17 - Menekan Ego

1243 Words
Saat Almira membuka mata, Naga sudah tidak ada di sampingngnya. Atau memang semalam pria itu tidak tidur di sampingnya? Almira melihat jam dinding di kamarnya yang masih menunjukkan pukul lima pagi. Belum saatnya bagi Naga untuk beraktivitas sepagi ini. Jadi, apakah mungkin pria itu kembali tertidur di ruang tamu? Almira bangkit lalu mengikat rambutnya asal. Ia melangkah ke ruang tamu untuk memastikan apakah Naga ada di sana atau tidak. Namun hasilnya nihil. Almira ingat jelas ini hari Minggu. Naga juga tidak mengatakan apa-apa soal pekerjaannya di kantor. Jadi rasanya tidak mungkin jika Naga pergi ke kantor saat ini. Almira memilih acuh. Ia segera menyiapkan dua porsi sarapan untuk dirinya dan Naga, berharap pria itu segera kembali. Selesai membuat sarapan dan membereskan alat masaknya, Almira kembali ke kamar untuk mandi. Setelah itu, kembali ke dapur untuk menikmati sarapannya. Suara pintu terbuka membuat perhatian gadis itu teralihkan. Naga datang dengan kaus santai dan celanan pendek, lengkap dengan handuk kecil di lehernya. Pria itu melewati Almira begitu saja, mengambil gelas kemudian mengisinya dengan air dan meneguknya hingga tandas. "Kamu habis jogging?" tanya Almira. "Hm." Naga hanya membalas singkat. Setelah itu, Naga beralih masuk ke kamar. Almira hanya bisa menatap kepergian pria itu dengan sendu. Sebenarnya apa yang terjadi dengan Naga, hingga sikapnya kembali dingin seperti ini? Dua puluh menit berlalu. Saat Almira hendak membereskan meja makan, Naga keluar dan menghampirinya. "Kamu akan ke butik?" tanya Naga. "Tidak. Kenapa?" Almira balik bertanya. "Aku lihat barang-barangmu sudah dikemas. Kita akan pindah siang ini," ujar Naga. Almira mengangguk. "Ah iya, itu dimakan dulu sarapannya!" Tanpa kata, Naga segera menyantap masakan Almira hingga habis, kemudian menyerahkan piring kotornya pada Almira yang masih ada di wastafel. "Aku akan berkemas sekarang," ujar Naga. Almira kembali hanya menganggukkan kepalanya. Ada rasa kecewa yang hinggap saat melihat Naga begitu tidak sabar untuk pindah ke apartemen baru mereka. Pasalnya, alasan kepindahan mereka agar mereka bisa berpisah kamar. Almira sebenarnya tidak setuju itu. Jika mereka berpisah kamar, maka makin sulit baginya untuk mendapatkan hati Naga nantinya. Tapi sayang, Almira tidak punya keberanian untuk menentang keputusan Naga itu. Pada akhirnya ia hanya bisa menurut, dan berusaha mencari cara untuk mendekatkan dirinya dengan Naga. Pukul sebelas siang, ada dua orang pria berbadan besar yang datang untuk membantu kepindahan Almira dan Naga. "Biar mereka yang pindahkan barangnya. Kita cari makan saja di luar!" ajak Naga. "Eh? Jadi aku tidak perlu masak?" tanya Almira. "Tidak." Kemudian, Naga berjalan lebih dulu. Membuat Almira merasa terburu-buru dan segera menyusulnya. Untung saja pintu lift belum tertutup saat Almira sampai. "Kamu lagi ada masalah, ya?" Almira memberanikan diri untuk bertanya. Biar bagaimana pun juga, Almira juga berhak tahu apa yang terjadi pada Naga, kan? Karena dia istrinya. Meski hanya hitam di atas putih, tapi kenyataannya Almira tinggal satu atap dengan Naga. Naga melirik ke arah Almira. Menatap luka di tangan gadis itu. "Sebaiknya kamu urusi saya urusanmu sendiri! Bahkan menjaga tubuhmu sendiri saja kau tidak becus, mau sok-sokan care sama urusan orang." "Eh? Bukan begitu. Hanya saja kamu kelihatan stres. Jadi-" Dentingan pintu lift berhasil mengintrupsi ucapan Almira. Terlebih, pria di sampingnya juga langsung keluar begitu saja, tanpa mau menunggu Almira menyelesaikan kalimatnya. Almira mendengus kesal. Namun, lagi, ia hanya bisa kembali mengekori Naga hingga sampai di mobil pria itu. Setelah menutup pintu mobil, Almira segera mengenakan sabuk pengamannya. "Mau makan apa?" tanya Naga. "Terserah kamu saja," balas Almira. Almira memperhatikan sosok suaminya yang kini sedang sibuk menyetir. Naga tampak begitu manly dengan penampilan seperti ini. Dengan kemeja berwarna gelap yang lengannya digulung hingga siku, dan dengan posisi mengemudikan mobil mewahnya seperti ini. "Bisakah kamu menatap ke arah lain saja?" tanya Naga. Almira yang kepergok sedang memperhatikan pria itu pun mendadak salah tingkah. "Itu... aku mau bilang. Kalau kamu ada masalah dan butuh teman untuk mendengarkan ceritamu, aku welcome buat itu," ujar Almira. Melihat tak ada reaksi dari Naga, Almira pun melanjutkan kata-katanya. "Hmm... meski hanya menikah kontrak, tapi kenyataannya kan kita tinggal bersama. Secara tidak langsung aku akan jadi orang pertama yang sadar jika kamu ada masalah dan juga orang yang paling merasakan-" "Tenang saja, aku tidak mungkin melakukan KDRT padamu. Aku bukan orang yang berpemikiran sesempit itu," potong Naga, seakan tahu apa yang sedang bergentayangan di kepala Almira. Almira tercekat. Ia menelan salivanya dengan susah payah mendapati Naga yang dapat dengan mudah menangkap maksud ucapannya. Ia pun kembali berusaha menyusun kata-katanya yang lain. "Meski bukan kekerasan secara fisik, tapi kan bisa saja kamu menyakitiku secara verbal dan perbuatan. Mendadak bersikap dingin dan bicara ketus, misalnya," ucap Almira. Pasalnya, itulah yang saat ini sedang Naga lakukan padanya. Almira segera mengalihkan tatapannya saat menyadari Naga melirik sinis ke arahnya. Tampaknya pria itu tersinggung dengan ucapan Almira. Tapi, bukankah itu bagus? Jika Naga tersinggung, itu artinya ia merasa ucapan Almira benar, kan? Almira baru sadar satu hal saat ia berusaha mengalihkan pandangannya ke arah depan. "Kamu tidak mau turun? Kita sudah sampai." Ucapan Naga sudah lebih dulu mengisi gendang telinganya. Yup. Ternyata saat ini Naga sudah memarkirkan mobilnya di depan sebuah rumah makan. Jadi sebenarnya, Naga tadi menoleh ke arah Almira karena ingin mengatakan itu? Bukan karena ia merasa ucapan Almira benar, apalagi hendak meminta maaf? "Buruan!" ujar Naga. Almira segera melepas sabuk pengamannya. Setelah itu, menyusul Naga yang sudah keluar lebih dulu. "Fish fillet butter sauce dan jus buah naga satu," Naga mengatakan pesanannya untuk dicatat. "Chicken steak dan jus aloe vera satu. Oh iya, tambah puding choco vla satu," sambung Almira. "Baik. Silakan ditunggu ya, Pak, Bu!" Setelah mengatakan itu, pelayan restoran pun pergi. Naga melirik ke arah Naga yang kini sedang sibuk dengan ponselnya. Ia masih penasaran, apakah Naga mendengar ucapannya tadi saat di mobil atau tidak. Ia juga penasaran dengan seperti apa reaksi Naga setelahnya. "Naga," panggil Almira. "Soal ucapanku saat di mobil tadi-" "Aku dengar. Tapi ingatlah jika kau tidak boleh menuntut apapun dariku. Termasuk untuk mengetahui semua urusanku di luar rumah," potong Naga. "Aku tidak bermaksud begitu. Hanya saja, siapa tahu aku bisa membantu. Agar kamu juga tidak bersikap menyebal-" "Jadi aku menyebalkan?" "Iya. Sejak kemarin sikapmu sangat menyebalkan. Apa kamu tidak sadar itu?" balas Almira dengan lantang. Naga menghela napas panjang. Tampaknya ia mau mengalah dan mundur dari perdebatannya dengan Almira. "Maaf soal itu. Tapi tetap saja, kamu tidak harus tahu semua urusanku," ungkapnya. "Ini bukan soal aku ingin tahu. Aku hanya ingin kamu tahu, kalau aku welcome ketika kamu butuh teman untuk bertukar pikiran," balas Wanda. Naga kembali menghela napas panjang, kemudian menganggukkan kepalanya. "Meski kita baru saja kenal, kenyataannya kita akan tinggal satu atap untuk waktu yang lama. Jadi jangan anggap aku seasing itu di hidup kamu," pinta Almira. "Aku tidak menganggapmu orang asing. Hanya saja, memang seperti inilah aku. Jadi harap kamu juga bisa menyesuaikan diri!" balas Naga. Almira tidak bisa berkata-kata lagi. Sudahlah. Yang penting sekarang Naga tahu kalau Almira siap menjadi teman untuk bertukar pikiran dengannya kapan saja. Jujur saja, Almira tidak tahu bagaimana caranya mendapatkan hati seorang pria. Apalagi pria itu dingin seperti Naga. Tapi ia akan berusaha melakukan apapun untuk menyelamatkan rumah tangganya. Karena sebagai perempuan, Almira juga memimpikan memiliki kehidupan rumah tangga yang hangat dan penuh cinta. Melihat sikap Naga yang seperti ini, Almira pun sadar, jika di sini ia yang harus lebih banyak berjuang, mengesampingkan ego dan rasa malunya untuk mendekati Naga terlebih dahulu. Selagi Naga tidak memiliki wanita lain di luar sana, bukan sebuah kemustahilan jika suatu hari Almira akan berhasil mendapatkan hati suaminya itu. Ya. Kuncinya hanya satu. Naga tidak boleh punya perempuan lain di luar sana.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD