena muncratan kopi dari mulutnya.
"Bersihkan ini!" Anima meraih bajunya dan meletakkan itu di sandaran kursi.
Pegawai yang mengantarkan baju Anima mengangguk, karena itu memang tugasnya sebagai cleaning service. Tapi betapa terkejutnya dia, melihat bosnya melepaskan baju di depannya. Terlihat wanita itu terburu-buru memakai baju yang tadi dibawakannya.
Ini pertama kali untuknya melihat tubuh seorang wanita yang hanya terbalut kaus dalam, untungnya bagian bawah masih mengenankan celana.
Anima baru menyadari kalau pegawainya itu malah terdiam melihatnya. Bukannya segera membersihkan meja.
"Kau ingin dipecat?" tanya Anima geram, dia melihat sosok tampan dalam balutan seragam kerja bewarna putih biru.
"Maaf!" Pegawai itu tahu dirinya telah tidak sopan, tangannya bergerak cepat untuk membersihkan noda kopi di meja, karena gugup dia malah menjatuhkan kopi itu sampai berhamburan di lantai.
Anima menggeleng. Dia tidak punya waktu untuk marah, memilih segera memperbaiki penampilannya. Terutama di bagian rambut yang masih diikat asal.
Tama yang baru masuk dikejutkan oleh kekacauan yang terjadi di sana. Tapi melihat Anima yang sedang merias dirinya, Tama tahu bos-nya lebih mementingkan masalah rapat, dibandingkan dengan kecerobohan pegawai baru tersebut.
"Ini roti anda!" Tama menaruh roti itu di sisi Anima, ada s**u kotak juga si samping roti itu.
"Dia pegawai baru yang kau bicarakan?" tanya Anima masih sibuk dengan lipstiknya.
Tama menoleh ke arah pegawai yang juga sedang melihat ke arahnya. Dia menghela nafas panjang, karena mungkin nasib pegawai itu hanya akan sampai di sini.
"Iya, dia orangnya!" Tama menatap prihatin pada pegawai itu, karena sudah rela menjadi pegawai cleaning service, tapi malah tetap berakhir buruk karena kecerobohannya sendiri.
"Dia sangat tidak kompeten!" Komentar Anima yang langsung meraih beberapa berkas dan akan keluar dari ruangan itu.
Tama mengikutinya, sekilas menatap roti dan s**u yang belum Anima sentuh. Pasti karena moodnya yang sedang buruk, makanannya jadi tidak disentuh.
Dia sudah mengikuti Anima sejak lama. Dan tahu kalau Anima memiliki masalah lambung. Karena bosnya sering mengabaikan jadwal makannya.
Di dalam ruangan. Pegawai itu menunduk lesu. Ini pertama kalinya dia berhadapan langsung dengan pemimpin perusahaan. Tapi karena kejadian kopi malah jadi seperti ini. Mengusap lantai dengan kain lapnya, dia menyesalkan kecerobohannya.
Mendapatkan pekerjaan ini cukup susah. Di jaman sekarang, pekerjaan sangat sulit didapatkan. Dia harus membanting tulang demi pengobatan ibunya, tapi pekerjaan yang bisa dia dapatkan untuk saat ini hanya menjadi seorang cleaning service.
Keluar dari ruangan bos-nya dengan membawa lap kotor, dia bertemu dengan salah saru rekannya.
"Wajah lo kenapa?" tanya orang itu karena melihat wajah tertekuknya.
"Gue abis bikin kesalahan. Kayaknya ini hari terakhir gue kerja!" Senyumnya menampilkan kekecewaan.
"Semangat aja. Belum dipecat kan? Bisa jadi bos maapin kesalahan Lo. Udah ayo kerja!" ajaknya pada anak baru berwajah tampan, membuat para pegawai jadi salah fokus saat melihatnya.
___
Setelah rapat dadakan itu selesai, barulah Anima bisa bernafas lega. Dia berjalan kembali ke kantornya bersama Tama.
Kepalanya terasa berdenyut sakit karena memikirkan permintaan kakeknya semalam. Kakeknya itu sudah sering sakit-sakitan. Mengalami komplikasi sejak beberapa tahun lalu. Upaya pengobatan sudah dilakukan, dan seperti kemarin, kadang kakeknya akan drop dan kembali masuk rumah sakit.
"Anda butuh sesuatu?" Tama melihat ke belakang pada bos-nya yang terlihat lesu.
"Tidak. Apa agendaku hari ini?"
"Tidak banyak. Anda hanya harus menandatangani beberapa dokumen saja?" Tama menjawab cepat setelah melihat tab yang berisi agenda bosnya.
Sampai di kantornya, Anima melihat ruangannya sudah kembali rapi. Pakaian yang dia kenakan tadi pagi juga sudah terlipat rapi. Anima tidak lagi melihat noda kopi di manapun.
"Panggil pegawai tadi keruanganku!"
Tama mengangguk. Dia langsung keluar untuk mencari keberadaan pegawai tadi. Dan menemukannya di ruangan pantry. Sedang meracik kopi.
"Kau, pergilah ke ruangan bos!" Tama bisa melihat wajah tegang pegawai itu.
Bukan wewenangnya untuk memutuskan. Hanya saja dia merasa sayang melihat seorang sarjana menjadi pegawai bersih-bersih di kantor ini.
"Namamu, Kaelan Abisan?" tanya Tama memastikan.
"Ya, pak, panggil Kai saja. Apakah saya akan dipecat?" tanya Kai langsung karena dia sudah pasrah.
"Temui bos saja dulu!" Tama berlalu pergi ke ruangannya.
Kai hanya menunduk pasrah dengan nasibnya. Menjadi orang miskin dengan pendidikan tinggi seperti kesia-siaan. Karena kesempatan kerja selalu berpihak pada mereka yang memiliki kuasa.
Dia berhenti di depan pintu. Menghela nafas panjang sebelum akhirnya masuk ke dalam. Di sana, dia melihat bosnya sedang makan roti yang tadi pagi dibawakan oleh pak Tama. Dia agak kasihan karena roti itu sudah dingin, dan ini sudah mendekati waktu makan siang. Tapi bosnya malah makan makanan tadi pagi.
"Duduklah!" Perintah Anima tanpa melihat ke arah pegawainya.
"Kau seorang sarjana?" Pertanyaan pertama yang Anima lontarkan hampir sama dengan pertanyaan semua orang di kantor ini.
"Iya, bos!" jawab Kai mencoba tenang.
"Kenapa?" tanya Anima lagi, tapi membuat Kai bingung dengan maksud pertanyaannya.
"Saya butuh uang!" jawab Kai sama seperti saat dia menjawab pernyataan yang sama sebelumnya.
Anima mengangkat pandangannya. Dia memperhatikan wajah pegawainya. Mencari tahu kebenaran dalam perkataannya.
"Seberapa butuh?"
Kai tidak menyangka akan mendapatkan pertanyaan seperti itu. Tentu saja, jawabannya sangat butuh. Tatapan tajam bosnya memberikan sensasi kejut, seperti saat dia dihadapkan dengan persidangan.
"Sangat butuh!" Kai menunduk karena mengingat ibunya yang masih membutuhkan banyak uang untuk biaya perawatannya.
Anima meminum s**u kotaknya. Dia memperhatikan penampilan pegawai itu dengan seksama. Cukup lama, dia akhirnya memutuskan sesuatu.
"Beri aku anak! Maka aku akan membiayai semua biaya pengobatan ibumu!"
Seperti ada petir yang menyambar. Kai terkejut, mencoba mengerti apa yang dimaksudkan oleh bosnya.