Identity 21 - Fransiska Nazzula
Mempunyai trauma di masa lalu memang sulit untuk dihilangkan. Apalagi semuanya terekam jelas di otak. Kekerasan dalam rumah tangga yang di lakukan oleh ayahnya Siska membuat Siska tumbuh menjadi anak yang tidak peduli pada seorang lelaki. Sudah banyak lelaki yang mencoba mendekatinya. Namun, belum ada satupun yang berhasil mendapatkan hati Siska. Siska cenderung dingin dan jutek pada setiap lelaki yang ingin dekat dengan dirinya.
"Kalau enggak ada perlu, enggak usah ya. Aku sibuk!" Ucapan Siska selalu sama kalau ada lelaki yang mencobanya mengajak berkencan.
Siska sering melihat ibunya disiksa oleh ayahnya. Entah kesalahan apa yang diperbuat, tapi sifat ayahnya yang temperamental membuatnya mudah marah. Sehingga kesalahan sedikit pun yang dilakukan ibunya Siska membuatnya marah. Dan selalu main fisik. Herannya setelah memukuli ibunya, ayahnya Siska selalu memeluk ibunya Siska dan minta maaf, seperti orang yang benar-benar menyesal. Bahkan sampai nangis dan sujud-sujud di kaki ibunya Siska. Ibunya Siska yang mencintai suaminya tentu kembali memaafkannya. Namun, hal itu terus berulang.
"Maafkan aku, aku menyesal telah memukuli kamu. Maaf sayang, aku janji tidak akan memukuli kamu lagi. Maaf sayang," sesal ayahnya Siska dengan air mata yang menetes di pipinya. Saat itu memang matanya penuh penyesalan karena telah melakukan kekerasan pada ibunya Siska. Namun, selama bertahun-tahun ibunya selalu memaafkan ayahnya Siska yang berlaku kasar padanya.
"Bu, kenapa ibu enggak pisah aja sama ayah. Ini sudah keterlaluan, bu. Sudah bertahun-tahun ibu bertahan untuk orang yang terus menyakiti ibu. Ayah enggak baik buat ibu," ucap Siska saat itu. Ya, karena Siska sudah melihat kekerasan yang dilakukan ayahnya dari usia Siska tujuh tahun. Semuanya terekam jelas di otaknya. Bagaimana cara ayahnya menyakiti ibunya, bagaimana ayahnya meneysal meminta maaf. Hal itu terus berulang bagaikan film yang di putar di otaknya. Namun, ibunya tetap memilih bertahan, ibunya Siska yakin. Kalau ayahnya Siska akan berubah dan lebih baik pada keluarganya. Nyatanya tidak. Sepertinya ayahnya Siska mempunyai kepribadian ganda.
Sampai berakhir kecelakaan. Ibunya Siska di dorong dari tangga. Hingga membuatnya jatuh dan tidak sadarkan diri. Dari sana lah puncak trauma yang Siska rasakan. Setelah Siska membujuk ibunya agar berpisah dengan ayahnya. Akhirnya ibunya setuju untuk bercerai dengan ayahnya Siska. Beberapa kali ayahnya Siska datang neminta maaf dan menyesali perbuatannya. Namun, hal itu tidak akan digubris lagi. Sudah cukup dia memperlakukan ibunya Siska dengan kejam. Memar dan sisa luka di tubuh ibunya Siska telah menjadi bukti kekerasan rumah tangga yang dilakukan ayahnya Siska. Sehingga akhirnya pengadilan agama, mengabulkan gugatan cerai ibunya Siska.
Rasanya lega saat ibunya sudah bercerai dengan sang ayah. Namun, ibunya Siska malah sering di teror oleh ayahnya Siska. Yang membuat ibunya seperti orang gila. Teriak-teriak dan ketakutan, itu yang dirasakan oleh ibunya Siska. Hingga Siska memutuskan untuk membawa ibunya ke seorang psikolog. Agar trauma ibunya dapat diobati. Sebetulnya bukan ibunya saja yang trauma saat itu. Siska juga ikut trauma.
Siska memegang tangan ibunya yang sedang ketakutan. "Ibu tenang ya, ibu akan aman di sini. Ayah tidak akan datang ke sini," ujar Siska mencoba menenangkan ibunya.
Setelah diperiksa oleh psikolog. Ibunya Siska diputuskan untuk menjalani rawat inap di rumah sakit jiwa. Trauma yang di alami ibunya Siska sangatlah berat. Bagaimana tidak berat, ibunya Siska disiksa oleh ayahnya selama bertahun-tahun. Tentunya hal itu akan berefek pada kondisi metal ibunya Siska. Dengan terpaksa Siska merelakan ibunya untuk di rawat di rumah sakit jiwa. Mungkin dengan ibunya di rawat di rumah sakit jiwa. Ibunya Siska akan lebih baik lagi. Setidaknya aman dari teror ayahnya yang selalu menghantui ibunya.
"Lebih baik ibu kamu di rawat dulu sementara di sini. Suasana di rumah akan membuat ibu kamu ketakutan. Traumanya akibat penyiksaan yang di lakukan ayah kamu. Benar-benar berpengaruh ke mental ibu kamu. Jadi biarkan kami yang merawatnya," jelas dokter saat itu. Apapun yang terbaik Siska akan lakukan demi ibunya. Ibunya harus sembuh. Mereka berhak bahagia. Ibunya mengabulkan permintaan Siska untuk bercerai dengan ayahnya. Alasannya satu, yaitu mereka ingin bahagia. Kebahagiaan yang selama ini tidak didapatkan selama hidup bersama ayahnya.
Namun, ibunya malah masuk ke rumah sakit jiwa. Hal itu membuat Siska harus hidup mandiri. membuat Siska banting tulang untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari dan biaya perawatan ibunya di rumah sakit jiwa. Jadi tidak ada waktu untuk jatuh cinta pada seorang lelaki. Dalam benak Siska, semua lelaki sama saja seperti ayahnya. Kejam dan tidak punya perasaan. Itulah yang terpatri dipikirkan Siska. Sekalinya ia dekat dengan lelaki. Siska tidak benar-benar serius.
Seandainya ayahnya Siska tidak berlaku kasar pada ibunya. Mungkin Siska akan tumbuh menjadi gadis cantik penuh pesona. Tentunya banyak lelaki yang ingin memilikinya. Namun, semua itu hanya angan-angan belaka. Kadang hidup memang kejam, hidup memang keras. Sampai kita lelah melewati semuanya. Rasanya sampai ingin menyerah saja. Tapi semuanya tidak semudah itu. Menyerah bukan lah hal yang terbaik. Hidup terus berjalan dan garis takdir terus terjadi. Mau tidak mau Siska harus melawan rasa takut dan trauma yang di alaminya. Agar ia bisa hidup lebih baik lagi.
Siska bertemu dengan Fina di sekolah. Siska terlihat sangat tertutup di sekolah. Hanya Fina yang berani mendekati dan mau berteman dengan Siska. Awalny Siska sangat sulit diajak berteman oleh Fina.
"Hei, nama gue Fina. Elo siapa? Elo mau kan jadi teman gue?" Sapa Fina pada Siska saat itu. Lamun Siska tidak menggubris sapaan dari Fina. Ia pergi begitu saja meninggalkan Fina. Namun, Fina tidak mudah menyerah. Sampai Siska akhirnya mau berteman dengan Siska.
"Tenang aja, Sis. Hidup enggak seburuk yang elo pikirkan kok. Gue tahu elo lagi memgalami fase sulit. Namun, gue yakin elo bisa melewatinya. Apapun yang terjadi elo tetap semangat. Masalah apapun yang terjadi di kehidupan elo harus tetap kuat. Gue tahu gue enggak mengalaminya. Jangan anggap ini sebagai teguran buat elo, atau elo merasa dinasihati sama gue. Gue cuma enggak mau elo terus berlarut-larut dalam kesedihan elo di masa lalu," nasihat Fina.
Semua kata-kata Fina memang benar. Ia harus bangkit dari keterpurukannya. Ibunya sekarang sudah aman di rumah sakit jiwa. Ayahnya juga sudah tidak datang ke rumah. Kabar terakhir yang Siska dengar tentang ayahnya. Adalah ayahnya ditangkap oleh polisi karena terlibat perjudian di sebuah bar. Kabar selanjutnya Siska tidak tahu tentang hal itu. Dan ia masa bodo dengan kabar selanjutnya dari ayahnya.