Mendengar teriakan Arion yang cukup kencang, membuat Mentari kaget dan langsung terbangun dari tidurnya. Dia duduk di lantai sambil mengerjap-ngerjapkan mata.
Sesaat kemudian, Mentari melihat bagian depan tubuhnya yang polos tanpa pakaian, hanya tertutup oleh rambut panjangnya yang menjuntai menutup bagian d4da, tapi tidak sempurna.
“Hah? Ke—kenapa ini?” Lalu gadis itu melihat bagian bawah tubuhnya yang tertutup oleh belitan selimut. Dia meraba-raba, dan betapa terkejutnya ketika menyadari bahwa bagian bawah tubuhnya itu juga tak mengenakan pakaian.
Detik berikutnya, Mentari mendongak, melihat seorang pria di atas ranjang yang sedang menatapnya tanpa berkedip dan … juga tanpa pakaian sehelaipun!
“Aargghh!” Mentari berteriak sambil menyilangkan kedua tangannya di depan d4da.
“Aargghh!” Arion ikut teriak sambil menyilangkan kedua tangannya di depan sel4ngkangannya. Lalu segera ia menarik bantal dan menutup bagian tubuh bawahnya itu. Sebab selimut satu-satunya ikut jatuh bersama tubuh Mentari.
“Stop! Stop!” teriak Arion lagi. Ia memindai setiap sudut ruangan, lalu kembali menatap tajam pada Mentari. “Ini jelas-jelas kamar hotelku. Lalu kamu siapa? Dan mau apa di kamarku?”
Mentari ikut menoleh ke kanan dan kiri, tapi ia sama sekali tak mengenal kamar mewah itu. Seketika rasa panik menyergapnya. “Jadi, ini memang kamar Anda, ya? Lalu … ke—kenapa aku ada di sini?”
“Haihhh sudahlah, diam dulu di sana! Aku mau cari baju. Jangan berani-berani mengintip!” Lalu Arion beringsut turun dari ranjang dengan masih memegang bantal.
Mentari tidak mendengarkan kalimat Arion sama sekali. Dia masih panik dan kepalanya agak pusing. “Aduh, gimana ini? Apa yang sudah terjadi sama aku? Apa semalam aku dan orang itu ….”
Mentari tidak sanggup membayangkan apa yang sudah terjadi semalam. Segera dia menarik selimut supaya bisa menutupi seluruh badannya. Lalu mulai beringsut berdiri. Namun seluruh badannya terasa ngilu, terlebih lagi di bagian bawah.
“Aduh! Huhuu sakitt!” pekik Mentari sambil memegang tubuh bagian bawahnya, di antara sel4ngkangan.
“Hah?! Apa yang sakit?” tanya Arion sambil masih tergesa-gesa memakai pakaiannya yang tadi tergeletak berserakan di lantai.
Setelah itu Arion membalik badan, keningnya mengernyit ketika melihat Mentari sedang berdiri sambil setengah membungkuk karena menahan sakit pada bagian yang sedang ia pegang. Yaitu bagian kew4nitaannya.
“A--apa yang sudah kamu lakukan padaku?!” teriak Mentari sambil meringis kesakitan. Air matanya mulai menetes. Lalu kedua bola matanya membelalak ketika melihat seluruh pakaiannya yang berhamburan di atas lantai.
Dia semakin yakin kalau sudah terjadi sesuatu semalam. Dengan perasaan kalut, Mentari mulai menangis sesenggukan. Membuat Arion menjadi ikut panik.
“Aduh, sudah, sudah! Kenapa kamu malah nangis?” Arion berjalan mendekati Mentari, dengan niat untuk menenangkannya.
Tapi justru Mentari sangat ketakutan didekati oleh Arion, dia pikir akan kembali diperkosa oleh pria asing m3sum itu. Dengan sekuat tenaga yang dia punya, Mentari berlari sambil masih memegang selimut. Lalu mengambil pakaian miliknya sebisa yang dia raih.
“Hei, mau kemana kamu?!”
Namun terlambat, Mentari sudah berlari menuju pintu kamar. Dan dia berhasil keluar dari kamar. Arion yang tadi sempat berdiri mematung karena kaget, segera ikut berlari mengejar gadis itu. Dia tak mau hotelnya menjadi rusuh karena ada seorang perempuan muda dengan penampilan berantakan yang berlari-lari sambil menangis.
“Hei kamu, tunggu!”
Tapi Mentari tak menghiraukan panggilan Arion. Dia terus berlari sampai di depan lift, memencet tombol berkali-kali supaya pintu lift segera terbuka.
Pintu lift terbuka, ada seorang wanita cantik berusia sekitar lima puluhan yang keluar dari dalam lift. Wanita berpenampilan anggun itu terlihat keheranan memperhatikan penampilan Mentari yang sangat acak-acakan. Belum lagi Mentari hanya memakai selimut putih yang dibelit pada tubuhnya, lalu salah satu tangannya memegang pakaian dalam.
“Siapa kamu?” tanya wanita itu.
Namun, bukannya menjawab, Mentari justru menangis sesenggukan. Dia takut dan malu sekali bertemu dengan orang lain di hotel itu. Dan raut wajahnya seketika semakin panik ketika melihat Arion telah berlari semakin dekat.
“Permisi!” seru Mentari lalu segera masuk ke dalam lift. Seperti tadi, dia berusaha menutup pintu lift dengan memencet tombol berulang kali.
“Hei tunggu!” teriak Arion.
“Loh, Arion?!” Wanita setengah baya tadi berusaha menghalangi Arion. Dia adalah Amanda, wanita asli Bandung, mama kandung Arion. “Mau kemana kamu? Sambil teriak-teriak begitu!”
“Ma, maaf Ma, aku harus mengejar seseorang!” Arion berusaha melewati sang mama yang sengaja menghalangi jalannya.
“Maksud kamu mengejar gadis yang pakai selimut tadi?!”
Bersamaan dengan itu, pintu lift telah tertutup. Arion mengusap wajahnya dengan kasar. Dia tidak ingin kehilangan jejak Mentari.
Amanda terlihat histeris setelah memperhatikan penampilan putranya dengan lebih teliti. “Ya ampun Arion! Kamu habis ngapain sama gadis tadi? Hah?! Dia lari nangis-nangis pakai selimut. Sekarang kamu pakai baju nggak betul begini? Mana rambut kamu juga acak-acakan! Habis ngapain kamu? Jawab!”
Amanda memukuli d4da bidang putranya. Barulah Arion sadar, kalau dia pakai kemeja terbalik, dan celana panjangnya juga belum direstleting.
Pria 31 tahun itu tak mampu menjawab apa-apa. Arion hanya berdiri mematung tak berdaya. Sudahlah ditinggal oleh gadis tak dikenal yang tidur dengannya semalam. Sekarang kepergok oleh sang mama. Dan Arion tidak punya pembelaan sama sekali, sudah jelas dia dalam posisi bersalah.
Amanda menyuruh putranya itu untuk kembali ke kamarnya, untuk membersihkan diri. Sedangkan dia sendiri akan langsung ke kantor suaminya, dan mengancam akan mengadukan kejadian ini pada sang suami.
“Mama, maafkan Arion. Ini sungguh di luar kendali, aku tidak ingat apa-apa tentang gadis itu, dan apa yang sudah terjadi semalam.” Arion mencoba menjelaskan sejujurnya.
“Jangan bohong Arion! Mama … Mama sungguh kecewa sama kamu Arion! Sudah sana, masuk ke kamarmu sebelum ada orang yang melihat, ngan isin kuring! Gustiii!”
Begitulah cara Amanda berbicara dengan putra bungsunya, meskipun Arion sudah berusia 31 tahun, tapi Amanda sering lupa kalau anaknya itu sudah dewasa. Arion selalu dianggap sebagai anak kecil, sang putra bungsu.
Amanda tidak jadi berkunjung ke kamar Arion, dia benar-benar akan langsung ke kantor suaminya saja, untuk mengadukan semuanya. Sedangkan Arion telah kembali berada di dalam kamarnya.
“Ya ampun, apa sebetulnya yang telah aku lakukan semalam?!” desis Arion saat telah berada di kamarnya lagi. Dia memandang tampilan dirinya di depan cermin.
Pantas saja mamanya itu menjadi histeris. Sebab dia seperti orang yang habis digerebek warga kampung. Rambut acak-acakan, pakai baju tidak benar, muka pucat dan masih tercium bau 4lkohol.
Tiba-tiba Arion seperti teringat sesuatu, dia langsung menegakkan punggungnya. “Ah, pasti gadis itu meninggalkan sesuatu yang bisa jadi petunjuk!”
Arion langsung mencari-cari. Dia menggeser bantal dan guling dari atas ranjang. Namun betapa kagetnya dia ketika menemukan noda bercak darah di atas sprei putih bersih.
“Astaga! Aku benar-benar sudah men1durinya! Dan dia … masih p3rawan.”
Arion berusaha mengatur napas, menenangkan dirinya sendiri. Seumur hidup dia belum pernah men1duri wanita. Baru kali ini, itupun dia tidak sadar karena m4buk. Arion bukan tipe laki-laki “Don Juan” seperti Chris, sahabatnya.
Dengan Olivia saja yang telah dipacarinya selama 5 tahun, dan meskipun profesi Olivia seorang model yang suka sekali memakai pakaian s3ksi, Arion hanya sebatas mem3luk dan menc1um wajahnya saja.
“Aku harus menemukan gadis itu!” tukas Arion. Lalu dia kembali mencari-cari, melempar barang-barang yang menghalanginya. Ia menemukan sepasang sepatu jenis wedges, sudah pasti itu milik Mentari yang tertinggal.
Lalu Arion juga menemukan mini dress di lantai di dekat sofa. Dan juga … sebuah sling bag! Segera Arion menumpahkan semua isi tas.
“Ah, ini dia!” Arion memegang sebuah KTP.