BAB 12. Mentari Dan Astri Di Mata Amanda

1050 Words
Amanda menatap tajam pada gadis yang berdiri di ambang pintu. Lalu dia memindai penampilan gadis itu mulai dari ujung rambut sampai ke ujung kaki. Ish! Kampungan sekali penampilan gadis ini! Apakah dia orangnya? Si Mentari itu? Kasihan anakku harus menikahi gadis senorak dia! Amanda membatin sambil mengernyitkan keningnya. “Maaf, apakah Ibu—” “Saya Amanda, mamanya Arion,” sela Amanda dengan cepat. Sontak Mentari langsung berdiri dengan lebih tegap, lalu dia segera mengulurkan tangan untuk bersalaman. “Perkenalkan, saya Mentari.” “Ya, saya sudah tahu, ini pasti kamu.” Lalu tanpa menghiraukan tangan kanan Mentari yang masih terulur, Amanda masuk begitu saja ke dalam kamar, dia menyenggol tubuh ramping Mentari sedikit. Sehingga gadis itu langsung mundur beberapa langkah. “Apakah pelatih etiket sudah datang?” tanya Amanda sambil terus berjalan dengan dagu yang agak terangkat. “Iya, betul Bu, sudah datang. Ada di ruang tamu,” jawab Mentari sambil terus mengikuti langkah Amanda. “Selamat pagi Bu Amanda,” sapa Lucy sambil berdiri dari duduknya. Lalu tersenyum ramah dan sedikit menundukkan wajah. “Selamat pagi Miss Lucy.” Berbeda sekali raut wajah Amanda saat menyapa Lucy dibandingkan tadi kepada Mentari. Amanda tersenyum begitu manis sekarang. “Saya akan memulai kelasnya sekarang. Ini saya baru selesai menyiapkan beberapa peralatan pendukung.” Amanda mengangguk sekali. Lalu dia membalik badan dan menatap Mentari dengan ekspresi mencibir. “Mentari, sini kamu! Waktumu hanya 3 jam untuk belajar dari Miss Lucy. Saya harap kamu bisa menyerap ilmunya dengan cepat, dan juga mengingatnya. Saya tidak mau dipermalukan di depan keluarga, apalagi di depan rekan bisnis. Mulai sekarang, kamu harus serius, tidak boleh lemot! Sebab keluarga Albern tidak ada yang bodoh, maupun terlihat bodoh!” “Baik Bu,” jawab Mentari pelan. Padahal dia belum tahu persis apa yang akan dia pelajari dari Miss Lucy. Dijelaskan padanya saja belum, hanya baru diberitahu sekilas saja. Lalu Amanda beralih pada Lucy. “Miss Lucy, saya tinggal dulu, karena masih banyak yang harus saya urus. Mentari saya serahkan pada Miss Lucy, melatihnya dengan keras tidak masalah asalkan hasilnya bagus.” “Baik Bu Amanda, saya mengerti,” jawab Lucy dengan diiringi gestur tubuh yang sopan. Amanda berlalu dari ruang tamu yang cukup luas di dalam presidential room itu. Dan saat melewati ranjang besar di tengah ruangan, matanya melirik pada seseorang yang baru saja keluar dari kamar mandi. “Maaf, Anda siapa ya?” tanya Amanda dengan kening mengernyit. Dia melirik tak suka pada penampilan wanita itu, yang tampak sangat sederhana, hanya memakai daster rumahan yang sudah pudar warnanya. “Saya Astri, Bu. Saya ibunya Mentari,” jawab Astri dengan senyum sumringah. Amanda memutar kedua bola matanya. “Oh ya ya, saya lupa kalau ibunya Mentari juga ikut. Umm, begini Bu Astri,” ucap Amanda masih menggantung, lalu dia berjalan agak mendekat pada Astri. “Sebentar lagi seluruh kamar di lantai 9 ini akan dipenuhi oleh keluarga Arion. Saya harap Bu Astri tidak keluar kamar sampai dengan besok hari pernikahan, kecuali jika nanti ada perintah harus keluar. Bu Astri tenang saja, segala kebutuhan akan disiapkan di kamar ini. Apa Ibu mengerti?” Amanda memicingkan mata, dia menatap tajam pada Astri. Yang sesungguhnya maksud dari ucapan Amanda itu adalah, dia tak mau para keluarga besarnya melihat calon besannya yang berpenampilan kampungan seperti itu. Astri mengangguk. Dia paham apa maksud dari Amanda. Dan cukup paham juga bagaimana tingkat sosialnya jika dibandingkan dengan keluarga sang calon menantu. “Baik Bu,” jawab Astri pelan. Masih ada senyuman tipis pada bibirnya yang kering tanpa dipoles lipstik. Amanda segera melangkah menuju pintu, lalu keluar dari kamar itu. Mimpi aku sampai bisa dapat besan dan menantu kampungan begitu?! Menyedihkan sekali tampang mereka, dan sangat tidak pantas bersanding dengan keluargaku! Rutuk Amanda dalam hatinya. Chris yang merupakan WO dadakan sekaligus yang mengatur segala persiapan pernikahan, juga sudah datang di hotel itu. Dan Chris juga menempati salah satu kamar di lantai 9. Dia telah mengurus jadwal dengan salah satu desainer terkenal, untuk bertemu di butik milik sang desainer. Belasan koleksi model gaun pengantin serta untuk orangtua mempelai telah dipersiapkan. Jadi nanti hanya tinggal mencoba dan memilih saja, mana yang cocok untuk sepasang pengantin tersebut, beserta orangtua masing-masing. Sementara itu, di dalam kamar, Mentari tampak jenuh dengan latihannya yang melelahkan. Miss Lucy benar-benar mengajar dengan keras dan disiplin tinggi. Bahkan tak segan Miss Lucy memukul tangan atau kaki Mentari jika ada gerakan yang salah. “Tidak boleh makan dengan tangan langsung! Harus menggunakan sendok, garpu, atau pisau. Perhatikan itu, dan jangan sampai salah! Kamu harus hapal bentuk dari macam-macam sendok. Ini dinner spoon, itu tea spoon, yang itu soup spoon, lalu itu dessert spoon, nah yang ini adalah iced beverage spoon, lalu bla bla bla ….” Miss Lucy terus saja mengoceh memberikan materi seputar cara makan, cara duduk, cara berjalan, dan banyak lagi. Sedangkan Mentari justru mulai mengantuk. Dia sungguh jenuh dengan semua pelajaran itu. “Miss Lucy, bolehkah aku ke kamar mandi sebentar?” pinta Mentari dengan wajah memelas. “Oke! Lima menit. Waktumu maksimal lima menit untuk ke kamar mandi.” Mentari membelalakan mata. “Apa?! Ke kamar mandi juga dikasih waktu? Yang benar saja!” protes Mentari. “Lima menit dimulai dari sekarang!” Mendengar ucapan Miss Lucy itu, segera Mentari berlari menuju kamar mandi. Di dalam kamar mandi, Mentari melihat bayangan wajahnya pada cermin. Tampak begitu menyedihkan memang, pantas saja tadi mamanya Arion begitu mencibir saat pertama kali bertemu, pikir Mentari. Lalu dia membasuh wajahnya itu dengan air yang banyak, berharap nasib buruknya ini akan luntur bersama dengan aliran air di wastafel. Tepat setelah Miss Lucy selesai memberi pelatihan selama tiga jam penuh, lalu keluar dari kamar itu. Detik kemudian pintu kembali dibuka. Astri yang membukakan, dan betapa terkejutnya dia ketika melihat seorang housekeeper yang membawakan banyak makanan lezat, serta minuman yang segar. Pelayan laki-laki itu menata seluruh makanan dan minuman di atas meja makan. “Silakan dinikmati makan siangnya. Dan ada satu pesan dari Ibu Amanda, waktu untuk makan siang satu jam mulai dari sekarang, lalu waktu untuk bersiap tiga puluh menit. Dan nanti Ibu Astri serta Ibu Mentari akan berangkat untuk fitting baju,” ucap pelayan itu sambil tersenyum ramah. Lalu dia pamit dari kamar itu. “Hehh! Mau makan siang saja dikasih waktu! Semua yang ada di sini membosankan!” pekik Mentari lalu melempar tubuh rampingnya ke atas ranjang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD