BSC 1

1112 Words
Suara decitan ban terdengar begitu memekakkan telinga. Lalu disusul dentuman suara benda keras yang menabrak sesuatu diiringi kepulan asap yang membumbung membuat seseorang yang berada di mobil berbeda terbatuk-batuk. Pandangannya perlahan mengabur bersamaan darah yang mengucur hebat dari kepalanya. "Argh ...." "Sayang, kau kenapa?" panggil seorang perempuan yang ikut terbangun di sisi laki-laki yang baru saja mengalami mimpi buruk tersebut. Perempuan itu hendak menyentuh sang laki-laki, tapi dengan cepat laki-laki itu menepis tangannya. "Jangan sentuh aku!" sentaknya dengan sorot mata tajam. "Tapi ...." "Ingatlah batasanmu. Cepat pergi dari sini!" usirnya kasar. Mata perempuan itu mengerjap. Ia hendak kembali menggoda sang laki-laki dengan tubuh moleknya, tapi bukannya mendapatkan sambutan, ia justru mendapatkan makian. "Keluar kataku, Jalaaang! Apa kau tuli, hah!" sentaknya dengan rahang mengeras. Laki-laki itu turun dari atas ranjang. Dan segera mengenakan dalaman disusul celananya. Perempuan itu tak memiliki pilihan lain. Ia pun turun dengan kesal dari atas ranjang. Padahal ia sudah bangga bisa menghabiskan malam ini dengan laki-laki itu. Ia pikir, setelah ini ia akan memiliki kesempatan untuk mendapatkan laki-laki yang merupakan salah seorang CEO terkemuka di negaranya. Namun apa yang ia dapat, hanya caci maki dan pengusiran. Habis manis sepah dibuang. Ia benar-benar kesal. "Tak perlu sok merasa tersakiti, Jalang! Karena aku memakaimu tidaklah secara cuma-cuma. Atau kau ingin melihat kemarahanku?" Laki-laki itu memicingkan matanya. Perempuan itu sontak gemetar ketakutan. "Tidak. Maaf. Baik, baik, aku akan segera pergi." Perempuan itu pun bergegas mengenakan pakaiannya. Kemudian ia segera berlalu dari sana dengan tergesa. "Argh ...." Laki-laki itu meninju udara. Entah sampai kapan mimpi itu akan membayanginya. Mimpi tentang kejadian tak terduga yang pernah ia alami. Sebuah kejadian yang menjadi titik balik hidupnya yang semula tentram menjadi penuh kemarahan, kebencian, dan ketidaktenangan. Kenzio Hastama Holcher. la adalah seorang CEO terkemuka hotel-hotel ternama di negaranya. Laki-laki dengan sejuta pesona hingga banyak wanita yang begitu tergila-gila karena ketampanannya. Namun sayang, laki-laki yang nyaris sempurna itu memiliki satu kelemahan. Ya, Kenzio divonis mandul lantaran kecelakaan yang ia alami 5 tahun lalu. Kenzio sudah berusaha berobat kemana-mana. Namun, kemajuannya tidak sesuai harapan. Persentase keberhasilan benihnya untuk membuahi sel telur sangatlah kecil sekali. Hal itu membuat tunangannya–Lucy Hayley memutuskan pertunangan mereka secara sepihak. Tak lama setelah itu, terdengar kabar pesta pernikahan Lucy Hayley dengan rival bisnis Kenzio–Alfons Belgio. Hal itu sontak saja membuat Kenzio frustasi. Ia pun jadi sering mabuk-mabukan. Keluar masuk club' malam. Menjadikan alkohol sebagai pelampiasan. Bukan hanya kabar pernikahan Lucy dan Alfons yang membuat Kenzio merasa hancur. Berita kehamilan Lucy terdengar sampai ke telinganya. Alfons sebagai suami bahkan merayakannya dengan mengadakan pesta besar-besaran. Kenzio yang semakin dirundung kesedihan pun akhirnya melampiaskan kekecewaannya dengan bersenang-senang dengan para wanita. Hal itu tentu menjadi angin segar bagi para wanita. Semua wanita berlomba-lomba untuk naik ke atas ranjang sang pengusaha. Berharap salah satu dari mereka terpilih menjadi kekasih sang jutawan. Mengingat semua kenangan buruk tentang Lucy, Kenzio pun mulai meluapkan amarahnya dengan melempar barang-barang miliknya ke lantai hingga pecah tak berbentuk. Setiap mimpi itu datang, Kenzio pasti akan menggila. Bukan hanya melampiaskan dengan barang-barang di sekitarnya, bahkan ia pernah melakukan lebih dari itu–menghajar cleaning service yang kebetulan lewat di dekatnya sampai babak belur dan harus mendapatkan perawatan intensif. Mendapatkan kabar dari bawahannya, Devon–asisten pribadi Kenzio yang ada di kamar sebelah pun segera beranjak dan masuk ke kamar Kenzio. Ia sudah tidak terkejut lagi dengan apa yang ada di hadapannya. Devon pun segera mendekati Kenzio, menariknya sedikit kasar. Kenzio hendak marah, tapi dengan cepat Devon memasukkan sesuatu ke dalam mulut Kenzio. "Tenanglah, Kenzio! Tenang! Semua sudah berlalu. Tenang!" seru Devon sambil sedikit mengguncang tubuh Kenzio. Kenzio mendongak dengan mata memerah. "Devon, sampai kapan mimpi itu akan terus menghantuiku? Aku benci semua ini. Kenapa? Gara-gara kecelakaan itu, aku mandul. Gara-gara kecelakaan itu pula aku harus kehilangan Lucy. Kecelakaan itu sudah membuat duniaku hancur, Devon. Aku benci semua ini. Aku sungguh membencinya. Aargh ...." Kenzio berteriak hingga urat-urat di lehernya keluar. Setelah berteriak kencang, ia pun mulai tenang. Seperti baru berlari puluhan kilometer, Kenzio terengah. Namun, perlahan nafasnya mulai teratur. "Devon, sampai kapan aku harus begini?" lirih Kenzio dengan tatapan kosong. "Lupakan semuanya, Kenzio! Kau hanya bisa lepas dari mimpi itu saat kau bisa melupakannya," ujar Devon berharap Kenzio melupakan segala kesakitannya. "Tapi ... bagaimana aku bisa melupakannya kalau setiap aku tertidur malam, aku selalu saja memimpikannya? Apa aku harus menelan obat tidur sebanyaknya agar semua mimpi buruk itu benar-benar hilang dari ingatanku?" "Gila! Berhenti bicara sembarangan," sentak Devon kesal. "Baiklah. Tapi ...." "Tapi apa?" "Carikan aku wanita. Sekarang juga!" "Hei, Kenzio, apa kau tidak melihat jam? Ini jam tiga dini hari. Kau ingin aku mencarikanmu wanita? Istirahatkan dulu senjatamu itu!" omel Devon kesal. Padahal tadi ia sedang enak-enak tidur, tapi karena bodyguard yang berjaga di depan kamar Kenzio melaporkan kalau bos mereka mengamuk membuat Devon terpaksa membuka mata lebar-lebar dan mendatangi kamar Kenzio yang bukan sekedar atasannya, tapi juga sahabatnya. "Tapi aku butuh pelepasan saat ini juga." "Lepaskan saja kecebongmu itu di lubang closet. Selesai, 'kan!" "Devon!" sentak Kenzio. "Kau mau aku paketkan ke Kutub Utara sekarang juga?" imbuhnya menggeram. Devon mendengus. "Oke, oke. Dasar maniak." "Aku bukan maniak." "Terserah kau mau bilang apa." Devon pun segera pergi. Setelah satu jam berlalu, wanita yang Kenzio tunggu-tunggu ternyata tak kunjung datang. Kenzio akhirnya sadar kalau dirinya sudah dipermainkan oleh Devon. "Dasar b******n tengik!" umpat Kenzio kesal. *** Terdengar suara ketukan di depan kamar Kenzio. Kenzio tahu, itu adalah Devon yang menjemputnya untuk pergi ke hotel Kenz Hotel pusat. Kenz Hotel memiliki beberapa cabang termasuk hotel yang ditempati Kenzio malam ini. Baru saja Devon masuk ke kamar Kenzio dengan senyuman lebarnya, tiba-tiba sebuah sandwich yang dipenuhi saos coklat sudah mendarat indah di wajah laki-laki itu. Jelas saja Devon terkejut bukan main. "Kenzio, kau ...." "Apa? Kau ingin marah padaku? Apa kau tidak ingat ancamanku? Kau ingin benar-benar aku kirimkan ke Kutub Utara seperti si b******k Pablo, hah?" sentak Kenzio dengan rahang tegasnya. Mendengar itu, mata Devon membola. "No! Tidak. Aku tidak marah. Maafkan aku, Tuan. Aku takkan mengulangi kesalahanku lagi," ucap Devon ketar-ketir sendiri. "Bagus. Apa jadwal kita hari ini?" tanya Kenzio. "Jam sepuluh kita akan kedatangan pihak Heaven Hotel perihal merger yang mereka ajukan. Lalu jam satu siang kita akan ...." Devon sedikit terdiam. Ia menatap tuannya dengan tatapan penuh arti. Kenzio penasaran dengan kelanjutan kalimat Devon. Kenapa Devon sampai menjeda kalimatnya lalu menatap penuh arti? "Kita akan apa? Jangan bertele-tele!" tegas Kenzio. Devon menghela nafas panjang. Kemudian ia melanjutkan kata-katanya. "Kita akan datang ke pertemuan para pengusaha. Dan, di sana salah satunya ada ... Tuan Alfons Belgio." Mendengar nama itu, sontak saja rahang Kenzio mengeras. Bahkan kedua tangannya sudah mengepal erat saat membayangkan pertemuannya nanti dengan laki-laki yang sudah menikahi kekasihnya itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD