Identity 7 - Alunan Piano
Hati Amelia sangat senang. Sampai-sampai semalaman ia tidak bisa tidur. Pagi ini pun rasa kantuk tak kunjung datang. Orang tua Amelia sudah pergi lagi ke luar negeri untuk urusan bisnis. Memang tidak lama. Besok juga mereka sudah kembali. Berhubung hati Amelia sedang senang.
Amelia mendekati piano besar yang berada di tengah rumahnya yang megah. Amelia duduk di kursi piano. Ia masih ingat betul cara memainkannya. Ia jadi teringat saat pertama kali ia belajar piano. Saat itu dia masih sangat kaku dalam menggerakkan jarinya. Rasanya. Begitu sulit untuk membuat alunan piano. Namun, seiring jalannya waktu. Amelia sudah mulai terbiasa mengerjakan jarinya untuk memainkan sebuah lagu. Dari lagu paling mudah sampai lagu tersulit. Amelia sudah mulai menguasainya. Sebetulnya jika kita belajar dengan sungguh-sungguh. Kita akan bisa mempelajarinya. Kita akan mampu meraih apa yang mau kita pelajari.
"Aku benar-benar bahagia. Makasih Remon, aku sayang banget sama kamu," gumamnya dengan wajah yang sangat bahagia.
Malam itu Alika dan Andre juga ikut bahagia karena melihat anaknya akhirnya di kamar oleh seorang pria. Pasalnya mereka juga tahu, Amelia selalu menjadi bahan bulan-bulan oleh teman-teman di kampusnya. Sebagai orang tua, Alika dan Andre tentu merasa sedih. Siapa yang tidak sedih saat melihat anaknya di bully oleh teman-temannya. Teman-teman yang seharusnya menjadi tempat untuk berbagi. Mencari kesenangan bersama. Ini malah menghina dan menghujatnya. Hanya karena alasannya tanda lahir hitam di wajahnya. Rasanya tidak adil. Tidak ada yang meminta terlahir seperti itu. Jika semua bisa meminta, tentu mereka ingin terlahir menjadi cantik. Ingin terlahir sempurna juga dari keluarga berada. Namun, sayangnya semua itu tidak bisa diminta. Tangan Tuhanlah yang bermain di sini.
"Mama senang akhirnya kamu akan menikah. Remon kayaknya anak yang baik. Papah cerita tentang ayahnya Remon yang pernah menolongnya," ucap Alika malam itu.
"Oh ya, ayahnya Remon pernah nolong papah apa?" Tanya Amelia penasaran. Rasanya Remon mempunyai cerita besar yang tidak Amelia ketahui. Tentu, pasalnya Andre main langsung setuju saja, ketika Remon datang untuk melamar anak semata wayangnya.
"Ayahnya Remon pernah nolong papah, Mel. Saat itu ada perampok yang akan merampok papah. Supir juga di pukul sampai pingsan. Tapi ayahnya Remon datang menghajar mereka semua. Meskipun pada akhinya, ayahnya Remon tertusuk. Namun, syukur saat itu ayahnya Remon tidak apa-apa. Papah baru tahu, kalau ternyata ayahnya Remon adalah seorang OB di kantor papah," cerita Andre.
Saat itu setelah mendapatkan perawatan medis di UGD. Yusuf tersadar dari pingsannya. Dokter menjelaskan pada Yusuf agar segera rawat inap. Mengingat penyakitnya yang semakin parah.
"Jangan dok biarkan saya pergi. Masih banyak yang harus saya uruskan," pinta Yusuf pada sang dokter.
"Tapi pak, kondisi bapak akan semakin lemah. Selain di rawat, bapak juga perlu melakukan bebeapa terapi. Oh ya, orang yang membawa bapak ke sini. Akan bertanggung jawab semua biaya selama bapak di rumah sakit. Jadi bapak tenang saja," jelas dokter.
"Bapak yang aku tolong itu dok? Apa dokter menceritakan tentang penyakit aku?" Tanya Yusuf penasaran.
"Tidak pak, kami tidak akan menceritakan riwayat penyakit pasien pada sembarang orang. Itu sudah melanggar kode etik seorang dokter. Riwayat penyakit pasien bersifat sangat privasi. Jadi akan kami jaga kerahasiaannya dengan baik. Jadi hal itu aman," jawab dokter yang menangani Yusuf.
"Syukurlah, saya cuma enggak mau menjadi beban siapapun dok. Saya tahu beliau orang baik mau bertanggung jawab membiayai pengobatan saya selama di rumah sakit. Tapi pengobatan untuk biaya penyakit saya cukup mahal. Pasti bapak itu harus mengeluarkan uang yang cukup banyak. Saya tidak mau itu. Biar saya di rawat sampai luka di perut saya benar-benar sembuh. Setelah itu, untuk perawatan penyakit saya. Saya yang bertanggung jawab." Niat Yusuf menolong Andre itu ikhlas. Dia benar-benar tidak mau membebani Andre. Meskipun memang Andre akan membayar semua biaya rumah sakitnya. Tapi penyakitnya bukanlah tanggung jawab Andre. Biarlah itu menjadi urusan Yusuf.
"Baiklah kalau begitu, bapak perlu di rawat sampai beberapa hari. Karena luka tusuk yang bapak alami cukup dalam sehingga merobek usus dan limpa bapak. Kami harus melakukan operasi. Kami juga terpaksa mengangkat limpa bapak. Karena memang sudah tidak bisa diselamatkan," terang dokter.
"Iya dok, lakukan saja yang terbaik untuk saya." Yusuf benar-benar pasrah.
Tidak lama Andre masuk ke UGD. Dia ingin memastikan bagaimana kondisi Yusuf. "Pak bagaimana sudah mendingan?" Tanya Andre basa basi.
"Iya, pak. Sudah mulai membaik," jawab Yusuf singkat.
"Saya benar-benar terimakasih pada bapak. Kalau tidak semua uang yang saya bawa hilang di ambil para perampok itu. Padahal uang itu bukan uang saya. Uang itu adalah uang investor saya," jelas Andre.
"Iya, pak sama-sama. Saya enggak tega saja melihat bapak dipukuli oleh para permapok itu. Semua orang pasti akan melakukan hal yang sama, yang seperti saya lakukan. Bapak tidak apa-apa kan?" Yusuf bertanya balik.
"Tidak pak, saya tidak apa-apa. Jangan khawatirkan saya. Di sini bapak yang terluka. Untungnya bapak masih bisa selamat. Saya benar-benar sangat berterima kasih."
"Iya sama-sama pak. Oh iya kalau memang itu uang investor kenapa tidak di transfer saja? Bukan kah itu lebih aman, dari pada membawanya di dalam sebuah koper?"
Andre tampak berpikir. Betul juga kata Yusuf. Uang kes yang begitu banyak, dibawa tanpa pengawalan. Pastinya akan mengundang kejahatan yang berujung membahayakan nyawa. Namun, siapa yang menyangka. Mereka akan mengawasi Andre sampai berniat akan merampoknya.
"Saya juga sudah menyarankan untuk di transfer saja. Tapi investornya meminta agar saya membawa uang kes. Karena katanya beliau membutuhkannya," terang Andre.
"Oh begitu. Maaf nih ya pak, saran saya. Kalau bapak bawa uang banyak lagi lebih baik bapak meminta penjagaan dengan ketat. Kita tidak tahu, kapan orang jahat itu akan datang. Jadi lebih baik sewa bodyguard aja," saran Yusuf. Sebelumnya memang Yusuf sudah mengingatkan tentang hal ini. Sebelum Yusuf ditusuk oleh para perampok itu.
"Iya pak, saya tidak tahu harus membalas budi apa pada bapak. Yang jelas saya sangat berhutang nyawa. Saya sangat berterima kasih, kalau ada yang bapak inginkan. Saya akan berusaha mengabulkannya. Anggap saja sebagai balas Budi dari saya. Meskipun seperti hal itu masih kurang untuk membayar apa yang telah bapak lakukan," Andre menjeda kalimatnya. Seperti sedang berpikir.
"Oh ya, saya menemukan ini." Andre memberikan name tag pada Yusuf.
Yusuf mengambil name tag miliknya. "Terimakasih pak, ini memang milik saya."
"Kenalkan pak saya Andre. Pemilik PT. Gold Fashion, tempat bapak bekerja," Adnre memperkenalkan diri. Andre tidak maksud untuk angkuh menyebut jabatannya. Hanya saja Yusuf perlu tahu bahwa yang dia tolong adalah atasannya.
Yusuf terkejut saat Andre memperkenalkan dirinya. Tidak menyangka sama sekali. Ternyata orang yang dia tolong adalah atasannya sendiri.
"Ya ampun pak. Maaf saya lancang," cetus Yusuf.
"Tidak pak, bapak tidak lancang. Bapak sudah menolong saya. Kejadian ini tidak disengaja. Bagaimana jika sebagai awal balas budi saya. Saya mau bapak jadi bodyguard saya saja. Sepertinya bapak sangat jago bela diri," usul Andre. Melihat kejadian saat dia akan di rampok. Para perampok itu bisa dengan mudah Yusuf kalahkan dengan tangan kosong.
"Tidak usah pak, saya ikhlas menolong bapak. Saya tidak ada niatan sama sekali untuk naik jabatan. Karena memang saya tidak tahu kalau bapak ternyata atasan saya. Saya memang belajar bela diri, selain untuk melindungi diri sendiri. Ya, untuk saat seperti ini lah saya butuhkan," kilah Yusuf. Meskipun sebetulnya Yusuf sangat membutuhkan pekerjaan itu. Untuk mencari biaya pengobatannya.
"Ya saya tahu pak, tapi saya juga sedang butuh bodyguard buat melindungi saya. Coba bapak pikirkan baik-baik tawaran saya. Saya akan senang kalau bapak mau menerima tawaran saya ini," ujar Andre penuh harap. Orang baik seperti Yusuf sudah jarang sekali. Makanya Andre tidak mau kehilangan orang baik seperti Yusuf.
Mereka ngobrol dari a sampai z. Sampai pada akhirnya membicarakan Remon dan Amelia. "Bagiamana kalau kita jodohkan anak saya dengan anak bapak? Tapi itu juga kalau anak bapak mau sih," usul Andre semangat. Mengingat anaknya yang selalu dibully dan tidak punya teman. Andre merasa pesimis. Masih ada kah orang yang mau pada anaknya?
Yusuf tampak berpikir. "Apa bapak tidak malu, jika nantinya putri bapak punya mertua seorang OB macam saya?"
Andre menggelengkan kepalanya. "Tentu tidak pak, saya malah senang. Jika itu terjadi. Saya akan menjadi saudara bapak. Karena terikat pernikahan anak-anak kita. Bagaimana?"
"Saya tanyakan anak saya dulu ya pak, sebetulnya saya sangat senang mendapatkan tawaran ini. Namun, walau bagaimanapun. Saya perlu tahu pendapat anak saya." Yusuf tidak mau mengambil keputusan sepihak saja. Bagaimanapun Remon perlu tahu tentang rencana perjodohannya dengan Amelia anaknya bosnya.
"Baiklah saya tunggu kabar baiknya," sahut Andre.
***********
Amelia itu sebetulnya cantik, kalau tanda lahirnya bisa ditutup dengan baik. Namun, entahlah mereka semua keburu jijik melihatnya. Untungnya ada Najla yang melihat dari sudut pandang yang berbeda. Meskipun pada awalnya Amelia menolak untuk berteman dengan Najla. Namun, Najla tidak pernah menyerah untuk tetap mendekati Amelia. Bahkan sampai sekarang melindungi dan menyayangi Amelia, seperti saudaranya sendiri.
Usai memainkan alunan piano yang indah. Amelia terus senyam senyum sendiri. Mengingat apa yang di ceritakan Andre tentang ayahnya Remon. Pantas saja Andre langsung setuju dengan Remon. Itu karena balas budinya dan rencana perjodohan mereka yang sudah direncanakan sebelumnya.
Mungkin disini hanya Remon yang tahu tentang rencana perjodohan mereka. Kata Remon, dia sudah lama mengawasi Amelia. Mungkin karena ingin tahu lebih dalam tentang calon istri yang dijodohkan Yusuf. Syukurlah Remon tidak seperti yang lainnya. Remon bahkan datang melamar Amelia di depan Andre dan Alika. Itu tandanya Remon telah setuju dengan perjodohan yang Andre dan Yusuf rencanakan.