18 - Matcha

1034 Words
Seperti biasa, Almira menghabiskan waktunya untuk membuat desain baru di kamarnya. Sekarang ia sudah punya kamar sendiri, di apartemen barunya bersama Naga. Ia baru saja kembali ke kamar setelah sebelumnya makan malam dan mencuci piring bekas makan mereka. Menggambar bisa membuat Almira melupakan sejenak tentang beban pikirannya. Namun, saat pensilnya mendadak patah, ia kembali teringat dengan sang suami. Ia menoleh, menatap ranjangnya yang kosong. Nanti malam ia akan tidur di sana sendirian meski kenyataannya ia sudah punya suami. Bagi Almira, pernikahan adalah sebuah hal yang sakral dan tak seharusnya dipermainkan. Namun nyatanya takdir berkata lain. Almira justru harus menjalani pernikahan tanpa cinta bersama dengan Naga. Belum usai lamunannya, suara ketukan pintu membuat gadis itu terlonjak. Ia ingat betul siapa saja yang ada di apartemen ini. Hingga tanpa perlu bertanya pun, ia tahu siapa yang kini sedang mengetuk pintu kamarnya. "Iya, sebentar," ujar Almira. Dengan langkah lebar, Almira menuju ke arah pintu. Pikirannya sudah menerawang, membayangkan apa yang akan Naga katakan padanya. 'Minum teh bersama?' 'Jalan-jalan ke luar?' 'Nonton sambil makan camilan di ruang tamu?' 'Tidur berdua?' Apapun itu, Almira akan menyukainya selagi Naga memberinya kesempatan untuk mendekatkan hubungan mereka. Keinginan Almira begitu simpel. Ia hanya ingin hidup normal dan bahagia dengan pernikahannya. Saat pintu terbuka, tampak Naga yang sudah berpakaian rapi berdiri di hadapan Almira. Almira menyambut sang suami dengan senyuman. Sepertinya dugaan keduanya benar. Naga akan mengajaknya jalan-jalan ke luar. "Ada apa?" tanya Almira, berusaha setengah mati menyembunyikan antusiasnya. "Aku harus keluar sebentar. Jangan cari atau tunggu aku!" Perlahan, senyum Almira luntur. "Sendiri?" Padahal Almira berharap Naga akan membawanya serta. Naga mengangguk, membenarkan pertanyaan yang baru saja Almira lontarkan. Membuat hati gadis berusia dua puluh enam tahun itu meradang. "Memangnya mau ke mana?" Tak salah kan, Almira bertanya? Toh ia berhak tahu, mau ke mana suaminya malam-malam begini sendirian. "Menemui beberapa teman," jawab Naga singkat. Almira tak langsung menanggapi. Jujur saja, ia masih kecewa karena harapannya untuk pergi berdua dengan Naga kandas begitu saja. "Sudah. Aku ke sini cuma mau berpamitan saja agar kamu tidak mencari atau menungguku. Kalau begitu, beristirahatlah! Aku pergi dulu." Betul. Naga bahkan tak perlu izin dari Almira untuk sekadar menemui teman-temannya. Dengan atau tanpa izin Almira, ia akan tetap pergi, kan? Ia hanya memberi tahu Almira agar gadis itu tak mencarinya sewaktu ia tinggal sendirian di apartemen. 'Kamu tidak punya hak untuk melarangnya, Ra. Kamu bukan siapa-siapa bagi Naga, selain hanya istri pajangan yang terikat pada kontrak,' batin Almira. "Oh, iya. Kalau begitu, hati-hati di jalan! Jangan mengebut dan jangan pulang lewat tengah malam, karena besok kamu juga harus bekerja," ujar Almira pada akhirnya. Gadis itu tidak punya keberanian untuk menunjukkan rasa kecewanya di depan Naga. Dan akhirnya, pria itu benar-benar pergi. Almira terus menatap punggung Naga hingga akhirnya menghilang saat pintu apartemen mereka tertutup. Almira tersenyum miris, sebelum akhirnya ia masuk kembali ke kamarnya dan mencari rautan. Saat ini ia butuh teman. Dan satu-satunya teman yang ia punya hanya peralatan menggambarnya yang ada di atas meja. *** Hari berganti. Pagi tadi, Almira berangkat kerja bersama Naga. Namun pria itu mengatakan ia tak bisa makan siang bersama Almira karena masih banyak pekerjaan. Akhirnya Almira pergi dengan taksi online untuk mencari sesuatu yang ia inginkan. Ia berhenti di sebuah cafe, memesan satu slice cake rasa matcha, matcha latte, dan es krim gelato dengan varian rasa yang sama. "Thank you," ujar Almira sembari menerima nampan berisi pesanannya. "Wow, matcha lovers," ujar seseorang yang mengantre di belakang Almira. Almira menoleh, kemudian tersenyum. "Loh, kamu di sini juga?" kaget Almira, karena ternyata ia mengenali orang di belakangnya. Orang tersebut memesan menu yang jauh berbeda dengan Almira. Almira diam-diam membandingkan isi nampannya dengan orang itu, kemudian terkekeh. "Menu makan siang yang tahu kesehatan memang berbeda, ya?" canda Almira. Orang itu tersenyum, kemudian mengajak Almira duduk di dekat jendela. "Teh oolong baik buat kesehatan. Mau coba?" tawar pria itu. Dia adalah Billy, salah satu teman Almira yang kemarin juga sempat bertemu saat di rumah sakit. "Tidak tidak. Terima kasih. Aku pernah mencobanya dan minuman itu benar-benar bukan seleraku," tolak Almira halus. Billy terkekeh kemudian mulai meneguk tehnya. Almira sedikit meringis melihat hal itu. Untung saja, ia punya matcha latte yang bisa membuat rasa aneh di lidahnya menghilang saat membayangkan rasa minuman yang dipesan Billy. Beralih pada makanan, Billy memesan salad sayur dengan kentang sebagai sumber karbohidratnya, dan telur rebus sebagai protein serta lemaknya. "Setiap hari makanan kamu seperti ini?" tanya Almira. "Ya pasti ganti-gantilah," jawab Billy. "Tapi selalu memperhatikan nilai gizi juga? Seperti menu orang diet," komentar Almira. "Tidak juga. Hanya saja kalau sayur, aku memang merasa perlu. Karena tubuh kita butuh serat. Beberapa sayur juga mengandung antioksidan cukup tinggi. Ya intinya untuk membuang sampah-sampah yang ada di tubuh aja sih," terang Billy. Almira menggeleng-gelengkan kepalanya. "Dan sekarang aku merasa sampah-sampah yang kamu maksud adalah menu makan siangku," ujar Almira, membuat Billy terkekeh. "Sepertinya menumu siang ini memang kelebihan karbo," giliran Billy yang mengomentari menu makan siang Almira. "Ini bukan kelebihan karbo. Tapi memang full karbo," balas Almira. "Kamu sedang stres? Kalau iya, sebenarnya tidak terlalu masalah juga sih kamu makan itu. Makanan manis bisa menstimulus otak untuk melepaskan hormon serotonin yang bisa membantu menstabilkan emosi dan suasana hati. Jadi nggak selamanya makanan manis itu cuma sekadar tentang karbo. Terkadang itu memang penting pada beberapa situsasi," Billy kembali menjelaskan. Almira terdiam. Akhir-akhir ini ia memang sering stres. Terlebih setelah menikah dengan Naga yang ternyata tidak mencintainya. Secara spontan, Almira mulai memakan gelato miliknya dengan tatapan datar. "Bagaimana? Memang perlu waktu sih untuk melihat reaksinya. Tapi kadang begitu merasakannya saja kita akan langsung bahagia. Apalagi dingin seperti gelato mu," tanya Billy. Almira menatap temannya itu, kemudian tersenyum. "Iya sih. Akhir-akhir ini aku sering merasa suntuk, jenuh, dikit-dikit capek lah. Tapi lumayan mendingan setelah makan es ini," jawab Almira sembari tersenyum tipis. "Ya udah, habisin gih! Siapa tahu suasana hatimu akan benar-benar membaik setelah memakan semua itu," ujar Billy. Almira ingat sesuatu, kemudian segera menoleh pada Billy kembali. "Tapi ini nggak akan bikin aku gendut, kan? Cuma sesekali aja kok," tanyanya. Billy tertawa. "Nggak masalah, selagi kamu mengimbanginya dengan olahraga teratur." "Duh itu dia masalahnya. Aku jarang olahraga," keluh Almira. "Ya jangan gitu dong! Olahraga itu penting loh. Coba deh biasain rutin mulai sekarang!" saran Billy.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD