BAB 3. Tuduhan Atas Anak Gadis Orang

1203 Words
Segera Arion membersihkan diri. Dia berniat tidak masuk kerja hari ini dan bertekad akan mencari gadis asing yang tanpa sengaja ditidurinya semalam. Dia juga mencari tahu apa saja yang sudah terjadi semalam. Arion geram sekali pada dirinya sendiri, sebab tak mengingat sedikitpun tentang kejadian semalam. Setelah bersiap, dia kembali mengambil KTP yang tadi ditemukan dan memperhatikan lebih teliti. “Ohh namanya Cahaya Mentari.” Lalu Arion melihat tanggal lahir Mentari dan kedua bola matanya seketika membelalak tak percaya. “Apa-apaan ini! Dia masih 19 tahun! Jadi … aku meniduri gadis ingusan?!” “Ahh sial! Sial!” Arion meninju kasur berulang kali. Melampiaskan rasa amarahnya, sebab tiba-tiba terjebak dalam situasi yang membingungkan ini. Lalu Arion segera mengambil handphone dan kunci mobil dari atas meja nakas. Dia akan mendatangi alamat Mentari. Di perjalanan, ada telepon masuk, itu dari Chris. Sahabatnya sekaligus rekan kerjanya di rumah sakit, sesama dokter obgyn. “Hallo, Chris, gue lagi di jalan nih. Lagi nyetir.” “Lah! Katanya lo sakit, jadi nggak kerja hari ini. Bohong ya, lo?” Terdengar suara Chris seperti sedang mengejek. Terdengar suara tawa cekikikan Chris dari seberang telepon. Arion sedang malas meladeni temannya yang agak menjengkelkan itu. “Sudahlah Chris, gue lagi sibuk. Cari alamat seseorang. Awas ya kalau ini sampai bocor, lo yang gue bunuh!” Lalu Arion menutup sambungan telepon. Dia kembali fokus mencari alamat Mentari lewat bantuan gps. Hingga akhirnya sampai di sebuah perkampungan di pinggiran kota. Tadinya Arion ragu, karena berpikir bagaimana bisa orang yang tinggal di perkampungan seperti ini, masuk ke Blue Sky Bar yang terkenal sebagai tempat pelarian para remaja anak konglomerat. Namun Arion sempat bertanya pada beberapa orang dan memang sudah sesuai dengan alamat di KTP. Karena jalan yang semakin menyempit, maka Arion terpaksa memarkir mobilnya di sebuah tanah kosong. Lalu melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki. Menurut gps, rumah Mentari hanya tinggal beberapa puluh meter saja di depan. Di ujung gang, ada sebuah rumah yang menarik perhatian Arion. Sebab beberapa orang tampak berkerumun di pintu rumah itu, ada juga yang berkerumun di depan jendela. Mereka semua sedang menonton sesuatu yang menarik di dalam rumah. Arion jadi penasaran, lagipula pikirnya, di rumah itu banyak orang, siapa tahu dia bisa bertanya tentang Mentari, dan ada yang tahu di mana rumahnya. Arion mempercepat langkah menuju kesana. “Permisi!” sapa Arion agak kencang, sehingga beberapa orang langsung menoleh padanya. Kening mereka mengernyit melihat penampilan Arion yang begitu rapi, jadi terlihat kontras di antara pemandangan rumah-rumah mereka yang sangat sederhana. Belum lagi wajah Arion yang sangat tampan, maklum sebab dia blesteran Bandung – London. Dan tubuhnya yang menjulang tinggi lagi kekar, semakin membuat tampilan Arion begitu sempurna. “Maaf mengganggu, saya mau tanya alamat rumah seseorang. Dia tinggal di sekitar sini,” ucap Arion lagi. “Oh iya, Mas mau tanya alamat siapa?” tanya seorang bapak-bapak berpeci miring. “Sebentar, Pak.” Arion segera mengambil sesuatu dari saku jasnya. Lalu dia membaca kembali nama pada KTP yang dipegangnya. “Saya sedang mencari gadis yang bernama Cahaya Mentari. Apakah rumahnya di sekitar sini?” Sontak bapak berpeci itu membelalakan matanya, kedua alisnya juga ikut terangkat. “Jangan-jangan kamu ….” Lalu beberapa orang tadi yang berkerumun di depan pintu dan jendela, ikut menatap Arion dengan tajam. Perlahan mereka melangkah mendekati Arion, tanpa melepaskan pandangan yang tampak mematikan. “Loh, ada apa ini? Saya hanya bertanya rumah Mentari, apa salahnya?” Kening Arion mengernyit. Dia balas menatap orang-orang itu dengan keheranan. Tiba-tiba seorang bapak-bapak lain yang bertubuh gempal dengan kaos menggantung seperti crop top, menunjuk ke arah hidung Arion. “Kamu yang telah memperkosa Mentari?!” tuduhnya tanpa ampun. Dengan memasang wajah sangar. Arion tersentak mendengar tuduhan itu. “Eh, tunggu dulu bapak-bapak. Saya bisa jelaskan—” “Nah! Benar kan memang kamu orangnya?! Sialan!” Bapak berpeci miring sudah mengangkat tinju kanannya ke udara. “Stop, Pak! Stop! Jangan main hakim sendiri!” Tiba-tiba seorang bapak berusia lima puluhan, berkemeja batik yang warnanya mulai pudar, berdiri di tengah-tengah kerumunan lalu memegang tangan kanan si bapak berpeci miring. Siapa lagi ini? Tanya Arion dalam hatinya. Dia masih berusaha membaca situasi. Di wilayah orang lain dia tak boleh gegabah. “Tidak bisa, Pak RT! Orang ini harus diberi pelajaran, dia sudah memperkosa Mentari!” teriak salah seorang warga yang bertubuh kekar. “Betul Pak RT, Mentari itu warga kita, harus kita bela!” timpal seorang pemuda berambut gondrong sebahu. “Laki-laki ini harus digebukin dulu sebelum kita suruh tanggung jawab! Biar dia tahu rasa sudah memperkosa anak yatim!” Kembali pria bertubuh kekar tadi berteriak dengan lantang. Bapak berkemeja batik yang ternyata adalah seorang RT, mengangkat kedua tangannya untuk menenangkan warganya. “Kalau bapak-bapak main hakim sendiri, nanti urusannya bisa ke kantor polisi. Ayo kita bicarakan dulu baik-baik di dalam. Kita pertemukan Mas ini dengan ibunya Mentari. Ayo Mas ….” “Arion.” “Mari masuk ke dalam,” ajak Pak RT lagi sambil berjinjit, berusaha merangkul bahu Arion yang lebih tinggi 23 cm darinya. “Loh, memang ini rumahnya Mentari?” tanya Arion cukup terkejut. “Iya, ini rumah Mentari! Mau apa kamu? Mau kabur ya?!” Teriakan satu orang itu sontak membuat warga lainnya yang berkerumun menjadi ribut. Kebanyakan mereka berteriak-teriak memaki Arion. “Saya nggak akan kabur Pak, ini kan justru saya yang datang mencari rumah Mentari.” Arion mulai memahami situasinya. Rupanya orang-orang itu mengira dirinya telah memperkosa Mentari. Mungkin saja karena Mentari pulang dengan berbalut selimut, tidak memakai baju. Begitu isi pikiran Arion sekarang. Arion menurut saja ketika dia ditarik dan didorong oleh beberapa orang, sementara Pak RT berusaha melindunginya. Lalu Arion masuk ke dalam rumah, dan duduk di kursi kayu di ruang tamu rumah sederhana itu. Seorang wanita paruh baya masuk ke sebuah kamar yang sepertinya tidak ada pintunya, hanya ditutup dengan gorden coklat. Dia memanggil Mentari. Lalu tak lama kemudian, keluarlah seorang gadis dengan rambut tergerai, wajahnya menunduk. Dia berjalan pelan sambil dirangkul oleh seorang ibu. Ah, itu pasti Mentari. Meskipun menunduk aku yakin itu pasti dia. Arion membatin. Pandangannya tak pernah lepas dari Mentari. Lalu Mentari bersama ibunya, duduk di samping Pak RT, berseberangan dengan Arion. Pak RT bergantian memandang semua orang yang duduk di ruang tamu, lalu dia berdeham kecil. “Nah, Mas Aeon ini—” “Maaf Pak, nama saya Arion, bukan Aeon.” “Ohh iya, itu maksud saya. Mas Arion, ini Mentari bersama dengan ibunya. Apa Mas sudah kenal dengan ibunya Mentari sebelumnya? Namanya Bu Astri.” “Belum Pak, dengan Mentarinya saja saya belum kenal,” jawab Arion sejujurnya. “Apa?!” Pak RT tampak terkejut, matanya membelalak. Ibunya Mentari juga tampak terkejut dan kelihatan emosi. “Jadi kamu memperkosa anak saya ya?! Kamu nggak kenal anak saya tapi merenggut kesuciannya! Kurang ajar!” Ibunya Mentari langsung berdiri dari duduknya, lalu mendatangi Arion dan menjambak rambutnya dengan brutal. Pak RT beserta beberapa orang warga berusaha melerai. Sampai akhirnya ibunya Mentari berhasil dibawa duduk kembali dan dipegangi oleh para ibu tetangga. Pak RT geleng-geleng kepala dan berusaha mengatur napasnya yang ngos-ngosan. “Sudah, sudah, begini saja, karena Mas Ion ini sudah memperkosa Mentari, maka dia harus bertanggung jawab. Mas Ion harus menikahi Mentari!” “Apa?!” Arion sontak berdiri sambil menatap Pak RT dengan bola mata membelalak.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD