Sheina hendak beranjak, namun ia seketika menahan nafas saat Kenzio melenguh. Ia takut laki-laki itu bangun dan menuduhnya sembarangan lalu memecatnya. Bagaimanapun, ia membutuhkan pekerjaan ini. Ia tidak ingin dipecat. Meskipun bukan dirinya yang salah, tapi ia tentu tahu slogan para orang kaya. Mereka tak pernah salah. Justru mereka yang miskinlah yang akan menjadi kambing hitam atas setiap kesalahan mereka.
Melihat Kenzio masih tertidur pulas, Sheina pun menarik nafas lega. Dengan perlahan, ia turun dari ranjang sambil meringis menahan perih. Bagaimanapun, ini merupakan hubungan seksual pertamanya. Jelas saja rasanya sakit luar biasa. Meskipun Kenzio terlebih dahulu melakukan foreplay, tapi tetap saja rasanya perih. Kenzio menggagahinya dengan begitu bersemangat semalam. Mungkin karena pengaruh alkohol membuatnya terlalu bersemangat hingga membuat area intinya begitu perih.
Sheina menatap nanar pakaiannya yang berserak. Itu adalah seragam khusus cleaning service yang bekerja di Kenz Hotel.
"Bagaimana aku bisa keluar?" gumam Sheina resah. Tidak mungkin 'kan ia tetap memakai pakaian itu! Ia memang memiliki baju ganti, tapi seragam gantinya itu ada di loker. Tidak mungkin 'kan ia keluar dengan pakaian robek seperti itu dan berjalan menuju ruang loker?
Matanya mengedar. Dengan tertatih, ia masuk ke ruang wardrobe di kamar itu. Kamar itu merupakan kamar pribadi khusus Kenzio jadi Sheina yakin kalau di sana ada pakaian ganti milik atasannya tersebut. Sesuai dugaannya, di sana terdapat lemari super besar berisi pakaian. Belum lagi lemari-lemari kaca yang berjejer dengan isinya yang tersusun rapi. Ada lemari kaca khusus kacamata, ada lemari khusus jam tangan, ikat pinggang, topi, dasi, pokoknya semua tersusun apik. Mata Sheina sampai terperangah melihatnya.
Takut Kenzio keburu bangun, ia pun menyambar satu celana training dan jaket. Ia kembali mengenakan pakaiannya sebelumnya. Tak peduli robek, ia bisa menutupnya dengan jaket pikirnya. Hanya saja celananya saja yang sudah tidak memungkinkan karena itu ia memakai training. Sheina terpaksa tidak memakai pakaian dalam. Karena talinya yang sudah putus. Setelah selesai berpakaian, dengan pelan, ia pun keluar dari kamar Kenzio.
Baru saja Sheina hendak menghela nafas lega saat berhasil keluar dari ruangan Kenzio, tiba-tiba sentuhan seseorang membuatnya tersentak.
"Sheina, apa yang kau lakukan di sini?" tanya seorang perempuan membuat Sheina itu tersentak.
"Chessa, kau mengejutkanku," ucap Sheina dengan jantung yang berdebar.
"Kau dari mana? Kenapa memakai jaket seperti ini? Apa kau tau, Madam Olive sudah marah-marah di bawah karena kau yang tiba-tiba menghilang."
Ya, saat Kenzio menariknya masuk ke dalam kamar, sebenarnya ia sedang mendapatkan tugas untuk membersihkan kamar nomor 223. Namun, karena terlalu tindakan Kenzio tersebut, ia bukan hanya tidak melakukan pekerjaannya, tapi juga meninggalkan peralatan kerjanya di tempatnya terakhir.
"Aku harus membersihkan kamar 223 sekarang. Tapi ... perlengkapan ku mana?" gumam Sheina bingung.
"Tak perlu bersih-bersih sekarang. Pekerjaanmu sudah digantikan Lyora. Yang penting kau harus segera menghadap Madam Olive sebelum ia semakin marah padamu."
Sheina mengangguk. Ia hendak melangkah panjang, namun seketika meringis hingga berhenti di tempat.
"Shei, kau kenapa? Kau sakit?" tanya Chessa khawatir.
"Aku ... tidak apa-apa," kilah Sheina.
"Berhenti berbohong!" seru Chessa pelan lalu memperhatikan Sheina yang kembali mencoba berjalan. Meskipun Sheina berusaha melangkah dengan santai, tapi Chessa yang sudah lama berteman dengan Sheina jelas tahu, ada yang berbeda dari cara berjalan Sheina. "Aku tahu, sudah terjadi sesuatu denganmu, bukan?"
Sheina pun menghentikan langkahnya kemudian menoleh dengan wajah sendu.
"Nanti aku ceritakan."
***
"Kau dari mana, hah? Kau pergi begitu saja meninggalkan pekerjaanmu. Apa kau sudah bosan bekerja?" sentak Madam Olive. Ia adalah perempuan yang mengepalai para cleaning service yang bekerja di Kenz Hotel.
Sheina menunduk. Ia tidak mungkin mengatakan apa yang sudah terjadi padanya. Selain malu, siapa pula yang percaya padanya. Semua orang pasti akan mengatakannya mengada-ada. Dan bila apa yang ia sampaikan sampai ke telinga para petinggi, maka habislah dia. Bisa saja mereka justru menjebloskan dirinya ke dalam penjara karena dugaan pencemaran nama baik. Alhasil, Sheina pun memilih memendam segalanya sendiri.
"Maafkan saya, Madam Olive, tadi perut saya mendadak sakit sekali sehingga saya pergi begitu saja tanpa menyelesaikan pekerjaanku. Saya mohon, jangan pecat saya! Saya masih membutuhkan pekerjaan ini," melas Sheina dengan wajah mengiba.
"Memangnya hanya kau yang membutuhkan pekerjaan, hah? Semua orang pun butuh pekerjaan. Tapi bila orangnya tidak kompeten seperti dirimu, apa yang harus dipertahankan!" seru Madam Olive dengan tatapan tajam.
"Tapi saya tadi benar-benar terpaksa, Madam Olive. Saya benar-benar minta maaf. Saya berjanji, saya tidak akan mengulangi kesalahan saya," melas Sheina lagi.
"Baiklah. Saya akan memberikanmu satu kesempatan lagi. Tapi gajimu akan dipotong 5%."
Mata Sheina terbelalak. Gajinya saja sudah dipotong untuk membayar hutangnya di kantor, lalu kini, gajinya harus kembali dipotong.
Sheina menggeleng cepat. "Madam, saya mohon, Madam, tolong jangan potong gaji saya. Saya benar-benar sedang membutuhkan uang saat ini."
"Kau tidak ingin gajimu dipotong?"
Sheina mengangguk cepat.
"Baiklah, tapi kau keluar dari sini. Kau pilih yang mana, keluar dari sini atau gajimu dipotong?" ancam Madam Olive membuat Sheina nelangsa. Ia tidak memiliki pilihan lain, akhirnya ia pun memilih gajinya dipotong dari pada harus keluar dari sana. Bagaimanapun, ia membutuhkan pekerjaan. Ia membutuhkan uang untuk biaya berobat sang ibu.
***
Sementara itu, di kamarnya Kenzio tampak menggeliat. Ia menguap lebar sambil merenggangkan kedua lengannya. Merenggangkan otot-otot yang tampak kaku. Perlahan, matanya terbuka. Entah mengapa, tubuhnya terasa ringan sekali pagi ini. Tidurnya pun terasa begitu nyenyak dan tenang. Tak ada mimpi buruk. Padahal seingatnya semalam, ia tidak meminum obat tidurnya.
Kenzio mendudukkan tubuhnya. Dahinya mengernyit saat melihat tak ada sosok wanita di sisinya. Ia masih sedikit mengingat kalau semalam ia baru saja melewatkan malam panas dengan wanita panggilan yang dibawakan Devon. Namun anehnya, ia tidak menemukan wanita sama sekali di sisinya. Bukankah biasanya para wanita akan berusaha bertahan di sisinya? Beradu dengan nasib, siapa tahu mereka akan kembali digunakan atau kalau beruntung Kenzio tertarik pada mereka dan mempertahankan mereka.
Namun untuk pertama kali, ia justru tidak menemukan siapa-siapa.
Kenzio mengedikkan bahunya tak acuh. Ia tidak begitu peduli. Toh wanita itu pasti sudah mendapatkan bayarannya, pikir Kenzio. Jadi ia tidak perlu repot-repot memikirkan mereka.
Saat Kenzio berdiri. Dahinya mengernyit saat mendapati sesuatu yang tidak biasa.
"Apa ini?" Kenzio mendekat lalu memperhatikan bercak merah itu secara seksama. Meskipun sudah sedikit menghitam akibat mengering sekaligus bercampur dengan cairan s****a miliknya, tapi Kenzio tentu masih bisa mengenali bercak apa yang tertinggal di spreinya itu.
"Darah? Apa mungkin ... Ah, mana mungkin. Mana mungkin p*****r masih perawan. Pasti ini selaput dara palsu. Dia pasti ingin menjebak ku agar aku bertanggung jawab. Dasar bodoh! Kau pikir semudah itu untuk menjebak ku."
Kenzio tidak ingin terlalu memikirkannya. Apalagi ia merasa begitu bugar hari ini. Ia sendiri merasa heran. Padahal kemarin ia merasa frustasi karena Lucy Hayley yang kembali mengandung. Tapi pagi ini ia justru merasa begitu segar bugar sekali. Ia seperti mendapatkan semangat dan kekuatan baru.