“Umm, Mentari, kamu nggak perlu pikirkan itu, bersikap biasa saja. Kalau ada barang yang rusak, biar itu aku yang tanggung.”
Mentari terlihat begitu lega atas ucapan Arion. Sanking senangnya, dia langsung berlari kecil lalu melompat ke atas ranjang yang besar dan sangat empuk itu. Tubuh mungil Mentari mendarat di atas ranjang dalam posisi telentang.
Sehingga tanpa sengaja, roknya yang sebatas betis itu, tersingkap hingga naik sepaha. Arion sontak membuang pandangan ke arah lain. Namun dia telah sempat melihat dengan jelas sepasang paha mulus ramping milik Mentari.
Dan rupanya Mentari juga tersadar akan kesalahannya itu. Segera dia duduk di tepi ranjang sambil merapikan roknya. “Maaf,” ucapnya pelan.
Arion kembali menatap Mentari setelah yakin gadis itu sudah tidak dalam posisi tadi. Dia berdeham pelan. “Bersiaplah, sebentar lagi akan ada pelatih etiket yang datang. Dan akan melatihmu selama kurang lebih 3 jam.”
“Pelatih etiket?” Mentari memiringkan wajahnya. Dia tampak sedang berpikir, apa itu pelatih etiket? Mendengarnya saja baru sekarang.
Arion paham, Mentari sedang bertanya-tanya dalam hatinya. “Dia adalah orang yang akan mengajarimu cara bersikap, dan lain-lain. Supaya tidak canggung nanti saat bergabung dengan keluarga besarku,” jelas Arion.
Meskipun pernikahan kita hanya akan berlangsung selama satu tahun saja. Arion membatin.
Ya ampun! Repot amat sih mau nikah sama orang kaya! Lihat saja nanti, kalau dia terlalu mengaturku akan aku tinggal saja sekalian! Cukup menikah selama enam bulan saja, lalu aku akan bebas lagi jadi anak kuliahan. Mentari mengancam Arion dalam hatinya.
“Aaaa!!!”
Tiba-tiba terdengar teriakan melengking dari arah kamar mandi di pojok ruangan kamar. Arion dan Mentari saling berpandangan sejenak, lalu detik kemudian keduanya segera berlari menuju kamar mandi.
“Hahh!” Mentari terkejut bukan main ketika melihat ibunya sudah basah kuyup di dalam kamar mandi.
Sedangkan Arion langsung mematikan kran shower, sehingga air hangat itu berhenti mengguyur tubuh Astri.
“Bu Astri mau mandi?” tanya Arion.
Astri menggeleng pelan, lalu dia mengusap air yang masih mengalir di wajahnya. “Cuma mau cuci tangan saja. Tapi malah jadi basah begini.”
Mentari menepuk jidatnya sendiri, lalu dia segera menghambilkan handuk yang tergantung di sana, untuk ibunya. “Ya ampun Ibu, kalau nggak ngerti kan bisa tanya dulu.” Lalu gadis itu menunduk sedikit pada Arion. “Maafkan Ibuku ya Pak.”
Sebetulnya Arion sedang menahan tawanya supaya jangan sampai keluar. Kadang dia melengos hanya untuk sedikit tersenyum. Dia merasa lucu dengan tingkah calon mertuanya ini, tapi tetap berusaha menghargainya.
“Nggak apa-apa. Oh ya Bu Astri, kalau mau mencuci tangan saja, di sana ada wastafel.” Arion menunjuk pada wastafel di dekat pintu kamar mandi.
Belum lagi Astri sempat menjawab, tiba-tiba terdengar suara bel dari pintu, ada tamu rupanya. Arion segera menuju pintu, lalu dia mengintip lewat peepholes sebentar, dan membukakan pintu.
“Ohh, dengan Bapak Arion?” Seorang wanita berpenampilan formal di depan pintu tampak bisa langsung mengenali Arion. Wanita itu tersenyum ramah sambil sedikit menundukan wajahnya. Kemudian kembali menatap Arion dan kembali menciptakan kesan ramah.
“Ya betul, saya Arion.”
Wanita itu mengulurkan tangannya. “Kenalkan, saya Lucy, orang-orang memanggil saya Miss Lucy, saya diundang kesini oleh Ibu Amanda untuk melatih Nona Mentari.”
Arion mengangguk-angguk. Dan langsung menerima uluran tangan itu. “Ohh, jadi Anda adalah pelatih etiket untuk Mentari?”
“Tepat sekali! Maaf, bisakah saya bertemu dengan Nona Mentari sekarang? Karena jadwal saya cukup padat hari ini.”
“Oh ya, silakan masuk Miss Lucy.” Arion menggeser sedikit tubuh tingginya, agak menyingkir dari pintu, supaya Lucy bisa masuk.
Bersamaan dengan itu, tampak Mentari sedang sibuk mengeringkan rambut ibunya. Mereka berdua berdiri di luar kamar mandi.
Namun bukan itu yang menarik perhatian Arion dan juga Lucy, melainkan kain yang dipegang oleh Mentari untuk mengeringkan rambut ibunya.
“Mentari, kamu keringkan rambut ibumu pakai itu?” Kedua bola mata Arion membulat dan mulutnya sedikit menganga.
Mentari mengangguk. “Maaf ya Pak, aku nggak minta izin dulu, langsung ambil handuk ini di rak bawah dekat pintu itu. Soalnya handuk yang tadi jatuh, jadinya basah. Nanti langsung kujemur deh, janji.”
Arion dan Lucy saling berpandangan. Lalu sama-sama menghembuskan napas dalam-dalam. Sedangkan Mentari masih sibuk dengan ibunya, setelah mengeringkan rambut lalu mencari pakaian ganti di tas yang mereka bawa.
“Itu … keset,” desis Lucy pelan pada Arion.
Arion mengangguk perlahan sambil tersenyum kaku.
“Huffttt! Tampaknya kali ini kerja yang cukup berat,” gumam Lucy lagi.
“Umm, Miss Lucy tak perlu khawatir, kami akan membayar lebih,” ucap Arion cepat.
Namun Lucy hanya tersenyum sambil menggeleng. “Tidak perlu, Pak Arion. Saya adalah tipe penyuka tantangan. Dan saya pasti akan bisa mengurus Mentari. Kalau begitu, saya mulai saja kelasnya ya?”
Arion mengangguk. “Terima kasih. Saya pamit dulu, masih ada banyak yang harus diurus untuk persiapan besok.”
Lucy tersenyum dan mengangguk. “Baiklah. Untuk Mentari, serahkan pada saya.” Lalu Lucy berjalan mendekati Mentari yang sedang merapikan kembali baju-baju di dalam tas besarnya.
“Nona Mentari!” panggil Lucy.
Mentari menoleh. “Iya … Bu?”
Seketika kedua mata Lucy memicing tajam, bibirnya mengerucut karena kesal dipanggil bu. “Panggil saya Miss Lucy!” perintahnya tegas.
“Oh … ya baik Bu, eh … Miss Lucy.”
Lucy mendengkus kesal. “Saya adalah pelatih etiketmu, kita akan belajar di ruang tamu. Saya kesana sekarang, kamu segera menyusul. Oke?” Lucy memang bukanlah tipe yang suka berbasa-basi.
“Ohh baiklah, setelah merapikan baju-baju ini, aku akan ke—”
Lucy berlalu begitu saja, berjalan cepat menuju ruang tamu tanpa menunggu ucapan Mentari selesai.
Mentari hanya mengedikkan bahunya saja. “Huffttt! Sepertinya dia pelatih yang galak,” gumam Mentari.
Tiba-tiba bel pintu kembali berbunyi. Karena Arion sudah keluar dari kamar itu, maka Mentari berpikir dia harus membuka pintu, siapa tahu yang datang adalah tamu penting lagi. Yang berhubungan dengan pernikahannya besok.
Mentari membuka pintu, lalu dia tertegun memperhatikan seorang wanita paruh baya berpenampilan modis, yang tampak sangat cantik dan berkulit putih mulus, sedang sibuk menulis pesan di layar handphone.
Apakah dia ibunya Bapak Arion? Karena ada kemiripan di wajah keduanya. Wahh orang kaya memang secantik dan setampan itu ya? Kulit mereka sangat putih dan mulus, terlihat sehat sekali. Berarti mereka tak pernah merasakan botol handbody dibelah dua supaya masih bisa dipakai isinya sampai habis. Pakai sabun mandi apa ya sampai bisa semulus itu kulit tangan kakinya? Yang pasti bukan sabun mandi batangan yang licin dan sering jatuh ke lantai kamar mandi, kan?
Mentari masih terus sibuk dengan isi pikirannya sendiri, sampai wanita paruh baya itu mendongak. Dan tatapan mereka bertemu.